Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Pemotongan/Pemungutan Freight forwading (custom clearance & B/L fee )

  • Freight forwading (custom clearance & B/L fee )

  • paku

    Member
    2 March 2010 at 9:48 am
  • paku

    Member
    2 March 2010 at 9:48 am

    dear rekan2 ortax

    saya bertanya ttg customs clearance dan B/L fee yg dilakukan pihak forwading.apakah kedua item tersebut terkena subjek pph 23?? adakah dasar/peraturan yg mengatur item yg ditagihkan secara terpisah oleh pihak forwader yg mjd subjek pph…?

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 9:57 am
    Originaly posted by paku:

    saya bertanya ttg customs clearance dan B/L fee yg dilakukan pihak forwading.apakah kedua item tersebut terkena subjek pph 23?? adakah dasar/peraturan yg mengatur item yg ditagihkan secara terpisah oleh pihak forwader yg mjd subjek pph…?

    custom clearance ya b/l fee tidak

    berikut ketentuan yang mengatur pemot. pph23 atas perusahaan jasa pengurusan transportasi
    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 59/PJ.43/2006

    TENTANG

    PERMOHONAN PENEGASAN PEMOTONGAN PPh PASAL 23
    ATAS JASA FREIGHT FORWARDING

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor: xxx tanggal 6 Pebruari 2005 perihal sebagaimana tersebut di atas,
    dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut :

    1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
    a. PT ABC adalah salah satu customer yang menggunakan jasa freight forwarding dari PT XYZ.
    Dalam melakukan penagihan PT XYZ membedakan transaksi dengan cara sebagai berikut :
    1) Atas pembayaran biaya transaksi Luar Negeri (Freight dan Terminal Handling Charge/
    THC) dilakukan dengan menerbitkan invoice (re-invoicing) tanpa dipungut PPN;
    2) Atas jasa broker seperti biaya keagenan, biaya trucking dan bongkar muat dilakukan
    dengan menerbitkan invoice (re-invoicing) dan di pungut PPN dari total nilai tagihan
    pihak ketiga ditambah keuntungan PT XYZ;
    3) Atas jasa freight forwarding PT XYZ dilakukan dengan penerbitan invoice dan faktur
    pajak pemungutan PPN.
    b. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas Saudara mohon penegasan atas hal-hal sebagai
    berikut :
    1) Apakah jasa freight forwarding yang dilakukan oleh PT XYZ termasuk yang dipotong
    PPh Pasal 23 dan dikategorikan sebagai jasa apa dalam jasa kena pak;
    2) Atas jasa broker (jasa yang disediakan pihak lain) seperti biaya keagenan, trucking
    dan bongkar muat yang kemudian di re-invoicing (nilai jasa awal + margin) oleh PT
    XYZ termasuk jasa yang dipotong PPh Pasal 23. Jika harus melakukan pemotongan,
    apakah dipotong dari nilai jasa awal atau margin keuntungan PT XYZ atau kedua-
    duanya.

    2. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
    Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, antara
    lain diatur bahwa atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
    jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 yang
    dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
    kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak
    dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar
    15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto.

    3. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan
    Transportasi, yang di maksud dengan Jasa Pengurusan transportasi (Freight Forwarding) adalah usaha
    yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan
    bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan udara.

    4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 2002
    tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1)
    Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
    dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000, antara lain diatur bahwa :
    a. Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara;
    b. Besarnya perkiraan penghasilan neto atas jasa perantara adalah sebesar 40% dari jumlah
    bruto tidak termasuk PPN;
    c. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa
    catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali
    apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan
    material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak.

    5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
    a. Jasa freight forwarding yang dilakukan oleh PT XYZ sebagaimana dimaksud pada butir 1 di
    atas termasuk dalam pengertian jasa perantara yang terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% x
    40% atau 6% (enam persen) dari jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian
    jasanya saja,
    kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara
    pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak tidak
    termasuk PPN.
    b. Dalam hal PT XYZ tidak menerima atau memperoleh imbalan/penghasilan/fee/mark up atas
    pembayaran yang diterima atau diperoleh dimana pembayaran tersebut hanya bersifat
    reimbursement, maka atas pembayaran reimbursement tersebut tidak terutang PPh Pasal 23.
    c. Dalam hal PT XYZ menerima atau memperoleh imbalan/penghasilan/fee/mark up atas
    pembayaran yang diterima atau diperoleh walaupun pembayaran tersebut hanya bersifat
    reimbursement, maka atas pembayaran reimbursement tersebut terutang PPh Pasal 23
    sebagaimana dimaksud pada butir 5 a.

    Demikian agar Saudara maklum.

    a.n. Direktur Jenderal,
    Direktur,

    ttd.

