Pajak Alat Berat (PAB) diatur dan mulai dikenalkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) yang pungutannya diatur dan diselenggarakan oleh pemerintah provinsi. Adapun ketentuan mengenai Pajak Alat Berat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
PAB menyasar pada kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat (Pasal 17 ayat (1) UU HKPD), baik dimiliki/dikuasai orang pribadi atau badan. Alat berat didefinisikan sebagai alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia, beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara permanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan (Pasal 1 angka 32 UU HKPD). Contoh alat berat antara lain:
Namun demikian, terdapat jenis alat berat dikecualikan dari objek PAB. Merujuk Pasal 17 ayat (2) UU HKPD, kepemilikan atau penguasaan alat berat yang dikecualikan dari pengenaan PAB adalah:
Pengenaan PAB pada UU HKPD sejatinya bukan hal baru. Sebelumnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), alat berat termasuk dalam objek Pajak Kendaraan Bermotor dengan tarif minimal 0,1% dan maksimal ditetapkan sebesar 0,2% dari nilai jual.
Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2017 Nomor 15/PUU-XV/2017 menyatakan bahwa alat berat seperti excavator, bulldozer, dan sejenisnya tidak lagi dianggap sebagai kendaraan bermotor, sehingga dalam alat berat tidak bisa lagi dikenakan PKB seperti mobil atau motor. Menindaklajuti putusan tersebut, melalui UU HKPD dibuatlah aturan baru khusus untuk pengenaan pajak atas kepemilikan alat berat.
Besaran pokok PAB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PAB dengan dasar pengenaan PAB. Tarif PAB ditetapkan ditetapkan dengan peraturan daerah, paling tinggi sebesar 0,2%.
Pasal 19 ayat (1) UU HKPD mengatur bahwa dasar pengenaan PAB adalah nilai jual alat berat. Nilai jual ditentukan berdasarkan harga rata-rata pasaran umum alat berat yang bersangkutan dan ditetapkan berdasarkan harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya.
Nilai jual alat berat diatur dalam peraturan menteri dalam negeri setelah mendapat pertimbangan dari menteri keuangan dan ditinjau kembali paling lama setiap 3 tahun dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian. Nilai jual alat berat untuk tahun 2025 dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2025.
Pengenaan PAB atau saat terutangnya PAB adalah pada saat terjadinya kepemilikan atau penguasaan alat berat. PAB dikenakan untuk setiap jangka waktu kepemilikan/penguasaan 12 bulan berturut-turut, ataupun pada saat dibayar sekaligus di muka.
Jika terjadi keadaan kahar (force majeure) yang menyebabkan penggunaan alat berat kurang dari 12 bulan, maka wajib pajak dapat mengajukan pengembalian (restitusi) atas PAB yang telah dibayarkan untuk periode waktu yang belum digunakan.
PAB yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat penguasaan alat berat. Terkait dengan penetapan pengenaan PAB, kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk akan menetapkan pajak terutang dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Penetapan besarnya PAB terutang dalam SKPD dihitung untuk jangka waktu 12 bulan berturut-turut sejak kepemilikan atau penguasaan alat berat secara sah.
PT A memiliki alat berat berupa backhoe dengan nilai jual sebesar Rp2 miliar di Jakarta. Diketahui tarif PAB yang berlaku di Jakarta saat adalah sebesar 0,2%.
Maka, perhitungan pajaknya sebagai berikut:
= NJOP backhoe x Tarif PAB
= Rp2 miliar x 0,2%
= Rp4.000.000/tahun
Categories:
Tax LearningTagged: