Putusan Mahkamah Agung Nomor : 505/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPh Pasal 4 ayat (2)

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 505/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, berkedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta, 12190, dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kepala Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan kembali, Sub Direktorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Sub Direktorat Peninjauan kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2774/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT. AAA, tempat kedudukan di Jalan QQQ Nomor XX (Mall WWW Batanghari), Pasar Jambi, Kota Jambi;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding, telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut:

Bahwa sesuai dengan definisi dari Objek Pajak Penghasilan menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 adalah "setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun". Berdasarkan defenisi tersebut, menurut pendapat Pemohon Banding penerimaan listrik dari Tenant bukanlah merupakan penghasilan, dikarenakan listrik yang diterima adalah sebesar pemakaian Tenant atau Customer yang diukur melalui meteran listrik yang terpasang dimasing-masing tenant, dan dihitung sesuai dengan tarif dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN);

Bahwa penerimaan listrik bukan merupakan komponen dari nilai persewaan seperti yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Keberatan tersebut di atas, karena penerimaan listrik hanya sebesar pemakaian beban listrik yang dipakai oleh masing-masing Tenant untuk dibayarkan kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersama-sama pemakaian listrik untuk fasilitas umum lainnya yang ditanggung oleh Pemohon Banding;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:

Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari 2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 Nomor 00008/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013, atas nama PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, Alamat Jalan AAA Nomor XX (Mall WWW Batanghari), Pasar Jambi, Kota Jambi, sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 4 ayat (2)

PPh Pasal 4 ayat (2) terutang 
Kredit Pajak 
PPh yang kurang dibayar 
Sanksi Administrasi 
Jumlah pajak yang masih harus dibayar
Rp98.588.182,00

Rp 9.858.818,00
Rp 9.858.818,00
Rp               0,00
Rp               0,00
Rp               0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015, tanggal 22 April 2015, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 8 Agustus 2015, kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-2774/PJ/2015 tanggal 27 Juli 2015, diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 3 Agustus 2015, dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 3 Agustus 2015;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 8 Desember 2015, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya diajukan Jawaban yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal 14 Januari 2016;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan Peninjauan Kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Sengketa tentang koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 sebesar Rp150.165.074,00 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
II. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, memeriksa dan meneliti Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015, maka dengan ini
menyatakan sangat keberatan atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena pertimbangan hukum yang keliru dan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak atau setidaktidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyatanyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum sebagai berikut:
1. Bahwa pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak atas sengketa a quo ini sebagaimana tertuang dalam putusan a quo pada halaman 51-52, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut, Majelis berpendapat penerimaan Pemohon Banding dari para tenant yang terkait dengan penggantian biaya beban pemakaian listrik dari Perusahaan Listrik Negara dan pemakaian air bersih dari PDAM yang nyata-nyata menjadi beban langsung para tenant, bukan merupakan pendapatan Pemohon Banding, sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) huruf i dan Pasal 4 Ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh;
Bahwa Terbanding menyatakan, penagihan penggantian biaya listrik kepada para Tenant tidak murni berasal dari beban listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara karena Pemohon Banding juga menyediakan fasilitas genset sebagai cadangan darurat bila listrik dari Perusahaan Listrik Negara dipadamkan, sedangkan jaringan listrik menyatu dan tetap melalui Kwh Meter PT Perusahaan Listrik Negara;
Bahwa dalam persidangan Pemohon Banding dapat membuktikan bahwa yang ditagih dari para tenant adalah benar-benar tagihan dari Perusahaan Listrik Negara yang tercatat dalam Kwh Meter masingmasing Tetant;
Bahwa Majelis berpendapat pengaturan jaringan listrik yang dipasang PT Perusahaan Listrik Negara adalah sampai titik Kwh Meter, sedangkan untuk jaringan emergency dengan sumber daya listrik dari genset (emergency) disambungkan pada titik jaringan distribusi setelah Kwh Meter Perusahaan Listrik Negara terpasang, dengan menggunakan teknologi tertentu yang secara otomatis menggantikan listrik dari Perusahaan Listrik Negara yang terputus/padam tanpa melalui Kwh Meter, dan penyambungan jaringan emergency tersebut harus seizin dan di bawah pengawasan PT Perusahaan Listrik Negara;
Bahwa apabila listrik yang dihasilkan oleh genset (emergency) disambungkan pada titik jaringan sebelum Kwh Meter yang dipasang oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (sebagaimana dalil Terbanding), maka sesuai dengan sifat dan karakteristik listrik, mengakibatkan listrik yang dihasilkan oleh genset (emergency) tersebut akan tersambung ke seluruh jaringan PT Perusahaan Listrik Negara yang akan dikonsumsi tidak hanya oleh kawasan WWW Batanghari, tetapi dikonsumsi oleh seluruh pemakai listrik yang jaringannya terhubung dengan kawasan WWW Batanghari yang sama-sama mengalami pemadaman oleh PT. Perusahaan Listrik Negara;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat bahwa dalil Terbanding yang menyatakan listrik yang melalui Kwh Meter juga berasal dari genset yang disediakan oleh Pemohon Banding pada saat terjadi pemadaman oleh PT Perusahaan Listrik Negara, tidak didasarkan pada fakta dan bukti-bukti yang cukup dan terkait;
Bahwa berdasarkan uraian dan pertimbangan tersebut Majelis berkesimpulan, koreksi Terbanding atas DPP Pasal 4 Ayat (2) Final untuk Masa Juli 2011 sebesar Rp150.165.074,00 (seratus lima juta seratus enam puluh lima ribu tujuh puluh empat Rupiah) tidak dapat dipertahankan sehingga harus dibatalkan;
2. Bahwa ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pokok sengketa yang digunakan sebagai dasar hukum peninjauan kembali antara lain sebagai berikut:
2. 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak), antara lain menyebutkan :
Pasal 76:
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Memori penjelasan Pasal 76 menyebutkan:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-undang perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Memori penjelasan Pasal 78 menyebutkan:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
2. 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang PPh), mengatur bahwa:
Pasal 4 ayat (2) huruf d:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
2. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (PP 5), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2:
(1) Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang diterima atau diperoleh dari penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak, wajibdipotong Pajak Penghasilan oleh penyewa;
(2) Dalam hal penyewa bukan sebagai Pemotong Pajak maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerimaatau memperoleh penghasilan;
2. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final;
2. 4.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (KMK-120), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Mengubah ketentuan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996, sehingga seluruhnya menjadi sebagai berikut:
Pasal 2:
(1)  Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final;
(2) Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang peijanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan;
2. 5. Keputusan Terbanding Nomor KEP-227/PJ./2002 tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Berta Pelaporan Pajak Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (KEP-227), antara lain mengatur sebagai berikut:
Pasal 1:
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan;
Pasal 2:
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;
Pasal 3:
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan;
2. 6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.53/2003 Tentang Dasar Pengenaan Pajak Atas Service Charge dalam Rangka Kegiatan Jasa Persewaan Ruangan (SE-14), antara lain mengatur sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak atas service charge dalam rangka kegiatan persewaan ruangan adalah penggantian, yakni sebesar nilai tagihan service charge yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa;
3. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 serta berdasarkan penelitian atas dokumen-dokumen milik Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) dan faktafakta yang nyata-nyata terungkap pada persidangan, maka Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) menyatakan sangat keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak sebagaimanadiuraikan pada Butir V.1. di atas dengan alasan sebagai berikut:
3.1. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali sebagai pengelola Gedung WWW Batanghari melakukan penyewaan space ruangan berikut fasilitas pendukungnya bagi pelaku usaha (tenant);
3.2. Bahwa berdasarkan perjanjian sewa ruangan antara Termohon Peninjauan Kembali dengan para tenant (penyewa), antara lain dijelaskan tentang fasilitas dan spesifikasi teknis ruangan, serta biaya pelayanan Service Charge, sebagai berikut:
Fasilitas dan spesifikasi teknis ruangan berupa:
(1) Lantai Ruangan;
(2) Dinding Ruangan;
(3) AC Central;
