
Beberapa bulan lagi, tahun 2025 akan berakhir, dan kita akan memasuki babak baru dalam pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi. Untuk pertama kalinya, pelaporan SPT tahun pajak 2025 akan dilakukan melalui sistem Coretax, platform digital baru Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Coretax bukan sekadar sarana pelaporan daring, melainkan ekosistem data terpadu, misal informasi penghasilan dan pajak yang dipotong dapat dilihat secara otomatis di sistem, serta potensi data keuangan dari badan terkait. Bagi wajib pajak, ini berarti satu hal penting: data keuangan dan ekonomi kini saling terkoneksi. Dalam situasi tersebut, pelaporan pajak pribadi tidak cukup hanya benar secara formal, tetapi juga harus konsisten dengan jejak ekonomi aktual. Oleh karena itu, manajemen pajak pribadi dan kesiapan data menjadi langkah antisipatif yang krusial.
Bagi wajib pajak orang pribadi, pelaporan SPT seharusnya tidak berhenti pada pengisian formulir tahunan. Di era keterbukaan data, manajemen pajak pribadi menjadi bagian penting dari perencanaan keuangan. Salah satu langkah sederhana namun strategis adalah menyusun kertas kerja analisis pribadi setiap tahun. Kertas kerja ini berfungsi sebagai peta keuangan pribadi, yang merekonsiliasi mutasi penghasilan, harta, utang dan biaya hidup.
Melalui kertas kerja ini, wajib pajak dapat:
Langkah sederhana ini membantu wajib pajak tetap menjadi subjek aktif dalam sistem self-assessment, bukan sekadar pelapor pasif. Dengan menyiapkan rekonsiliasi pribadi setiap tahun, potensi perbedaan data—antara SPT dan informasi dari Coretax—dapat diminimalkan sejak awal.
Salah satu pendekatan yang kerap digunakan otoritas pajak–dalam kontek pemeriksaan–untuk menilai kewajaran laporan penghasilan adalah metode tidak langsung (indirect method), sebagaimana dijelaskan pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-65/PJ/2013. Bagi wajib pajak, penting memahami cara kerja pendekatan ini agar dapat menyiapkan bukti pendukung sejak awal.
Salah satu teknik utamanya adalah pendekatan biaya hidup (living cost approach), sebuah metode yang memperkirakan penghasilan berdasarkan pola konsumsi dan kenaikan kekayaan bersih. Prinsipnya: pengeluaran mencerminkan kemampuan ekonomi. Namun, karena metode ini bersifat estimatif, penerapannya tidak selalu mencerminkan penghasilan tahun berjalan. Seseorang bisa membeli aset dari hasil pinjaman, atau menggunakan tabungan dari penghasilan tahun-tahun sebelumnya.
Itulah mengapa wajib pajak perlu menyiapkan catatan sumber dana (misalnya: loan agreement, bukti penjualan aset, atau rekening koran) agar perbedaan waktu atau sumber pendanaan tidak disalahartikan sebagai tambahan penghasilan. Dengan pemahaman ini, wajib pajak bisa menempatkan diri secara strategis: bukan hanya mematuhi, tetapi juga memitigasi risiko salah tafsir bila data Coretax menampilkan arus dana besar yang sebenarnya tidak berasal dari penghasilan tahun berjalan.
Sistem Coretax sebagaimana digaungkan memadukan beragam data lintas instansi untuk membentuk profil ekonomi wajib pajak. Data tersebut meliputi:
Perlu ditekankan bahwa Coretax tidak menyimpan data “biaya hidup” secara langsung, tetapi menyusun profil kemampuan ekonomi (economic capacity profile) dari data-data di atas. Profil ini digunakan untuk memastikan bahwa pelaporan penghasilan, harta, dan pengeluaran konsisten satu sama lain. Bagi wajib pajak, hal ini berarti penting untuk memastikan bahwa setiap angka dalam SPT, mulai dari saldo kas, investasi, hingga cicilan, dapat dijelaskan dengan logika finansial yang wajar. Konsistensi data lintas sumber kini menjadi pondasi baru kepatuhan pajak di era digital.
Pendekatan berbasis data seperti Coretax dapat dijadikan dasar untuk membangun kesiapan. Risiko koreksi atau klarifikasi dapat diminimalkan bila wajib pajak secara rutin:
Pendekatan ini bukan hanya tentang kepatuhan administratif, tetapi juga mitigasi risiko hukum dan reputasi fiskal. Dengan dokumentasi yang baik, wajib pajak telah menyiapkan atas potensi klarifikasi dan pertanyaan atas elaborasi data Coretax secara faktual. Pada akhirnya, inti kepatuhan di era digital bukan hanya membayar pajak dengan benar, tetapi juga memastikan bahwa setiap angka dalam SPT dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan transparan.
Menjelang 2026, saat pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2025 dilakukan sepenuhnya melalui Coretax, paradigma kepatuhan pajak pribadi akan bergeser dari sekadar pelaporan menjadi pengelolaan risiko dan transparansi finansial. Kertas kerja analisis pribadi, dokumentasi transaksi, dan kesadaran terhadap pola pengeluaran akan menjadi tameng terbaik menghadapi sistem yang semakin terintegrasi. Dalam lanskap baru ini, wajib pajak yang cerdas adalah mereka yang siap, bukan sekadar patuh.
Categories:
Artikel Pajak
Jadwal Training

16 October 2025