Putusan Mahkamah Agung Nomor : 66/B/PK/PJK/2017

Kategori : PPN dan PPnBM

bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang telah berk


 

PUTUSAN
Nomor 66/B/PK/PJK/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG


Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;

Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-183/PJ./2014 tanggal 29 Januari 2014;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;

melawan:


PT AAA, tempat kedudukan di Ruko Perum WWW R-X, Caturtunggal, Depok, Sleman;

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai berikut: Bahwa Surat Keputusan Terbanding menyatakan Pemohon Banding terutang pajak sebesar Rp200.019.242,00 dengan sanksi kenaikan Pasal 13 (3) KUP sebesar Rp200.019.242,00;
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa terdapat koreksi atas Faktur Pajak Masukan sebesar Rp200.019.242,00
karena dianggap cacat sehingga tidak dapat dikreditkan. Faktur Pajak tersebut dianggap cacat karena tidak ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang berhak ”yang telah dilaporkan ke KPP” sesuai dengan Pasal 10 (6) PER 13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran, prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian keterangan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan Faktur Pajak;

Bahwa menurut Pemohon Banding Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding kreditkan adalah sah karena sudah memenuhi syarat Pasal 9 (2b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewan (UU PPN) yang sudah sesuai memenuhi ketentuan formal Pasal 13 (5) dan ketentuan material Pasal 13 (9) Undang-Undang PPN;

Bahwa seluruh faktur pajak yang Pemohon Banding kreditkan adalah sah berdasarkan transaksi yang benar dan ditandatangani oleh direktur perusahaan pembeli yang menurut kami tidak perlu melaporkan ke KPP sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 10 (6) PER 13/PJ/2010 tersebut. Merujuk pada Pasal 32 (1a) Undang-Undang KUP disebutkan bahwa pengurus perusahaan mewakili perusahaan dalam menjalankan hak dan kewaiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan demikian, direktur adalah pejabat yang sah untuk menandatangani faktur pajak tanpa harus memberikan kuasa kepada dirinya sendiri lalu melaporkan diri ke KPP sebagai pejabat yang berwenang menandatangani Faktur Pajak;

bahwa dengan demikian, seluruh faktur pajak yang Pemohon Banding kreditkan adalah sah dan dapat dikreditkan;

Bahwa berdasarkan perhitungan Pemohon Banding, kewajiban PPN untuk masa September 2010 adalah sebagai berikut:

No Keterangan Cf Terbanding Cf Pemohon Banding
1 PPN kurang (lebih) bayar (200,019,242) (320,250,226)
2 Sanksi kenaikan (ps 13 ayat 3) - -
3 Jumlah yang kurang (lebih) dibayar (200,019,242) (320,250,226)

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00005/207/10/542/11 tanggal 7 Oktober 2011, atas nama PT AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, alamat di Ruko Perum WWW R-X, Caturtunggal, Depok, Sleman, sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 dihitung kembali sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak
- Ekspor Rp 1.371.885.019,00
- Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri Rp 0,00
Penghitungan PPN Kurang Bayar:
a. Pajak Keluaran yang harus dipungut/dibayar sendiri Rp 0,00
b Dikurangi :
d. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan Rp 200.019.242,00
e. Jumlah perhitungan PPN Kurang (lebih) Bayar Rp (200.019.242,00)
Kelebihan Pajak yang sudah Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya Rp 200.019.242,00
PPN yang kurang dibayar Rp 0,00
Sanksi Administrasi Rp 0,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar Rp 0,00

Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada tanggal 26 November 2013 kemudian terhadapnya oleh Pemohon Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor SKU-183/PJ./2014 tanggal 29 Januari 2014 diajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal 13 Februari 2014 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-402/5.2/PAN/2014 yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal itu juga;

Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 1 Juli 2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan jawaban sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;

ALASAN PENINJAUAN KEMBALI


Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:

I. Tentang Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan yuridis formal pengkreditan Pajak Masukanatau mengabaikan fakta yang menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, sehingga menghasilkan putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 diajukan Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak):
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan alasan sebagai berikut:
e. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;
II. Tentang Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
1. Bahwa salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013, atas nama: PT AAA (Termohon Peninjauan Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan dikirimkan oleh Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 14 November 2013 dan diterima secara langsung oleh Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 28 November 2013 sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor Dokumen: 201311280276;
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 ini masih dalam tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia;
III. Tentang Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali ini adalah sebagai berikut:
Tentang Sengketa Koreksi Positif Pajak MasukanMasa Pajak September 2010 sebesar Rp200.019.242,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
IV. Tentang Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca, meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 tersebut, maka dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan dalil-dalil dan alasanalasan hukum sebagai berikut:
Tentang Sengketa Koreksi Positif Pajak Masukan Masa Pajak September 2010 sebesar Rp200.019.242,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak;
1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 24Alinea ke-4s.d. ke-6:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis menyimpulkan Faktur Pajak yang dikreditkan oleh Pemohon Banding senilai Rp200.019.242,00 telah memenuhi persyaratan Formal maupun Material, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal Pasal 9 Ayat (2b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, koreksi Terbanding atas PPN Masukan yang dapat dikreditkan tidak didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan terkait serta berlandaskan peraturan perundang-undangan perpajakan, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 jo Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas Pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk Masa September 2010 sebesar Rp200.019.242,00 tidak dapat dipertahankan, oleh karena itu harus dibatalkan;
2. Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyatakan:
Pasal 76 :
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Penjelasan Pasal 76:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil, sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau tanggapan, belum diungkapkan;
Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan Terbanding atau Tergugat harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk diberikan jawaban;
Pasal 78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan;
3. Bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), menyatakan:
Pasal 1 angka 24:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak;
Pasal 9 ayat (2):
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal 9 ayat (8) huruf f:
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
f. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
Pasal 13 ayat (4):
Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 13 ayat (5):
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5):
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
4. Bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, menyatakan:
Pasal 4:
(1) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
(3) Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
Pasal 5:
(1) Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4;
(2) Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan;
(3) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak;
Pasal 9:
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b. Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c. Prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d. Tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e. Tata cara pembatalan Faktur Pajak;
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak;
5. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, mengatur:
Pasal 10 ayat (1):
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal 10 ayat (6):
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat;
6. Bahwa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, mengatur:
Angka 8:
Kewajiban PKP untuk menyampaikan surat pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait dengan pengisian Faktur Pajak yaitu:
a. Surat pemberitahuan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak yang dilengkapi dengan contoh spesimen tanda tangan pejabat atau kuasa yang ditunjuk termasuk bila ada perubahan/penggantian pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak;
b. Surat pemberitahuan penggunaan Kode Cabang pada Faktur Pajak termasuk penambahan atau penghentian penggunaan Kode Cabang;
c. Surat Pemberitahuan penggunaan Nomor Urut 00000001 yang kedua pada tahun berjalan (Faktur Pajak yang diterbitkan telah mencapai nomor urut 99999999);
Angka 9:
Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan secara tertulis oleh PKP kepada Kepala KPP:
a. Surat pemberitahuan nama dan spesimen tanda tangan pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah pejabat atau kuasa yang ditunjuk mulai menandatangani Faktur Pajak;
b. Surat pemberitahuan penggunaan Kode Cabang pada Faktur Pajak termasuk penambahan Kode Cabang paling lama akhir bulan berikutnya setelah Kode Cabang mulai digunakan;
c. Surat Pemberitahuan penggunaan Nomor Urut 00000001 yang kedua pada tahun berjalan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Nomor Urut 00000001 yang kedua digunakan;
Angka 10:
PKP yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir 8 atau menyampaikan pemberitahuan tetapi melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir 9 maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan surat pemberitahuan diterima dianggap Faktur Pajak cacat;
Angka 11:
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak cacat tidak dapat dikreditkan dan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak cacat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP;
7. Bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 dan fakta-fakta yang telah dapat diketahui secara jelas dan nyatanyata terungkap pada persidangan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
7.1. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi Pajak Masukan sebesar Rp200.019.242,00 oleh karena berdasarkan Hasil Pemeriksaan diketahui PKP Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak sebesar Rp200.019.242,00 tersebut (PT BBB), termasuk kategori Faktur Pajak Cacat sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, karena PT BBB selaku PKP Penjual tidak memberitahukan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Dengan demikian Faktur Pajak tersebut ditandatangani oleh orang yang tidak berhak menandatangani Faktur Pajak, sehingga merupakan Faktur Pajak cacat dan tidak dapat dikreditkan sebagai kredit pajak dalam SPT Masa PPN Masa Pajak September 2010 oleh Termohon Peninjauan Kembali (semula PemohonBanding);
7.2. Bahwa dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 38/PMK.03/2010 tanggal 22 Februari 2010 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Diiektur Jenderal Pajak Nomor PER-13/P1/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Bentuk, Ukuran Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dalam Pasal 10 ayat (1) menyatakan: "PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tanda tangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak";
7.3. Bahwa dalam Masa Pajak September 2010, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) hanya melakukan pembelian dari PT BBB, NPWP 0X.XXX.XXX.0-0XX.000, PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama;
7.4. Berdasarkan jawaban surat dari KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor SP-110/WPJ.04/KP.06/2011 tanggal 20 April 2011 sebagai jawaban dari permintaan keterangan Tim Pemeriksa KPP Pratama Sleman pada saat pemeriksaan pajak, diketahui bahwa PT BBB tidak pernah melaporkan ke KPP perihal pejabat yang berwenang menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (6) PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, Faktur Pajakyang diterbitkan oleh PT BBB merupakan Faktur Pajak cacat; Berdasarkan hal tersebut, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN, Faktur Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010;
8. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
Halaman 22Alinea ke-2:
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Faktur Pajak Masukan yang diterbitkan oleh PT BBB (PKP Penjual), Majelis menyimpulkan bahwa Faktur Pajak sebanyak 6 (enam) lembar tersebut telah diisi secara lengkap, jelas dan benar, sehingga memenuhi ketentuan formal sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
Halaman 24 Alinea ke-1 dan ke-2:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, menurut Terbanding yang menyatakan PT BBB tidak pernah melaporkan data pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak dan menyatakan Faktur Pajak yang diterbitkan tidak memenuhi ketentuan formal, tidak didasarkan pada bukti yang kuat dan berlandaskan peraturan perundangan perpajakan yang berlaku;
Bahwa atas ketentuan yang tidak terpenuhi dalam penerbitan Faktur Pajak Masukan tersebut, Majelis berpendapat bahwa kesalahan pengisian Faktur Pajak bukan semata-mata merupakan kesalahan Pemohon Banding namun merupakan kesalahan Pengusaha Kena Pajak penjual selaku penerbit Faktur Pajak;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dan tidak setuju dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tersebut karena tidak sesuai dengan fakta pembuktian yang terungkap di persidangan dan bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bahwa dalam Masa Pajak September 2010, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) melakukan pembelian Barang Kena Pajak berupa tekstil kepada PT. BBB, NPWP 0X.XXX.XXX.0-0XX.000 yang terdaftar pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, sebesar Rp2.000.192.420,00 dengan nilai PPN sebesar Rp200.019.242,00;
b. Bahwa PT BBB selaku PKP Penjual tidak pernah melaporkan ke KPP perihal pejabat yang berwenang menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 berdasarkan surat Kepala KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor S-27405/WPJ.04/KP.06/2013, yang merupakan jawaban permintaan keterangan pemberitahuan pejabat penandatangan Faktur Pajak, yang menyatakan bahwa tidak ada pelaporan/pemberitahuan secara tertulis mengenai pejabat yang ditunjuk oleh PT BBB untuk menandatangani Faktur Pajak;
c. Bahwa sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan.
Pasal 13 ayat (5) huruf c Undang-Undang PPN jo. Pasal 1 angka 3 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 mengatur bahwa Faktur Pajak paling sedikit memuat keterangan tentang Nama, Jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Bahwa Penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN menjelaskan:
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar;
d. Bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Bentuk, Ukuran Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak menyatakan;
Pasal 10 ayat (1):
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direkfur Jenderal Pajak ini;
Pasal 10 ayat (6):
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan, merupakan Faktur Pajak cacat;
e. Bahwa Direktur Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan terkait dengan PMK Nomor 38/PMK.03/2010 dan PER-13/PJ/2010 sebagaimana tercantum di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, antara lain disebutkan:
Angka 6:
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak Cacat;
Angka 8:
Kewajiban PKP untuk menyampaikan surat pemberitahuan tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait dengan pengisian Faktur Pajak yaitu:
a. Surat pemberitahuan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak yang dilengkapi dengan contoh spesimen tanda tangan pejabat atau kuasa yang ditunjuk termasuk bila ada perubahan/penggantian pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak;
Angka 10:
PKP yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada butir 8 atau menyampaikan pemberitahuan tetapi melebihi batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir 9 maka Faktur Pajak yang diterbitkan sampai dengan surat pemberitahuan diterima dianggap Faktur Pajak Cacat;
f. Bahwa nyata-nyata PT BBB tidak pernah melaporkan pemberitahuan secara tertulis mengenai pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak sejak terdaftar sebagai PKP dan faktanya sampai dengan persidangan dicukupkan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon Banding) tidak pernah memberikan bukti pernah melaporkan secara tertulis nama-nama pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak;
g. Bahwa berdasarkan fakta dan ketentuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT BBB tidak ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010,Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010 adalah merupakan Faktur Pajak Cacat, yang tidak dapat dikreditkan oleh pembeli BKP atau penerima JKP;
h. Bahwa dalam hukum yang berlaku di Indonesia, Norma Hukum dalam hal ini adalah undang-undang dan peraturan perundangundangan turunannya merupakan hukum konkret sebagai peraturan yang riil berlaku sebagai hukum positif, yang mengikat untuk dilaksanakan;
Bahwa demi menjamin kepastian hukum, maka ketentuan tersebut sebagai Norma Hukum tidak dapat dikesampingkan oleh Majelis Hakim;
Bahwa secara formal, aturan mengenai Faktur Pajak serta tata cara pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana yang telah diuraikan di atas dalam Memori Peninjauan Kembali ini, telah jelas aturannya dalam perundang-undangan perpajakan, namun Majelis Hakim telah mengabaikan hal tersebut;
Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan;
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan: “Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian  pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim”;
Bahwa dengan demikian maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (8) huruf f dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010;
9. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp200.019.242,00 telah dibuat dengan tidak berdasarkan kepada faktafakta yang ada serta ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (8) huruf f dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, sehingga melanggar ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak. Dengan demikian maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 tersebut harus dibatalkan;
V. Bahwa dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang menyatakan: Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00005/207/10/542/11 tanggal 7 Oktober 2011, atas nama PT AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, alamat di Ruko Perum WWW R-X, Caturtunggal, Depok, Sleman, sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 dihitung kembali sebagaimana tersebut di atas;
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;

PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012 mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00005/207/10/542/11 tanggal 7 Oktober 2011, atas nama Pemohon Banding, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan: Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo yaitu Koreksi Positif Pajak Masukan Masa Pajak September 2010 sebesar Rp200.019.242,00, yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji kembali dalildalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali, tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara a quo Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding sekarang Termohon Peninjauan Kembali telah memenuhi persyaratan formal dan materiil, dan oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 13 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai jo. Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait;

MENGADILI,


Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. H. DTG, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.HBP, S.H., M.S. dan Dr. WLS, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut dan dibantu oleh  JNB, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak.




Anggota Majelis :

ttd./

Dr. H.HBP,S.H.,M.S.

ttd./

Dr. WLS, S.H., M.Hum
Ketua Majelis,

ttd./

Dr. H. DTG, S.H., M.Hum.
Panitera Pengganti,

ttd./

JNB, S.H., M.H
Biaya-biaya peninjauan kembali :
1. Meterai  ........................................   Rp       6.000,00
2. Redaksi ........................................   Rp       5.000,00
3. Administrasi .................................    Rp 2.489.000,00
Jumlah .............................................    Rp 2.500.000,00



Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,



H. IFY, S.H.
NIP. XX0000XXX