Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 30/PJ.42/1996

Kategori : PPh

Tatacara Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan (Seri PPh Umum Nomor 36)


14 Agustus 1996


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 30/PJ.42/1996

TENTANG

TATA CARA PELAKSANAAN PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP PERUSAHAAN (SERI PPh UMUM NOMOR 36)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf m jo. Pasal 19 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap merupakan penghasilan dan dikenakan PPh dengan tarif tersendiri berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 507/KMK.04/1996 tanggal 13 Agustus 1996 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan (terlampir), dengan ini diberikan penegasan tentang tata cara pelaksanaannya, sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan tersebut, yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap yang terletak atau berada di Indonesia adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.
    Kewajiban pajak sebagaimana dimaksud dalam Keputusan tersebut adalah semua kewajiban pajak dari Wajib Pajak tersebut, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Ppn BM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah terutang sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali.

  2. Aktiva tetap yang dapat dilakukan penilaian kembali sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah semua aktiva berwujud, termasuk tanah tetapi tidak termasuk aktiva bukan bangunan kelompok 1.
    Disamping itu aktiva tetap yang akan dinilai kembali tersebut telah dimiliki oleh Wajib Pajak lebih dari 5 (lima) tahun dan masih digunakan oleh Wajib Pajak untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, serta kepemilikan tersebut tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan (bukan persediaan barang dagangan).

  3. Penilaian kembali aktiva tetap harus dilakukan oleh Wajib Pajak atas seluruh aktiva yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada butir 2. Dengan demikian Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk melakukan penilaian kembali atas sebagian aktiva atau aktiva tertentu, misalnya kelompok bangunan saja.

  4. Penilaian kembali aktiva tetap harus dilakukan oleh lembaga penilai yang diakui pemerintah. Penilaian kembali aktiva dihitung berdasarkan nilai pasar wajar yang berlaku pada saat dilakukannya penilaian kembali dengan menggunakan metode penilaian yang lazim berlaku di Indonesia.

  5. Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan tersebut, atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen). Untuk menghitung besarnya PPh yang terutang, selisih penilaian kembali aktiva tetap wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal apabila Wajib Pajak mempunyai sisa kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan.
    Contoh 1 :
    PT. A mempunyai aktiva tetap berwujud dengan nilai buku fiskal sebesar Rp.300.000.000,00 dan akan melakukan penilaian kembali aktiva yang memenuhi persyaratan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Penilaian kembali dilakukan oleh lembaga penilai yang menetapkan bahwa nilai pasar wajar aktiva tersebut sebesar Rp. 800.000.000,00. Dengan demikian selisih penilaian kembali aktiva yang dikenakan PPh adalah Rp. 500.000.000,00 dan PPh yang terutang sebesar 10% atau Rp. 50.000.000,00.
    Contoh 2 :
    Dalam hal PT. A dalam contoh 1 masih mempunyai sisa kerugian fiskal yang masih dapat dikompensasikan sebesar Rp.400.000.000,00, maka selisih penilaian kembali aktiva tersebut dikurangkan terlebih dahulu dengan sisa kerugian fiskal tersebut. Dengan demikian selisih lebih penilaian aktiva yang dikenakan PPh adalah Rp. 100.000.000,00 (Rp. 500.000.000,00 - Rp.400.000.000,00) dan PPh yang terutang menjadi 10% dari Rp.100.000.000,00 atau sebesar Rp. 10.000.000,00.

  6. Selisih lebih penilaian kembali aktiva setelah kompensasi kerugian dibukukan dalam perkiraan tersendiri yaitu perkiraan "Selisih Penilaian Kembali Aktiva" dan termasuk dalam kelompok perkiraan modal.
    Penerimaan saham bonus atau pencatatan tambahan nilai saham tanpa penyetoran kepada para pemegang saham, sebagai akibat pemindahbukuan perkiraan "Selisih Penilaian Kembali Aktiva "ke perkiraan Modal Saham, tidak dikenakan PPh bagi pemegang saham sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994. Perkiraan "Selisih Penilaian Kembali Aktiva" juga dapat digunakan sebagai tambahan cadangan modal.

  7. Dalam hal Wajib Pajak melakukan juga penilaian kembali atas aktiva yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada butir 2, misalnya atas aktiva bukan bangunan kelompok 1 atau atas aktiva yang dimiliki Wajib Pajak tidak lebih dari 5 (lima) tahun, maka atas selisih penilaian kembali dari aktiva yang tidak memenuhi syarat tersebut wajib digabungkan dengan penghasilan lainnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dan dikenakan PPh sesuai dengan tarif umum yang berlaku.
    Oleh karena itu, Wajib Pajak yang melakukan juga penilaian kembali atas aktiva yang tidak memenuhi syarat tersebut, wajib membuat perhitungan secara terpisah atas selisih penilaian kembali dari aktiva yang tidak memenuhi syarat tersebut.

  8. Mulai tahun pajak dilakukannya penilaian kembali aktiva, penyusutan atas aktiva yang telah dinilai kembali tersebut dilakukan berdasarkan nilai pasar wajar yang baru sebagaimana dimaksud pada butir 4 dengan menggunakan tarif penyusutan dan masa manfaat sesuai dengan kelompok harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 82/KMK.04/1995.
    Contoh 3 :
    Aktiva berupa bangunan permanen yang dibangun dalam tahun 1986 dan mempunyai sisa masa manfaat 10 tahun dengan nilai sisa buku per 31 Desember 1995 sebesar Rp.100.000.000,00, dilakukan penilaian kembali pada tanggal 31 Desember 1996 dengan nilai wajar sebesar Rp. 300.000.000,00. Apabila atas penilaian aktiva tersebut telah disetor PPh final sebesar 10% x Rp.200.000.000,00 atau Rp. 20.000.000,00 dan neraca penyesuaian telah disahkan oleh Kepala KPP yang bersangkutan, maka masa manfaat yang baru dari bangunan tersebut adalah 20 (dua puluh) tahun. Dengan demikian besarnya penyusutan atas aktiva bangunan tersebut untuk tahun pajak 1996 dan seterusnya adalah 5% x Rp.300.000.000,00 atau sebesar Rp.15.000.000,00 setiap tahunnya.

