Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 254/KMK.03/2001

Kategori : PPh

Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 254/KMK.03/2001

TENTANG

PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya;


Mengingat:

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATA CARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA.



Pasal 1

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, adalah :

  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
  3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada butir 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun non-APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya.



Pasal 2

(1)

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan PasaI 22 ditetapkan sebagai berikut :

  1. Atas impor :
    1. yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
    2. yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
    3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
  2. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3, dan 4 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
  3. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 dan 6 berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
(2)

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.



Pasal 3

(1)

Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :

  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
  2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai :
    1)

    barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;

    2)

    barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia;

    3)

    barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;

    4)

    barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;

    5)

    barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

    6)

    barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;

    7)

    peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

    8) barang pindahan;
    9)

    barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan Pabean;

    10)

    barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;

    11)

    persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;

    12)

    barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan dan keamanan negara;

    13)

    Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

    14)

    buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

    15)

    kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;

    16)

    pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

    17)

    kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;

    18)

    peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;

  3. Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali;
  4. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
  5. pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-benda pos;
  6. emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
  7. pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;
  8. impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2)

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

 

(3)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 

(4)

Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, e, g dan h dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).



Pasal 4

(1)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.

(2)

Dalam hal pembayaran Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

(3)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1, 2 dan 3 terutang dan dipungut pada saat pembayaran.

(4)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 terutang dan dipungut pada saat penjualan.

(5)

Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order).



Pasal 5

(1)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1 dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh importir yang bersangkutan ke bank devisa, atau bank persepsi, atau bendaharawan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

(3)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 dilaksanakan dengan cara pemungutan dan penyetoran oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

(4)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh penyalur, agen dan atau pembeli lainnya ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro.



Pasal 6

(1)

Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dilakukan secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak.

(2)

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3, yaitu :

  1. lembar pertama untuk pembeli;
  2. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak;
  3. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
(3)

Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir dan atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), (2) dan (4) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan pajak.



Pasal 7

(1)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 6 kepada penyalur/agen bersifat final.

(2)

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 dapat bersifat final berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.



Pasal 8

Pimpinan badan/instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 atau pejabat yang ditunjuk olehnya wajib melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22.



Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Keputusan Direktur Jenderal Anggaran.



Pasal 10

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor 450/KMK.04/1997 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan Serta Tatacara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 444/KMK.04/1999 dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 11

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei 2001.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.


 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2001
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

 

ttd

 

PRIJADI PRAPTOSUHARDJO