Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Lain-lain PP No. 23 Tahun 2018

  • PP No. 23 Tahun 2018

     Dewry updated 3 years, 9 months ago 29 Members · 53 Posts
  • darren300315

    Member
    22 June 2018 at 3:40 pm

    Rekan-rekan sekalian, apakah sudah ada yang mendapatkan peraturan tentang UMKM yang baru PP no.23/2018.

    Jika sudah ada yang punya, tolong dishare dong.

    Sebelumnya terima kasih banyak, saya ucapkan

  • darren300315

    Member
    22 June 2018 at 3:40 pm
  • Judista

    Member
    25 June 2018 at 11:44 am

    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 23 TAHUN 2018
    IENTANG
    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
    ATAU DiPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
    PEREDARAN BRUTO TERTENTU
    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
    Menimbang : a. bahwa untuk mendorong masyarakat berperan serta
    dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan
    kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak
    yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka
    waktu tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah
    Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
    Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
    Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
    dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
    4 ayat (2) huruf e dan Pasal L7 ayat (7) Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang
    Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
    1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan
    Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas
    Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
    Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
    b.
    MengingatMengingat
    R E P u J.Tot
    t,',?5|
    * u
    =,
    o
    -2-
    : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
    Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
    1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
    2OOB tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
    Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
    133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor a893);
    MEMUTUSKAN:
    MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN
    ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
    DIPEROLEH WAJiB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
    BRUTO TERTENTU.
    Pasal 1
    Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
    1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
    Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
    1983 tentang Pajak Penghasiian.
    2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
    kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
    tidak sama dengan tahun kalender.
    3. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang
    dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan
    dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan di bidang Pajak
    Penghasilan.
    Pasal 2(1)
    (2)
    (3)
    PRES I DEN
    REPUELIK INDONESIA
    3-
    Pasai 2
    Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
    Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto
    tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
    dalam jangka waktu tertentu.
    Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) sebesar O,1yo (nol koma lima
    persen).
    Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai
    Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
    a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
    orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
    bebas;
    b. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar
    negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di
    luar negeri;
    c. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan
    yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
    perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
    d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
    Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
    a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
    terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
    konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
    b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,
    bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
    sutradara, kru film, foto model,
    peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
    c. olahragawan;
    d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh,
    dan moderator;
    e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    {4)
    f. agenf.
    o
    b'
    h.
    i.
    j.
    k.
    PRES ! DEN
    REPUBLIK INDONESIA
    -4-
    agen iklan;
    pengawas atau pengelola proyek;
    perantara;
    petugas penjaja barang dagangan;
    agen asuransi;
    distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau
    penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
    Pasal 3
    Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
    dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
    a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
    b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
    komanditer, firma, atau perseroan terbatas,
    yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan
    peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
    (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
    Tahun Pajak.
    Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dalam hal:
    a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan
    berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1)
    huruf a, Pasal 17 ayat (2a1, atau Pasal 31E UndangUndang Pajak Penghasilan;
    b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan
    komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa
    Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian
    khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa
    sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (41;
    c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak
    Penghasilan berdasarkan :
    1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
    atau
    (1)
    (2)
    2. Peraturan(3)
    (4)
    (s)
    (1)
    (2)
    FRES IDEN
    REPIJBLIK INDONESIA
    5-
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
    tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
    dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
    Berjalan beserta perubahan atau penggantinya;
    dan
    d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
    a, wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur
    Jenderal Pajak.
    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk
    Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya tidak dapat
    dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
    Pemerintah ini.
    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
    Peraturan Menteri Keuangan.
    Pasal 4
    Besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan jumlah
    peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak
    terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yang
    ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto
    dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang.
    Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suamiisteri yang:
    a. menghendaki perjanjian pemisahan harta dan
    penghasilan secara tertulis; atau
    b. isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan
    hak dan kewajiban perpajakannya sendiri,
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal B ayat (2) huruf b
    dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan,
    besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan
    peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.
    Pasal 5(1)
    PRES IDEN
    REPUELIK INDONESIA
    6-
    Pasal 5
    Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan
    yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
    ayat (1) yaitu paling lama:
    a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
    b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi WEib Pajak badan
    berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau
    firma; dan
    c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan
    berbentuk perseroan terbatas.
    Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terhitung sejak:
    a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak
    yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan
    Pemerintah ini, atau
    b. Tahun Pajak beriakunya Peraturan Pemerintah ini,
    bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum
    berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
    Pasal 6
    Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11 setiap
    bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang
    digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
    bersifat final.
    Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
    imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
    yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum
    dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau
    potongan sejenis.
    Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikalikan
    dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
    pada ayat (i).
    (21
    (1)
    (21
    (3)
    Pasal 7(1)
    (2)
    (2)
    (3)
    (1)
    PRES I DEN
    REPUBLIK INDONESIA
    7-
    Pasal 7
    Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
    (1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan
    telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
    delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha
    tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan akhir
    Tahun Pajak bersangkutan.
    Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh pada
    Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak
    Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a,
    Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 3lE Undang-Undang Pajak
    Penghasilan.
    Pasal B
    Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud
    dalam Pasal 6 ayat (3) dilunasi dengan cara:
    a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki
    peredaran bruto tertentu; atau
    b. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau
    Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak
    bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak
    yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut
    Pajak.
    Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib
    dilakukan setiap bulan.
    Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
    terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
    wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak
    untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai
    Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan

  • yaqi ahmed

    Member
    25 June 2018 at 12:13 pm

    dear rekan,

    setelah jangka waktu pp 23/2018 ini berakhir untuk OP. setelah 7 tahun apakah OP harus melakukan kewajiban perpajakan dgn tarif biasa (Pasal 17) ?

