Pasal 28 ayat (1) UU KUP mengamanatkan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas untuk menyelenggarakan pembukuan. Namun, sebagai bentuk kemudahan, wajib pajak orang pribadi tertentu diperkenankan untuk melakukan pencatatan.
Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 448 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 (PMK 81/2024) mengatur tiga kriteria wajib pajak orang pribadi yang dapat melakukan pembukuan, yakni wajib pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), wajib pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas, dan wajib pajak kriteria tertentu.
Kriteria untuk menggunakan NPPN adalah peredaran bruto dari kegiatan usaha/pekerjaan bebas kurang dari Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak. Untuk melakukan pencatatan, wajib pajak harus telah menyampaikan pemberitahuan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak, wajib pajak dianggap melakukan pembukuan.
Tata cara penggunaan NPPN serta pemberitahuannya dapat dilihat pada artikel berikut ini: Bagaimana Cara Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto?
Dalam melakukan pencatatan, WP OP yang menggunakan NPPN perlu mencatat harta dan kewajiban serta:
Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dapat melakukan pencatatan. Misalnya, wajib pajak yang hanya memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan (karyawan).
Informasi yang perlu dicatat adalah harta dan kewajiban, serta:
Berdasarkan Pasal 451 PMK 81/2024 kriteria tertentu yang dimaksud adalah wajib pajak orang pribadi yang:
Sebagai contoh, wajib pajak orang pribadi yang menggunakan tarif PPh Final 0,5%. Perlu diketahui, wajib pajak yang memenuhi kriteria ini tidak perlu menyampaikan pemberitahuan untuk melakukan pencatatan.
Data yang perlu dilakukan pencatatan meliputi harta dan kewajiban, serta:
Wajib pajak melakukan pencatatan atas data yang dikumpulkan secara teratur sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang. Peredaran bruto dan/atau penghasilan bruto dicatat secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya. Pencatatan dilakukan dalam suatu tahun pajak dengan jangka waktu 1 tahun kalender, dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Data tersebut kemudian wajib disimpan selama 10 tahun.
Pencatatan dapat dilakukan secara elektronik maupun non-elektronik dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan. Selain itu, pencatatan dilakukan dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh menteri keuangan.
Categories:
Tax LearningJadwal Training
05 September 2025
04 September 2025