  9. Wajib Pajak yang telah melakukan penilaian kembali berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut tidak diperkenankan untuk melakukan penilaian kembali aktiva lagi sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun. Setelah lewat jangka waktu tersebut, Wajib Pajak dapat melakukan lagi penilaian kembali atas aktiva berupa tanah dan atas aktiva yang belum pernah dilakukan penilaian kembali. Dengan demikian, kecuali aktiva berupa tanah, aktiva berwujud hanya dapat dilakukan penilaian kembali 1 (satu) kali berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tersebut.

  1.  
  1. Wajib Pajak tidak diperkenankan untuk mengalihkan aktiva yang telah dilakukan penilaian kembali sebelum jangka waktu yang telah ditentukan, yaitu 5 (lima) tahun untuk aktiva berupa tanah dan/atau bangunan, dan 3 (tiga) tahun untuk aktiva lainnya, kecuali pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 637/KMK.04/1994 yang telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 474/KMK.04/1995.

  2. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pengalihan atas aktiva yang telah dilakukan penilaian kembali tersebut sebelum jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka atas selisih lebih penilaian kembali aktiva setelah diperhitungkan dengan kompensasi kerugian, yang telah dikenakan PPh yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen), dikenakan tambahan PPh yang bersifat final sebesar 15% (lima belas persen) dan terutang pada saat pengalihan tersebut dilakukan.
    Contoh 4 :
    Aktiva bangunan sebagaimana dimaksud pada contoh 3 dijual oleh Wajib Pajak pada tanggal 25 Desember 2000 dengan nilai Rp. 400.000.000,00, maka pengenaan tambahan PPh yang bersifat final tersebut dihitung sebagai berikut :

    Nilai pasar per 31 Desember 1996
    Nilai buku per 31 Desember 1995
    Rp. 300.000.000,00
    Rp. 100.000.000,00
    Selisih penilaian Rp. 200.000.000,00
    PPh final per 31 Desember 1996, 10% Rp. 20.000.000,00

    Tambahan PPh final atas selisih penilaian kembali tersebut adalah
    15% x Rp.200.000.000,00 atau Rp. 300.000.000,00 harus disetor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pengalihan tersebut.
    Catatan :
    Dalam contoh ini tambahan PPh final sebesar 15% tidak dikenakan bila aktiva bangunan dijual setelah 31 Desember 2001, sebab telah lewat jangka waktu lima tahun. Atas keuntungan dari pengalihan aktiva bangunan tersebut dikenakan PPh sesuai ketentuan yang berlaku sebagai berikut :

    Nilai pasar per 31 Desember 1996
    Penyusutan tahun 1996 s/d tahun 1999, 20%
    Rp. 300.000.000,00
    Rp. 60.000.000,00
    Nilai buku per 1 Januari 2000
    Nilai jual per 25 Desember 2000
    Rp. 240.000.000,00
    Rp. 400.000.000,00
    Keuntungan penjualan Rp. 160.000.000,00

    Keuntungan penjualan tersebut dikenakan PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  3. Keuntungan atau kerugian dari pengalihan aktiva yang telah dilakukan penilaian kembali, baik yang pengalihannya dilakukan sebelum atau sesudah lewat jangka waktu yang telah ditentukan pada huruf a, merupakan penghasilan atau kerugian yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, kecuali untuk pengalihan aktiva yang dikenakan PPh secara final.

  1.  
  1. Setelah melakukan penilaian kembali, Wajib Pajak wajib memberitahukan hasil penilaian kembali Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar, dengan melampirkan neraca penyesuaian dan penghitungan selisih lebih yang telah dilakukan oleh penilai, serta Surat Setoran Pajak (SSP) Final. Pemberitahuan beserta keterangan lampiran termasuk SSP final atas selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tersebut wajib disampaikan ke KPP selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau tahun buku Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak memasukkan pemberitahuan serta kelengkapan lampiran setelah jangka waktu tersebut di atas, maka penilaian kembali aktiva tetap tersebut baru diakui secara fiskal untuk tahun pajak atau tahun buku berikutnya. Contoh 5 : Wajib Pajak melakukan penilaian kembali aktiva per 31 Desember 1996, akan tetapi pemberitahuan serta kelengkapan lampirannya baru dimasukkan kepada Kepala KPP pada bulan April 1997. Dalam hal tersebut perhitungan PPh untuk tahun pajak 1996 masih menggunakan nilai aktiva sebelum dilakukannya penilaian kembali. Dengan demikian, penyusutan dilakukan dengan menggunakan nilai pasar wajar baru dimulai dalam tahun pajak 1997.

  2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setelah meneliti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib mengesahkan neraca penyesuaian atau menolaknya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah tanggal pemberitahuan Wajib Pajak diterima dengan lengkap. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan pengesahan atau penolakan dengan alasan-alasannya setelah jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut, maka neraca penyesuaian yang disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap telah disetujui.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER