Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.
PUTUSAN
Nomor 66/B/PK/PJK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa permohonan peninjauan kembali perkara pajak telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK, tempat kedudukan di Jalan Jenderal Gatot
Subroto Nomor 40-42, Jakarta 12190, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
1. ABC, Direktur Keberatan dan Banding, Direktorat Jenderal Pajak;
2. DEF, Kasubdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Direktorat Keberatan
dan Banding;
3. GHI, Kepala Seksi Peninjauan Kembali, Subdit Peninjauan Kembali dan
Evaluasi, Direktorat Keberatan dan Banding;
4. JKL, Penelaah Keberatan, Subdit Peninjauan Kembali dan Evaluasi,
Direktorat Keberatan dan Banding;
Semuanya berkantor di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak di Jalan
Jenderal Gatot Subroto, Nomor 40-42, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-183/PJ./2014 tanggal 29 Januari 2014;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding;
melawan:
PT AAA, tempat kedudukan di Ruko Perum WWW R-X, Caturtunggal, Depok,
Sleman;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu sebagai Terbanding telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang telah
berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan
Kembali dahulu sebagai Pemohon Banding, dengan posita perkara sebagai
berikut: Bahwa Surat Keputusan Terbanding menyatakan Pemohon Banding
terutang pajak sebesar Rp200.019.242,00 dengan sanksi kenaikan Pasal 13
(3) KUP sebesar Rp200.019.242,00;
Bahwa bersama ini Pemohon Banding mengajukan permohonan banding atas
keputusan tersebut dengan alasan sebagai berikut:
Bahwa terdapat koreksi atas Faktur Pajak Masukan sebesar
Rp200.019.242,00
karena dianggap cacat sehingga tidak dapat dikreditkan. Faktur Pajak
tersebut dianggap cacat karena tidak ditandatangani oleh pejabat
perusahaan yang berhak ”yang telah dilaporkan ke
KPP”
sesuai dengan Pasal 10 (6) PER 13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran,
prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian
keterangan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara
pembatalan Faktur Pajak;
Bahwa menurut Pemohon Banding Faktur Pajak Masukan yang Pemohon Banding
kreditkan adalah sah karena sudah memenuhi syarat Pasal 9 (2b)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewan (UU PPN) yang
sudah sesuai memenuhi ketentuan formal Pasal 13 (5) dan ketentuan
material Pasal 13 (9) Undang-Undang PPN;
Bahwa seluruh faktur pajak yang Pemohon Banding kreditkan adalah sah
berdasarkan transaksi yang benar dan ditandatangani oleh direktur
perusahaan pembeli yang menurut kami tidak perlu melaporkan ke KPP
sebagaimana yang disyaratkan oleh Pasal 10 (6) PER 13/PJ/2010 tersebut.
Merujuk pada Pasal 32 (1a) Undang-Undang KUP disebutkan bahwa pengurus
perusahaan mewakili perusahaan dalam menjalankan hak dan kewaiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dengan
demikian, direktur adalah pejabat yang sah untuk menandatangani faktur
pajak tanpa harus memberikan kuasa kepada dirinya sendiri lalu
melaporkan diri ke KPP sebagai pejabat yang berwenang menandatangani
Faktur Pajak;
bahwa dengan demikian, seluruh faktur pajak yang Pemohon Banding
kreditkan adalah sah dan dapat dikreditkan;
Bahwa berdasarkan perhitungan Pemohon Banding, kewajiban PPN untuk masa
September 2010 adalah sebagai berikut:
No |
Keterangan |
Cf
Terbanding |
Cf
Pemohon Banding |
1 |
PPN kurang (lebih)
bayar |
(200,019,242) |
(320,250,226) |
2 |
Sanksi kenaikan (ps
13 ayat 3) |
- |
- |
3 |
Jumlah yang kurang
(lebih) dibayar |
(200,019,242) |
(320,250,226) |
Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.47758/PP/M.IV/16/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut adalah sebagai berikut:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Keberatan atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00005/207/10/542/11 tanggal 7
Oktober 2011, atas nama PT AAA, NPWP
0X.XXX.XXX.X-XXX.000, alamat di Ruko Perum WWW R-X,
Caturtunggal, Depok, Sleman, sehingga Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa Masa Pajak September 2010 dihitung kembali sebagai berikut:
Dasar Pengenaan
Pajak |
|
|
- Ekspor |
Rp |
1.371.885.019,00 |
- Penyerahan yang
PPN-nya harus dipungut sendiri |
Rp |
0,00 |
Penghitungan PPN
Kurang Bayar: |
|
|
a. Pajak Keluaran
yang harus dipungut/dibayar sendiri |
Rp |
0,00 |
b Dikurangi : |
|
|
d. Jumlah pajak
yang dapat diperhitungkan |
Rp |
200.019.242,00 |
e. Jumlah
perhitungan PPN Kurang (lebih) Bayar |
Rp |
(200.019.242,00) |
Kelebihan Pajak
yang sudah Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya |
Rp |
200.019.242,00 |
PPN yang kurang
dibayar |
Rp |
0,00 |
Sanksi Administrasi |
Rp |
0,00 |
Jumlah PPN yang
masih harus dibayar |
Rp |
0,00 |
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap yaitu Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/16/2013
