Hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan kepada wajib pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). SPHP kemudian akan menjadi dasar penerbitan surat ketetapan pajak (SKP) kepada wajib pajak. Namun, SKP tersebut dapat dibatalkan jika tidak didahului dengan penyampaian SPHP atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Jika diterbitkan tanpa penyampaian SPHP dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, SKP dari hasil pemeriksaan dapat dibatalkan. Sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2025 (PMK 15/2025), pembatalan dapat dilakukan secara jabatan atau berdasarkan permohonan wajib pajak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 44 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2024 (PMK 118/2024), permohonan harus diajukan dengan mengemukakan tidak disampaikannya SPHP dan/atau tidak dilaksanakannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan disertai alasan. Permohonan pembatalan SKP hanya dapat diajukan 1 kali.
Atas permohonan yang diajukan, Direktur Jenderal Pajak akan melakukan penelitian. Dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal permohonan, Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak berdasarkan hasil penelitian.
Selain itu, pembatalan surat ketetapan pajak sebagai hasil pemeriksaan yang tidak sesuai prosedur dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Hal tersebut diatur pada Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP.
Jika dilakukan pembatalan, Pasal 21 ayat (2) PMK 15/2025 mengatur bahwa proses pemeriksaan harus dilanjutkan. Prosedur dilanjutkan dengan penyampaian SPHP dan/atau pembahasan akhir hasil pemeriksaan. Apabila pemeriksaan berkaitan dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dalam Pasal 17B ayat (1) UU KUP, jangka waktu 12 bulan menjadi tertangguh terhitung sejak tanggal diterbitkan SKP yang dibatalkan sampai dengan diterbitkannya keputusan pembatalan.
Categories:
Tax LearningJadwal Training
18 February 2025