Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 104/PMK.01/2005

Kategori : BPHTB

Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 Tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 104/PMK.01/2005

TENTANG

PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 561/KMK.03/2004
TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka memberikan kemudahan penyediaan hak atas tanah dan bangunan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam nasional yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Sumatera Utara perlu diberikan fasilitas perpajakan berupa pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;

Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
  2. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 561/KMK.03/2004 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.



Pasal I


Mengubah beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagai berikut:


1. Ketentuan Pasal 1 huruf b diubah dengan menambah 1 (satu) angka yakni angka 10 dan Pasal 1 ditambah 1 (satu) huruf yakni huruf d, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 1


Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal:
1. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yaitu:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis;
2. Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (dua puluh) tahun yang dibuktikan dengan surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat;
3. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran;
4. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah.
   
2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu:
1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah dibebaskan oleh pemerintah untuk kepentingan umum;
3. Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah;
4. Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam rangkaian proses penggabungan usaha (merger);
5. Wajib Pajak Badan yang melakukan Penggabungan Usaha (merger) atau Peleburan Usaha (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Direktur Jenderal Pajak;
6. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta;
7. Wajib Pajak orang pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan POLRI atau janda/duda-nya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas Pemerintah;
8. Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS;
9. Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
10. Wajib Pajak yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui program Pemerintah di bidang pertanahan atau Wajib Pajak yang Objek Pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara.
   
3. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk pantai asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat.
   
4. Tanah dan atau bangunan di Nanggroe Aceh Darussalam yang selama masa rehabilitasi berlangsung yang digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, sekolah yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik institusi pelayanan sosial masyarakat"
   
2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 2


Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut:
1. sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3;
2. sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 2 dan angka 4, huruf b angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan angka 9, serta huruf c;
3. sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1, dan huruf b angka 3 dan angka 7;
4. sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 4, angka 8, dan angka 10 dan Pasal 1 huruf d."


Pasal II


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2005.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober 2005
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

JUSUF ANWAR