(4) Listrik disediakan Termohon Peninjauan Kembali dan disediakan meteran. Biaya pemakaian listrik dibebankan kepada penyewa berdasarkan pemakaian masing-masing sesuai dengan tarif yang ditetapkan PLN tanpa biayatambahan;
(5) Air Bersih dengan sumber PDAM. Biaya pemakaian air dibebankan kepada penyewa berdasarkan pemakaian masing-masing;
(6) Sambungan telepon disediakan. Biaya pemakaian telepon dibayar oleh penyewa langsung ke Telkom;
Biaya service charge meliputi:
(1) Pemeliharaan gedung dan fasilitas umum seperti lift, eskalator, penerangan umum, air conditioner, genset, dan toilet umum;
(2) Biaya kebersihan umum dan keamanan dalam komplek;
(3) Biaya asuransi gedung;
(4) Biaya pemakaian Kwh listrik untuk penerangan umum dan pemakaian air untuk umum;
3.3. Bahwa berdasarkan penelitian Pemohon Peninjauan Kembali, penerimaan/pendapatan yang diperoleh Termohon Peninjauan Kembali dari para tenant adalah sebagai berikut:
- Penerimaan dari sewa ruangan,
- Penerimaan dari listrik dan air, serta;
- Penerimaan dari service charge;
Bahwa terkait dengan penerimaan sewa ruangan dan service charge, diketahui tidak ada sengketa karena penerimaan tersebut telah terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final;
Bahwa yang menjadi sengketa dalam banding yang juga merupakan sengketa dalam Permohonan Peninjauan Kembali ini adalah apakah penerimaan pembayaran listrik dan air juga terutang PPh Pasal 4 ayat (2) Final atau tidak;
Bahwa dengan demikian sengketa yang terjadi adalah sengketa yuridis dan tidak ada sengketa materil;
3.4. Bahwa ketentuan perpajakan terkait dengan sengketa ini adalah sebagai berikut:
3.4.1. Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang PPh:
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
3.4.2. Pasal 3 PP 5:
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final;
3.4.3. Pasal 2 KMK-120:
(1) Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan ataubangunan dan bersifat final;
(2) Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan "service charge" baik yang peijanjiannya dibuatsecara terpisah maupun yang disatukan;
3.4.4. Pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002.
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan;
3.5. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali berpendapat berdasarkan ketentuan dalam KEP-227, yang menjadi Objek PPh Pasal 4 ayat (2) adalah jumlah bruto dari penghasilan yang dibayarkan atau terutang pihak penyewa berdasarkan penghasilan dari sewa tanah, bangunan, biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan juga service charge dengan tarif final sebesar 10%;
Bahwa dengan demikian, Termohon Peninjauan Kembali berkewajiban untuk mengenakan tarif Pajak PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya tersebut kepada penyewa sejumlah bruto tersebut, bukan hanya dari jumlah service charges dan sewa ruangan saja;
3.6. Bahwa Putusan Pengadilan Pajak atas sengketa yang sejenis telah diputuskan Hakim Pengadilan Pajak dengan Putusan Nomor Put.55121/PP/M.VIIIA/25/2014 dimana dalam putusan tersebut koreksi yang Pemohon Peninjauan Kembali lakukan dipertahankanMajelis Hakim;
3.7. Bahwa sebagai tambahan informasi, pada persidangan tanggal 16 Juli 2014 Majelis Hakim sudah meminta kepada Termohon Peninjauan Kembali untuk membuat:
- Daftar rincian tagihan listrik dan air untuk masing-masing Tenant;
- Daftar penerimaan pembayaran listrik dan air dari masingmasing Tenant;
- Rekonsiliasi terhadap tagihan asli dari PLN dan PDAM;
Bahwa akan tetapi Termohon Peninjauan Kembali tidak pernah memenuhi permintaan Majelis Hakim tersebut dan tidak memberikan source document untuk membuktikan alasan bandingnya, sampai dengan berakhirnya masa persidangan;
3.8. Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyebutkan:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Bahwa dalam Memori Penjelasannya, dinyatakan sebagai berikut:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan; Bahwa menurut Pemohon Peninjauan Kembali, putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dengan demikian putusan Majelis Hakim tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak;
3.9. Bahwa berdasarkan uraian di atas, putusan Majelis Hakim yang tidak mempertahankan koreksi Pemohon Peninjauan Kembali atas sengketa koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 sebesar Rp150.165.074,00 (seratus lima puluh juta seratus enam puluh lima ribu tujuh puluh empat Rupiah) diajukanPeninjauan Kembali ke Mahkamah Agung;
4. Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum (fundamentum petendi) tersebut di atas secara keseluruhan telah membuktikan secara jelas dan nyata-nyata bahwa Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah memutus perkara a quo tidak berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak berdasarkan hasil penilaian pembuktian, sehingga pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim pada pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak nyata-nyata telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya dalam bidang perpajakan. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015tanggal 22 April 2015 harus dibatalkan;
III. Bahwa dengan demikian, putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.61000/PP/M.IB/25/2015 tanggal 22 April 2015 yang menyatakan: Mengabulkan seluruhnya banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-57/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari 2014 mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 Nomor: 00009/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013, yang telah dibetulkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-383/WPJ.27/2014 tanggal 27 Maret 2014, atas nama : PT. AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, Alamat Jalan AAA Nomor XX (Mall WWW Batanghari), Pasar Jambi, Kota Jambi, sehingga jumlah pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagaimana tersebut di atas, adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuanperaturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-57/WPJ.27/2014 tanggal 10 Januari 2014, mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 Nomor 00009/240/11/331/13 tanggal 15 April 2013 atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan :
  1. Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Final Masa Pajak Juli 2011 sebesar Rp150.165.074,00; yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam Memori Peninjauan Kembali oleh Pemohon Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo berupa pengaturan jaringan listrik yang dipasang PT. Perusahaan Listrik Negara adalah sampai titik Kwh Meter, sedangkan jaringan emergency dengan sumber daya listrik dari Genset yang disambungkan pada titik distribusi setelah Kwh Meter Perusahaan Listrik Negara terpasang yang telah mendapatkan izin PT. Perusahaan Listrik Negara disediakan oleh Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali disediakan dalam rangka apabila terjadi mengalami pemadaman, sehingga koreksi Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding tidak memiliki landasan yang mendasar dan oleh karenanya koreksi Terbanding (sekarang Pemohon Peninjauan Kembali) dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  2. Bahwa dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajuukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam Peninjauan Kembali;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;

Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Rabu, tanggal 17 Mei 2017 oleh Dr. H. DTG, S.H., M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.HBP, S.H., M.S., dan WLS, S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh JNB, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

ttd./

Dr. H.HBP,S.H.,M.S.

ttd./

WLS, S.H., M.H.
Ketua Majelis,

ttd./

Dr. H.DTG, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,

ttd./

JNB, S.H., M.H.
Biaya-biaya :
1. Meterai  ........................................   Rp       6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp       5.000,00
3. Administrasi .................................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara



H. LQF, SH.
NIP. : XXXX0XXXXXXX0XX00X