• SE-47/PJ.6/1999

  • ramces

    Member
    10 September 2012 at 11:31 pm

    Dear Teman Ortax,

    Kasih pendapatnya dong.
    Untuk pengenaan PBB sudah diterbitkan Surat Edaran terbaru
    SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C" SE – 48/PJ/2011" yang mengganti "SE-26/PJ.6/1999."

    namun dalam SE – 48/PJ/2011 tidak menyebutkan bahwa SE – 47/PJ.6/1999 yang merupakan rujukan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 hal Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 ikut dicabut.

    yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-26/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?

    Mohon tanggapannya yach……………..

  • ramces

    Member
    10 September 2012 at 11:31 pm
  • ramces

    Member
    10 September 2012 at 11:32 pm
    Originaly posted by ramces:

    yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-26/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?

    Mohon tanggapannya yach……………..

    sorri ralat

    yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-47/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?

  • priadiar4

    Member
    11 September 2012 at 8:01 am

    ini SE 47/1999

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    29 Juli 1999

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 47/PJ.6/1999

    TENTANG

    PENYEMPURNAAN TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN
    PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C SEBAGAIMANA DIATUR DENGAN
    SURAT EDARAN NOMOR : SE-26/PJ.6/1999

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menunjuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 hal Petunjuk
    Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 Khusus Untuk
    Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C,
    dengan ini disampaikan bahwa mengingat pada tahap penyelidikan umum sampai dengan tahap eksplorasi
    hanya sebagian areal Wilayah Kuasa Pertambangan yang dimanfaatkan oleh wajib pajak, maka pengenaan
    PBB atas areal belum produktif dan areal tidak produktif disempurnakan dengan memperhitungkan tahapan
    kegiatan penambangan sebagai berikut :

    1. Penyelidikan umum, adalah sebesar 5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai
    Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah
    Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

    2. Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah
    Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
    Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

    3. Eksplorasi untuk perpanjangan I dan II, adalah sebesar 50% dari luas areal Wilayah Kuasa
    Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
    Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;

    4. Pembangunan Fasilitas Eksploitasi (konstruksi) sampai dengan produksi adalah luas areal Wilayah
    Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
    Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

    Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

    A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

    ttd

    HASAN RACHMANY

    Ini SE 26/1999

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    23 April 1999

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 26/PJ.6/1999

    TENTANG

    PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN DIRJEN PAJAK NO. KEP-16/PJ.6/1998
    TANGGAL 30 DESEMBER 1998 KHUSUS UNTUK PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS
    SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember
    1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    1. Dalam pelaksanaan pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
    Panas Bumi dan Galian C, yang dimaksud dengan :
    a. Areal produktif adalah areal yang telah dieksploitasi/menghasilkan galian tambang (tahap
    eksploitasi);
    b. Areal belum produktif adalah areal belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan
    menghasilkan galian tambang (tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi);
    c. Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang;
    d. Areal emplasemen adalah areal yang di atasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan;
    e. Areal lainnya adalah areal perairan yang digunakan berkaitan untuk pelabuhan khusus
    dengan usaha pertambangan.
    g. Hasil bersih adalah pendapatan kotor dari hasil penjualan galian tambang setahun dikurangi
    biaya eksploitasi dimulut tambang (Run on Mine)

    2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
    Panas Bumi dan Galian C ditentukan sebagai berikut :
    a. Areal produktif adalah sebesar 9,5 x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
    tahun pajak berjalan;
    b. Areal belum prduktif, areal tidak produktif, dan areal emplasemen didalam atau diluar wilayah
    kuasa pertambangan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana
    ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama
    Menteri Keuangan;
    c. Areal perairan adalah sebesar luas perairan dikalikan dengan nilai jual objek pajak
    perairan yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi
    nilai jual objek pajak permukaan bumi berupa tanah sekitarnya sebagaimana perhitungan
    pada lampiran Va dan Vb Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 tanggal
    30 Desember 1998 dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Menteri
    Keuangan;
    d. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang
    disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam
    Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

    3. Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Perhitungan disesuaikan sebagaimana
    contoh pada Lampiran 1 dan 2 Surat Edaran ini.

    Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

    A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

    ttd

    HASAN RACHMANY

    dan ini SE 48/2011

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ __________________________________________
    3 Agustus 2011

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 48/PJ/2011

    TENTANG

    TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN
    NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Dalam rangka memberikan pemahaman yang sama dalam pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas
    selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    A. Pengertian

    Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
    1. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat dengan NJOP adalah harga rata-rata yang
    diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
    transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
    sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
    2. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang
    meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
    penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
    3. Wilayah kuasa pertambangan adalah Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah
    Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
    4. Areal Produktif adalah areal yang telah dieksploitasi atau telah menghasilkan galian tambang
    (tahap eksploitasi).
    5. Areal belum produktif adalah areal yang belum menghasilkan galian tambang tetapi
    sewaktu-waktu akan menghasilkan galian tambang (tahap penyelidikan umum, eksplorasi,
    studi kelayakan, dan konstruksi).
    6. Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang.
    7. Areal emplasemen adalah areal yang diatasnya terdapat bangunan dan/atau pekarangan.
    8. Areal lainnya adalah areal perairan yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha
    pertambangan (pelabuhan khusus).
    9. Hasil bersih galian tambang adalah pendapatan kotor satu tahun dikurangi dengan biaya
    eksploitasi atas objek dimaksud.
    10. Harga patokan penjualan mineral dan batubara adalah harga mineral dan batubara pada suatu
    titik serah penjualan (at sale point) secara Free On Board (FOB) di atas kapal pengangkut
    (vessel) untuk masing-masing komoditas tambang sebagaimana ditetapkan setiap bulan oleh
    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    B. Tata Cara Penentuan Besarnya NJOP

    1. Areal produktif adalah sebesar 9,5 x Hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
    tahun pajak berjalan.
    2. Areal belum produktif, areal tidak produktif, dan areal emplasemen di dalam atau diluar wilayah
    kuasa pertambangan adalah sebesar NJOP berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
    Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
    3. Areal perairan adalah sebesar luas perairan dikalikan dengan NJOP perairan yang ditentukan
    berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa
    tanah sekitarnya sebagaimana perhitungan pada lampiran Va dan Vb Keputusan Direktur
    Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 dan ditetapkan oleh
    Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Menteri Keuangan;
    4. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang
    disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam
    Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.

    C. Tata Cara Penentuan Hasil Bersih

    1. Hasil bersih galian tambang sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1 ditentukan dengan
    cara, pendapatan kotor hasil penjualan galian tambang di mulut tambang (Run On Mine/ROM)
    dikurangi dengan biaya eksploitasi.
    2. Pendapatan kotor hasil penjualan galian tambang di mulut tambang sebagaimana dimaksud
    pada angka 1 ditentukan dengan cara, harga patokan penjualan mineral dan batubara untuk
    masing-masing komoditas tambang dikalikan dengan hasil produksi galian tambang, dan
    dikurangi dengan biaya-biaya sebagai berikut :
    a. Biaya pengolahan dan pe

  • ramces

    Member
    11 September 2012 at 8:17 pm

    rekan priadiar4, jadi Apakah SE-47/PJ.6/1999 masih berlaku sampai saat ini?

  • priadiar4

    Member
    12 September 2012 at 7:35 am

    Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini —> SE 48/2011 Surat Edaran Direktur Jenderal
    Pajak Nomor SE-26/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No.
    KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 Khusus Untuk Pengenaan PBB Sektor
    Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C, dicabut dan
    dinyatakan tidak berlaku.

    Originaly posted by ramces:

    rekan priadiar4, jadi Apakah SE-47/PJ.6/1999 masih berlaku sampai saat ini?

    tidak

  • POERBA

    Member
    7 January 2014 at 11:05 pm

    Dear all friend, tolong masukannya untuk kasus dibawah ini yah.
    Pd tahun 2009 perusahaan pertambangan melakukan perhitungan PBB nya sbb :
    luas area sesuai KP/IUP = 1.000 m2
    area belum produksi = 200 m2
    area tidak produktif = 800 m2
    Lalu terbit skp atas pbb tahun 2009 yg isinya adalah area yg dikenakan objek pajak adalah :
    area belum produksi = 1.000 m2
    ketika melihat se 47 tahun 1999, disebutkan bahwa :
    "Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;"
    Jika ijin eksplorasi pertambangan diperoleh pada tahun 2008, maka menurut saya perhitungan pbb nya adalah sebagai berikut :
    area belum produksi= 20% x 1.000m2 = 200 m2
    dan 200 m2 inilah yg menjadi objek pajak pbb.
    Mohon masukannya benarkah seperti ini perhitungannya?
    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih..

  • POERBA

    Member
    8 January 2014 at 10:07 am

    Sundul gan.. Hehehe..

  • POERBA

    Member
    8 January 2014 at 5:55 pm

    Tidak adakah yang mau menanggapi ini.. hikss.. help me pliss..

  • priadiar4

    Member
    9 January 2014 at 7:38 am
    Originaly posted by POERBA:

    Tidak adakah yang mau menanggapi ini.. hikss.. help me pliss..

    bantu sundul hehe

  • POERBA

    Member
    9 January 2014 at 10:28 am

    Hahaha.. Pak pri.. tanggapan anda gimana pak? benarkah seperti itu perhitungannya bedasarkan SE 47 tersebut?
    Thanks..

  • heppy

    Member
    13 January 2014 at 4:40 am

    Saya coba membantu rekan….
    Pengenaan pbb pertambangan th 2009 mengacu ke SE-47 th 2009.

    Originaly posted by POERBA:

    Pd tahun 2009 perusahaan pertambangan melakukan perhitungan PBB nya sbb :
    luas area sesuai KP/IUP = 1.000 m2

    Originaly posted by POERBA:

    se 47 tahun 1999, disebutkan bahwa :
    "Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan

    Benar rekan seperti itu jadi karena status ijinnya eksplorasi maka yg dikenakan adalah 20% dari luas ijin.
    = 20% x 1000 = 200 m2
    Demikian semoga membantu

  • heppy

    Member
    13 January 2014 at 4:44 am
    Originaly posted by heppy:

    mengacu ke SE-47 th 2009.

    Maaf, SE-47 th 1999 maksudnya…

  • priadiar4

    Member
    17 January 2014 at 2:13 pm
    Originaly posted by POERBA:

    Hahaha.. Pak pri.. tanggapan anda gimana pak? benarkah seperti itu perhitungannya bedasarkan SE 47 tersebut?
    Thanks..

    pernah ada yang menyinggung ini katanya sih dari pendapat majelis PP, namun sayang dia gak cantumin no putusan berapa ..

  • POERBA

    Member
    17 January 2014 at 2:30 pm

    kl perusahaan yg sudah mendapat ijin eksploitasi masih bisa menggunakan 20% kah?

Viewing 1 - 15 of 17 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now