  • BEKAWE

    Member
    25 June 2018 at 12:38 pm
    Originaly posted by yaqi ahmed:

    dear rekan,

    setelah jangka waktu pp 23/2018 ini berakhir untuk OP. setelah 7 tahun apakah OP harus melakukan kewajiban perpajakan dgn tarif biasa (Pasal 17) ?

    tentu saja. berdoa sebelum tujuh tahun ada revisi undang undang wkwkwkw

  • muday27

    Member
    25 June 2018 at 1:30 pm

    Apakah kita harus mengajukan penurunan tarif dari 1% ke 0,5% ke KPP setempat atau langsung ?

  • coldwiwid

    Member
    25 June 2018 at 1:33 pm

    yg wajib mengajukan permohonan apakah yg pakai tarif 0,5% atau tarif biasa?
    dan kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli

  • hangsengnikkei

    Member
    25 June 2018 at 1:39 pm
    Originaly posted by coldwiwid:

    yg wajib mengajukan permohonan apakah yg pakai tarif 0,5% atau tarif biasa?

    yg kena 0.5% tapi memilih pakai tarif biasa

    Originaly posted by coldwiwid:

    dan kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli

    masa juli 2018

  • hamter

    Member
    25 June 2018 at 2:05 pm

    numpang tanya

    Di pasal 8 (3) dibilang : Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
    terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
    Peraturan Pemerintah ini.

    di pasal 9 (1) dibilang : Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak.

    1. berarti surat keterangan ini wajib diajukan oleh wp ya ?
    2. apakah pihak pemotong ini termasuk pihak swasta badan yang melakukan pemotongan pph 23,4(2),22 dsb ?
    3. berarti kalau transaksi dengan pemotong, akan selalu dipotong pph sebesar 0,5% ya ? lalu kalau dipotong, nanti wp dapet apa ? bukti penyetoran ?

    terima kasih

  • hangsengnikkei

    Member
    25 June 2018 at 2:11 pm

    masih banyak lah pertanyaannya, lagi2 pertanyaan yg akan rame itu adalah utk wp yg baru terdaftar setelah 1 juli 2018 itu pake pp 23 atau pake pph 25??

    hehehe…

  • ali_sadikin79

    Member
    25 June 2018 at 2:33 pm

    kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli?apakah sudah ada juklak dari dirjen pajak

  • restiyoun

    Member
    25 June 2018 at 2:59 pm

    Rekan sekalian di PP ini untuk pasal 3 ayat (2) huruf a itu maksudnya seperti apa ya?

  • abrahamchandra

    Member
    26 June 2018 at 9:28 am
    Originaly posted by hamter:

    1. berarti surat keterangan ini wajib diajukan oleh wp ya ?

    ini konteksnya SKB

    Originaly posted by hamter:

    2. apakah pihak pemotong ini termasuk pihak swasta badan yang melakukan pemotongan pph 23,4(2),22 dsb ?

    yup

    Originaly posted by hamter:

    3. berarti kalau transaksi dengan pemotong, akan selalu dipotong pph sebesar 0,5% ya ? lalu kalau dipotong, nanti wp dapet apa ? bukti penyetoran ?

    bukan.. maksudnya adalah jika anda perusahaan jasa yang kegiatan utamanya adalah memberikan jasa, biasanya kan dipotong PPh 23 tuh. dan karena anda perusahaan final yang membayar 0,5% karena omset tidak lebih dari 4,8M pertahun, maka pada saat pelaporan SPT Badan, bukti potong yang anda terima tidak terpakai, karena kalau terpakai akan jadi lebih bayar, oleh sebab itu bisa diajukan SKB (surat keterangan bebas PPh 23,22) jadi transaksi jasa yang anda lakukan tidak terutang PPh 23 lagi. bukan maksudnya tiap transaksi dipotong 0,5%, itu salah

  • hanaatika

    Member
    26 June 2018 at 9:44 am

    Apakah peraturan ini juga berlaku untuk peredaran bruto (dibawah 4,8 M) usaha pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang sudah dikenai tarif pph final berdasarkan PP 34 tahun 2016 ?

  • abrahamchandra

    Member
    26 June 2018 at 9:49 am
    Originaly posted by hanaatika:

    Apakah peraturan ini juga berlaku untuk peredaran bruto (dibawah 4,8 M) usaha pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang sudah dikenai tarif pph final berdasarkan PP 34 tahun 2016 ?

    tidak.. penjualan tanah dan bangunan tidak terutang PP 23 ini

Viewing 1 - 15 of 53 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now