tanggal 10 Oktober 2013, diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali pada tanggal 26 November 2013 kemudian terhadapnya oleh Pemohon
Peninjauan Kembali dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa
Khusus Nomor SKU-183/PJ./2014 tanggal 29 Januari 2014 diajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis di Kepaniteraan
Pengadilan Pajak pada tanggal 13 Februari 2014 sebagaimana ternyata
dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor PKA-402/5.2/PAN/2014 yang
dibuat oleh Panitera Pengadilan Pajak dengan disertai alasan-alasannya
yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Pajak tersebut pada tanggal
itu juga;
Menimbang, bahwa tentang permohonan peninjauan kembali tersebut telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama pada tanggal 1 Juli
2014, kemudian terhadapnya oleh pihak lawannya tidak diajukan jawaban
sampai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara
Pengajuan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,
diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan
kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka permohonan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
ALASAN PENINJAUAN KEMBALI
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan alasan
peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
I. |
Tentang
Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali;
Bahwa Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal
10 Oktober 2013 telah dibuat dengan tidak memperhatikan ketentuan
yuridis formal pengkreditan Pajak Masukanatau mengabaikan fakta yang
menjadi dasar pertimbangan dalam koreksi yang dilakukan Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) tersebut, sehingga menghasilkan
putusan yang tidak adil dan tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku di Indonesia. Oleh karenanya Putusan Pengadilan Pajak
Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 diajukan
Peninjauan Kembali berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak(selanjutnya disebut
Undang-Undang Pengadilan Pajak):
“Permohonan Peninjauan Kembali dapat diajukan berdasarkan
alasan sebagai berikut:
e. |
Apabila
terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”; |
|
II. |
Tentang
Formal Jangka Waktu Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
1. |
Bahwa
salinan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013
tanggal 10 Oktober 2013, atas nama: PT AAA (Termohon Peninjauan
Kembali/semula Pemohon Banding), telah diberitahukan secara patut dan
dikirimkan oleh Pengadilan Pajak dengan cara disampaikan secara
langsung kepada Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada
tanggal 14 November 2013 dan diterima secara langsung oleh Pemohon
Peninjauan Kembali (semula Terbanding) pada tanggal 28 November 2013
sesuai dengan surat tanda terima dokumen Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) Nomor Dokumen: 201311280276; |
2. |
Bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 91 huruf e dan Pasal 92 ayat (3) juncto
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Pengadilan Pajak,maka pengajuan Memori
Peninjauan Kembali atas Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 ini masih dalam
tenggang waktu yang diizinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau
setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman/pemberitahuan Putusan
Pengadilan Pajak tersebut dengan Permohonan Peninjauan Kembali ini
belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah
Memori Peninjauan Kembali ini diterima oleh Mahkamah Agung Republik
Indonesia; |
|
III. |
Tentang
Pokok Sengketa Pengajuan Memori Peninjauan Kembali;
Bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam permohonan Peninjauan Kembali
ini adalah sebagai berikut:
Tentang Sengketa Koreksi Positif Pajak MasukanMasa Pajak September 2010
sebesar Rp200.019.242,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak; |
IV. |
Tentang
Pembahasan Pokok Sengketa Peninjauan Kembali;
Bahwa setelah Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) membaca,
meneliti dan mempelajari lebih lanjut atas Putusan Pengadilan Pajak
Nomor Put.47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 tersebut, maka
dengan ini menyatakan sangat keberatan atas Putusan Pengadilan Pajak
tersebut, karena Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru
dengan telah mengabaikan fakta-fakta hukum (rechtsfeit) dan peraturan
perundang- undangan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan Banding
di Pengadilan Pajak (tegenbewijs) atau setidak-tidaknya telah membuat
suatu kekhilafan baik berupa error facti maupun error juris dalam
membuat pertimbangan-pertimbangan hukumnya, sehingga pertimbangan hukum
dan penerapan dasar hukum yang telah digunakan menjadi tidak tepat
serta menghasilkan putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku (contra legem), khususnya
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dengan
dalil-dalil dan alasanalasan hukum sebagai berikut:
Tentang Sengketa Koreksi Positif Pajak Masukan Masa Pajak September
2010 sebesar Rp200.019.242,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim
Pengadilan Pajak;
1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain
berbunyi sebagai berikut:
Halaman
24Alinea ke-4s.d. ke-6:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis menyimpulkan Faktur Pajak
yang dikreditkan oleh Pemohon Banding senilai Rp200.019.242,00 telah
memenuhi persyaratan Formal maupun Material, sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal Pasal 9 Ayat (2b) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, koreksi
Terbanding atas PPN Masukan yang dapat dikreditkan tidak didasarkan
pada bukti-bukti yang kuat dan terkait serta berlandaskan peraturan
perundang-undangan perpajakan, sebagaimana diatur dalam penjelasan
Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 jo Pasal 8 huruf c Peraturan
Menteri Keuangan Nomor: 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis
berpendapat koreksi Terbanding atas Pajak masukan yang dapat
dikreditkan untuk Masa September 2010 sebesar Rp200.019.242,00 tidak
dapat dipertahankan, oleh karena itu harus dibatalkan; |
2. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya
disebut Undang-Undang Pengadilan Pajak), menyatakan:
Pasal
76 :
Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta
penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling
sedikit 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1);
Penjelasan
Pasal 76:
Pasal ini memuat ketentuan dalam rangka menentukan kebenaran materiil,
sesuai dengan asas yang dianut dalam Undang-Undang Perpajakan;
Oleh karena itu, Hakim berupaya untuk menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, penilaian yang adil bagi para pihak dan
sahnya bukti dari fakta yang terungkap dalam persidangan, tidak
terbatas pada fakta dan hal-hal yang diajukan oleh para pihak;
Dalam persidangan para pihak tetap dapat mengemukakan hal baru, yang
dalam Banding atau Gugatan, Surat Uraian Banding, atau bantahan, atau
tanggapan, belum diungkapkan;
Pemohon Banding atau penggugat tidak harus hadir dalam sidang, karena
itu fakta atau hal-hal baru yang dikemukakan Terbanding atau Tergugat
harus diberitahukan kepada pemohon Banding atau penggugat untuk
diberikan jawaban;
Pasal
78:
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim;
Penjelasan
Pasal 78:
Keyakinan Hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan; |
3. |
Bahwa
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah s.t.d.d. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPN), menyatakan:
Pasal
1 angka 24:
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah
dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak
dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak;
Pasal
9 ayat (2):
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran
untuk Masa Pajak yang sama;
Pasal
9 ayat (8) huruf f:
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur
dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
f. |
Perolehan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
Pasal
13 ayat (4):
Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan
tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak;
Pasal
13 ayat (5):
Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit
memuat:
a. |
Nama,
alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak; |
b. |
Nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak; |
c. |
Jenis
barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan
harga; |
d. |
Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut; |
e. |
Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut; |
f. |
Kode,
nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan |
g. |
Nama,
jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
Penjelasan
Pasal 13 ayat (5):
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai
sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak
harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak
harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang
Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak
yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat
mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf
f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar; |
|
4. |
Bahwa
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak,
menyatakan:
Pasal
4:
(1) |
Dalam
Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling
sedikit memuat:
a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang
Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak
atau penerima Jasa Kena Pajak;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan
potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak; |
(2) |
Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak; |
(3) |
Persyaratan
yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak; |
Pasal
5:
(1) |
Faktur
Pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas,
dan benar sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; |
(2) |
Pengusaha
Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan
formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan
tata cara perpajakan; |
(3) |
Pajak
Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak yang tidak memenuhi
persyaratan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak; |
Pasal
9:
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b. Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c. Prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d. Tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e. Tata cara pembatalan Faktur Pajak;
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak; |
5. |
Bahwa
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret
2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka
Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak, mengatur:
Pasal
10 ayat (1):
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan
contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama
pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai
melakukan penandatanganan Faktur Pajak dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini;
Pasal
10 ayat (6):
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur
Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan,
merupakan Faktur Pajak cacat; |
6. |
Bahwa
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24
Maret 2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor
38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan
Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak,
mengatur:
Angka
8:
Kewajiban PKP untuk menyampaikan surat pemberitahuan tertulis kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait dengan pengisian Faktur
Pajak yaitu:
a. |
Surat
pemberitahuan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak yang dilengkapi dengan contoh spesimen
tanda tangan pejabat atau kuasa yang ditunjuk termasuk bila ada
perubahan/penggantian pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak; |
b. |
Surat
pemberitahuan penggunaan Kode Cabang pada Faktur Pajak termasuk
penambahan atau penghentian penggunaan Kode Cabang; |
c. |
Surat
Pemberitahuan penggunaan Nomor Urut 00000001 yang kedua pada
tahun berjalan (Faktur Pajak yang diterbitkan telah mencapai nomor urut
99999999); |
Angka
9:
Batas waktu penyampaian surat pemberitahuan secara tertulis oleh PKP
kepada Kepala KPP:
a. |
Surat
pemberitahuan nama dan spesimen tanda tangan pejabat atau kuasa
yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak paling lama akhir bulan
berikutnya setelah pejabat atau kuasa yang ditunjuk mulai
menandatangani Faktur Pajak; |
b. |
Surat
pemberitahuan penggunaan Kode Cabang pada Faktur Pajak termasuk
penambahan Kode Cabang paling lama akhir bulan berikutnya setelah Kode
Cabang mulai digunakan; |
c. |
Surat
Pemberitahuan penggunaan Nomor Urut 00000001 yang kedua pada
tahun berjalan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Nomor Urut
00000001 yang kedua digunakan; |
Angka
10:
PKP yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada butir 8 atau menyampaikan pemberitahuan tetapi melebihi batas
waktu sebagaimana dimaksud pada butir 9 maka Faktur Pajak yang
diterbitkan sampai dengan surat pemberitahuan diterima dianggap Faktur
Pajak cacat;
Angka
11:
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak cacat tidak
dapat dikreditkan dan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak cacat dikenai
sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14
Undang-Undang KUP; |
7. |
Bahwa
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan
berdasarkan hasil pemeriksaan sengketa banding di Pengadilan Pajak
sebagaimana yang telah dituangkan dalam Putusan Pengadilan Pajak Nomor
Put.47758/PP/M.IV/l6/2013tanggal 10 Oktober 2013 dan fakta-fakta yang
telah dapat diketahui secara jelas dan nyatanyata terungkap pada
persidangan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
7.1. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) melakukan koreksi Pajak
Masukan sebesar Rp200.019.242,00 oleh karena berdasarkan Hasil
Pemeriksaan diketahui PKP Penjual yang menerbitkan Faktur Pajak sebesar
Rp200.019.242,00 tersebut (PT BBB), termasuk kategori Faktur Pajak
Cacat sebagaimana ketentuan Pasal 10 ayat (6) Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, karena PT BBB selaku PKP Penjual
tidak memberitahukan secara tertulis nama pejabat yang berhak
menandatangani Faktur Pajak kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Dengan demikian Faktur Pajak tersebut ditandatangani oleh orang yang
tidak berhak menandatangani Faktur Pajak, sehingga merupakan Faktur
Pajak cacat dan tidak dapat dikreditkan sebagai kredit pajak dalam SPT
Masa PPN Masa Pajak September 2010 oleh Termohon Peninjauan Kembali
(semula PemohonBanding); |
7.2. |
Bahwa
dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 38/PMK.03/2010 tanggal 22
Februari 2010 Tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian Faktur Pajak yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan
Diiektur Jenderal Pajak Nomor PER-13/P1/2010 tanggal 24 Maret 2010
tentang Bentuk, Ukuran Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan,
Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian,
dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak dalam Pasal 10 ayat (1)
menyatakan: "PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama
pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh
tanda tangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada
akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai melakukan
penandatanganan Faktur Pajak"; |
7.3. |
Bahwa
dalam Masa Pajak September 2010, Termohon Peninjauan Kembali (semula
Pemohon Banding) hanya melakukan pembelian dari PT BBB, NPWP
0X.XXX.XXX.0-0XX.000, PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran
Lama; |
7.4. |
Berdasarkan
jawaban surat dari KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor
SP-110/WPJ.04/KP.06/2011 tanggal 20 April 2011 sebagai jawaban dari
permintaan keterangan Tim Pemeriksa KPP Pratama Sleman pada saat
pemeriksaan pajak, diketahui bahwa PT BBB tidak pernah melaporkan ke
KPP perihal pejabat yang berwenang menandatangani Faktur Pajak yang
diterbitkan. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (6)
PER-13/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010, Faktur Pajakyang diterbitkan oleh
PT BBB merupakan Faktur Pajak cacat; Berdasarkan hal tersebut, maka
sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf f Undang-Undang PPN, Faktur Pajak
Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan karena tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, dan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010; |
|
8. |
Bahwa
Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan dengan
pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak, yang antara lain
berbunyi sebagai berikut:
Halaman 22Alinea ke-2:
Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis terhadap Faktur Pajak Masukan
yang diterbitkan oleh PT BBB (PKP Penjual), Majelis menyimpulkan bahwa
Faktur Pajak sebanyak 6 (enam) lembar tersebut telah diisi secara
lengkap, jelas dan benar, sehingga memenuhi ketentuan formal
sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8
tahun 1983 tentang pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah;
Halaman 24 Alinea ke-1 dan ke-2:
Bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat, menurut
Terbanding yang menyatakan PT BBB tidak pernah melaporkan data pejabat
yang berhak menandatangani Faktur Pajak dan menyatakan Faktur Pajak
yang diterbitkan tidak memenuhi ketentuan formal, tidak didasarkan pada
bukti yang kuat dan berlandaskan peraturan perundangan perpajakan yang
berlaku;
Bahwa atas ketentuan yang tidak terpenuhi dalam penerbitan Faktur Pajak
Masukan tersebut, Majelis berpendapat bahwa kesalahan pengisian Faktur
Pajak bukan semata-mata merupakan kesalahan Pemohon Banding namun
merupakan kesalahan Pengusaha Kena Pajak penjual selaku penerbit Faktur
Pajak;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali (semula Terbanding) sangat keberatan
dan tidak setuju dengan amar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak tersebut karena tidak sesuai dengan fakta pembuktian yang
terungkap di persidangan dan bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. |
Bahwa
dalam Masa Pajak September 2010, Termohon Peninjauan Kembali
(semula Pemohon Banding) melakukan pembelian Barang Kena Pajak berupa
tekstil kepada PT. BBB, NPWP 0X.XXX.XXX.0-0XX.000 yang terdaftar
pada KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, sebesar Rp2.000.192.420,00
dengan nilai PPN sebesar Rp200.019.242,00; |
b. |
Bahwa
PT BBB selaku PKP Penjual tidak pernah melaporkan ke KPP
perihal pejabat yang berwenang menandatangani Faktur Pajak yang
diterbitkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 berdasarkan surat Kepala
KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama Nomor S-27405/WPJ.04/KP.06/2013,
yang merupakan jawaban permintaan keterangan pemberitahuan pejabat
penandatangan Faktur Pajak, yang menyatakan bahwa tidak ada
pelaporan/pemberitahuan secara tertulis mengenai pejabat yang ditunjuk
oleh PT BBB untuk menandatangani Faktur Pajak; |
c. |
Bahwa
sesuai dengan amanat Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Faktur
Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana
untuk mengkreditkan Pajak Masukan.
Pasal 13 ayat (5) huruf c Undang-Undang PPN jo. Pasal 1 angka 3 huruf c
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-159/PJ./2006 mengatur bahwa
Faktur Pajak paling sedikit memuat keterangan tentang Nama, Jabatan,
dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak;
Bahwa Penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN menjelaskan:
Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai
sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, Faktur Pajak
harus benar, baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak
harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan ditandatangani oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya. Namun untuk pengisian keterangan mengenai Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah hanya diisi apabila atas penyerahan Barang
Kena Pajak terutang Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Faktur Pajak
yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini dapat
mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya tidak
dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf
f. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai
dengan ketentuan dalam ayat ini disebut Faktur Pajak Standar; |
d. |
Bahwa
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tanggal 24
Maret 2010 tentang Bentuk, Ukuran Prosedur Pemberitahuan dalam rangka
Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak menyatakan;
Pasal
10 ayat (1):
Pengusaha Kena Pajak wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
nama pejabat yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan
contoh tandatangannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama
pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat tersebut mulai
melakukan penandatanganan Faktur Pajak dengan menggunakan formulir
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIA Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direkfur Jenderal Pajak ini;
Pasal
10 ayat (6):
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak atau terlambat menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha
Kena Pajak dikukuhkan atau tempat pemusatan pajak terutang dilakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4), maka Faktur
Pajak yang diterbitkan sampai dengan diterimanya pemberitahuan,
merupakan Faktur Pajak cacat; |
e. |
Bahwa
Direktur Jenderal Pajak juga telah memberikan penegasan terkait dengan
PMK Nomor 38/PMK.03/2010 dan PER-13/PJ/2010 sebagaimana tercantum di
dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal
24 Maret 2010 tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor
38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian Faktur Pajak dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-13/PJ/2010 tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan
Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara
Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak,
antara lain disebutkan:
Angka
6:
Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
PPN, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara
lengkap dan benar dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak
Cacat;
Angka
8:
Kewajiban PKP untuk menyampaikan surat pemberitahuan tertulis kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terkait dengan pengisian Faktur
Pajak yaitu:
a. |
Surat
pemberitahuan nama pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak yang dilengkapi dengan contoh spesimen
tanda tangan pejabat atau kuasa yang ditunjuk termasuk bila ada
perubahan/penggantian pejabat atau kuasa yang ditunjuk untuk
menandatangani Faktur Pajak; |
Angka
10:
PKP yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada butir 8 atau menyampaikan pemberitahuan tetapi melebihi batas
waktu sebagaimana dimaksud pada butir 9 maka Faktur Pajak yang
diterbitkan sampai dengan surat pemberitahuan diterima dianggap Faktur
Pajak Cacat; |
f. |
Bahwa
nyata-nyata PT BBB tidak pernah melaporkan pemberitahuan secara
tertulis mengenai pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur
Pajak sejak terdaftar sebagai PKP dan faktanya sampai dengan
persidangan dicukupkan, Termohon Peninjauan Kembali (semula Pemohon
Banding) tidak pernah memberikan bukti pernah melaporkan secara
tertulis nama-nama pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur
Pajak; |
g. |
Bahwa
berdasarkan fakta dan ketentuan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PT BBB tidak ditandatangani oleh
Pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak sehingga
berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010,Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana ditegaskan kembali dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret
2010 adalah merupakan Faktur Pajak Cacat, yang tidak dapat dikreditkan
oleh pembeli BKP atau penerima JKP; |
h. |
Bahwa
dalam hukum yang berlaku di Indonesia, Norma Hukum dalam hal ini adalah
undang-undang dan peraturan perundangundangan turunannya merupakan
hukum konkret sebagai peraturan yang riil berlaku sebagai hukum
positif, yang mengikat untuk dilaksanakan; |
Bahwa demi menjamin kepastian hukum, maka ketentuan tersebut sebagai
Norma Hukum tidak dapat dikesampingkan oleh Majelis Hakim;
Bahwa secara formal, aturan mengenai Faktur Pajak serta tata cara
pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana yang telah diuraikan di atas
dalam Memori Peninjauan Kembali ini, telah jelas aturannya dalam
perundang-undangan perpajakan, namun Majelis Hakim telah mengabaikan
hal tersebut;
Bahwa Pengadilan Pajak dalam posisinya sebagai badan yang sesuai dengan
sistem kekuasaan kehakiman di Indonesia harus mampu menciptakan
keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak, maka
seharusnya Majelis Hakim juga mempertimbangkan adanya kepastian hukum
dengan memutuskan sengketa berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan;
Bahwa Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak menyatakan:
“Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian
pembuktian, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan
Hakim”;
Bahwa dengan demikian maka amar pertimbangan Majelis Hakim tersebut
nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan perpajakan
yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (8) huruf f dan Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana
ditegaskan kembali dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010; |
9. |
Bahwa
dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak
mempertahankan Koreksi Pajak Masukan sebesar Rp200.019.242,00 telah
dibuat dengan tidak berdasarkan kepada faktafakta yang ada serta
ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku yaitu Pasal 9 ayat (8)
huruf f dan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-13/PJ/2010, dan sebagaimana ditegaskan kembali dalam Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2010 tanggal 24 Maret 2010,
sehingga melanggar ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Pengadilan Pajak.
Dengan demikian maka Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.
47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 tersebut harus dibatalkan; |
|
V. |
Bahwa
dengan demikian, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak Nomor
Put.47758/PP/M.IV/l6/2013 tanggal 10 Oktober 2013 yang menyatakan:
Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding
terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012 tentang Keberatan Atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor 00005/207/10/542/11 tanggal 7
Oktober 2011, atas nama PT AAA, NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, alamat di
Ruko Perum WWW R-X, Caturtunggal, Depok, Sleman, sehingga Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 dihitung
kembali sebagaimana tersebut di atas; |
adalah tidak benar dan nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat
dibenarkan, karena Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan
seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan
Terbanding Nomor KEP-527/WPJ.23/BD.06/2012 tanggal 12 Juli 2012
mengenai Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak September 2010 Nomor
00005/207/10/542/11 tanggal 7 Oktober 2011, atas nama Pemohon Banding,
NPWP 0X.XXX.XXX.X-XXX.000, sehingga pajak yang masih harus dibayar
menjadi nihil adalah sudah tepat dan benar dengan pertimbangan: Bahwa
alasan-alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo
yaitu Koreksi Positif Pajak Masukan Masa Pajak September 2010 sebesar
Rp200.019.242,00, yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan
Pajak tidak dapat dibenarkan, karena setelah meneliti dan menguji
kembali dalildalil dalam Memori Peninjauan Kembali yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali dan Termohon Peninjauan Kembali tidak
mengajukan Kontra Memori Peninjauan Kembali, tidak dapat menggugurkan
fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan
serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak, karena dalam perkara
a quo Faktur Pajak yang dikreditkan Pemohon Banding sekarang Termohon
Peninjauan Kembali telah memenuhi persyaratan formal dan materiil, dan
oleh karenanya koreksi Terbanding sekarang Pemohon Peninjauan Kembali
dalam perkara a quo tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku sebagaimana
diatur dalam Penjelasan Pasal 29 ayat (2) Alinea Ketiga Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo. Pasal 13 Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai jo. Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 199/PMK.03/2007;
Bahwa dengan demikian tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang
nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon
Peninjauan Kembali: DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut adalah tidak
beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa dengan ditolaknya permohonan peninjauan kembali, maka
Pemohon Peninjauan Kembali dinyatakan sebagai pihak yang kalah, dan
karenanya dihukum untuk membayar biaya perkara dalam peninjauan kembali
ini;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009,
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak serta
peraturan perundang-undangan lain yang terkait;
MENGADILI,
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali:
DIREKTUR JENDERAL PAJAK tersebut;
Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara dalam
pemeriksaan peninjauan kembali ini sebesar Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada
hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017 oleh Dr. H. DTG, S.H., M.Hum., Ketua
Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.HBP,
S.H., M.S. dan Dr. WLS, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota
Majelis, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu
juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota Majelis tersebut
dan dibantu oleh
JNB, S.H., M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para
pihak.
Anggota
Majelis :
ttd./
Dr. H.HBP,S.H.,M.S.
ttd./
Dr. WLS, S.H., M.Hum |
Ketua
Majelis,
ttd./
Dr. H. DTG, S.H., M.Hum. |
|
Panitera Pengganti,
ttd./
JNB, S.H., M.H |
Biaya-biaya peninjauan
kembali :
1. Meterai
........................................ Rp
6.000,00
2. Redaksi ........................................
Rp 5.000,00
3.
Administrasi ................................. Rp
2.489.000,00
Jumlah .............................................
Rp 2.500.000,00 |
|
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG R.I.
a.n. Panitera
Panitera Muda Tata Usaha Negara,
H. IFY, S.H.
NIP. XX0000XXX
Dokumen ini diketik ulang dan diperuntukan secara ekslusif untuk www.ortax.org dan TaxBaseX. Pengambilan dokumen ini yang dilakukan tanpa ijin adalah tindakan ilegal.