    Sumihar Petrus Tambunan
    NIP. 060055232

    Tembusan :
    1. Direktur Jenderal Pajak;
    2. Direktur Peraturan Perpajakan;

    salam

  • bayem

    Member
    2 March 2010 at 10:06 am
    Originaly posted by junjungansitohang:

    5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :
    a. Jasa freight forwarding yang dilakukan oleh PT XYZ sebagaimana dimaksud pada butir 1 di
    atas termasuk dalam pengertian jasa perantara yang terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% x
    40% atau 6% (enam persen) dari jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian
    jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara
    pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak tidak
    termasuk PPN.

    kalo mengacu pada peraturan terbaru yaitu, PMK 244 tahun 2008, jasa freight forwarding bukanlah obyek pph pasal 23 lagi. karena dalam PMk tersebut tidak dijelaskan lagi bahwa jasa freight forwarding adalah obyek pph 23.

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 10:10 am

    termasuk Jasa perantara dan/atau keagenan rekan bayem

    mohon pencerahan
    salam

  • bayem

    Member
    2 March 2010 at 10:22 am
    Originaly posted by junjungansitohang:

    termasuk Jasa perantara dan/atau keagenan rekan bayem

    menurut saya…
    jasa perantara tidakdapat dipersamakan dengan jasa freight forwading.

    dalam PER 178/PJ/2006 dijelaskan tentang pengertian dari freight forwading..
    Pengertian Jasa Freight Forwarding sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf f Lampiran II Peraturan ini adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman barang melalui transportasi darat, laut dan udara (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 1988 tentang Jasa Pengurusan Transportasi).

    sedangkan pengertian jasa perantara sendiri berdasarkan surat direjen pajak

    SURAT
    DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S-88/PJ.311/1999
    Tanggal 9 April 1999

    JASA PERANTARA

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXXXX tanggal 13 Januari1999 dan Nomor XXXXX tanggal 23 Maret1999 mengenai seperti tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

    Dalam surat tersebut, Saudara mengemukakan bahwa :
    PT WLI adalah perusahaan industri yang menjual hasil produksinya kepada konsumen atau pelanggan melalui tiga distributor yaitu PT Tempo, PT Parit Padang dan PT Dos Ni Roha. Artinya para distributor yang melakukan pembelian, penyimpanan dan penjualan hasil produksi WLI kepada para konsumen atau pelanggannya. Para distributor tersebut bebas menetapkan harga jual barang produksi tersebut sepanjang tidak melebihi harga net apotik yang telah ditetapkan oleh PT WLI.

    PT WLI hanya bertanggung jawab atas risiko penjualan barang produksinya kepada distributor terbatas sampai barang tersebut diterima di gudang distributor yang bersangkutan. Sedangkan atas beban dan risiko yang timbul setelah barang tersebut diterima merupakan tanggung jawab penuh distributor masing-masing.

    Atas segala resiko yang dipikulnya tersebut, PT WLI memberikan margin dalam persentase tertentu dari nilai faktur PT WLI ke distributor yang bersangkutan. Saudara berpendapat bahwa margin yang diterima oleh distributor tersebut bukanlah imbalan jasa perantara sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-128/PJ/1997. Hal itu didasarkan karena terdapatnya perbedaan antara jasa perantara dan distributor, yaitu : – distributor memiliki persediaan, sedangkan pengusaha jasa perantara tidak,

    – tanggung jawab atas risiko barang ada pada distributor, sedangkan bagi pengusaha jasa perantara ada pada produsen,

    – terdapat tanggung jawab finansial (utang/piutang) tanpa memperhatikan apakah barang tersebut sudah laku terjual atau belum pada distributor, sedangkan pengusaha jasa perantara tidak.

    Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara mohon penegasan bahwa pendapat Saudara mengenai pemberian margin kepada distributor bukan imbalan jasa perantara.

    Dari uraiandi atas, disimpulkan bahwa para distributor melakukan kegiatan : – perdagangan dengan menanggung risiko laba atau rugi, dan

    – sebagai perantara, yaitu menjualkan barang dengan menerima imbalan sebesar persentase tertentu dari pembelian.

    Berdasarkan Pasal 2 huruf h dan Pasal3 huruf j Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-128/PJ/1997tanggal 22 Juli 1997, antara lain diatur bahwa atas imbalan sehubungan dengan jasa perantara yang dibayarkan atau terhutang, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto imbalan sehubungan dengan jasa perantara adalah sebesar 60% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN dan PPnBM.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :

    pemberian margin dalam persentase tertentu dari nilai faktur PT Warner Lambert Indonesia (PT WLI) kepada distributornya, termasuk pemberian imbalan bagi distributor selaku perantara.

    atas setiap pemberian margin dalam persentase tertentu dari nilai faktur tersebut, oleh PT WLI kepada distributor, wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar15% x 60% atau sebesar 9% dari jumlah bruto margin tidak termasuk PPN dan PPnBM oleh PT WLI, kecuali sudah dipotong PPh Pasal22 oleh Pabrikan.

    Demikian untuk dimaklumi.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN
    ttd
    IGN MAYUN WINANGUN

    mohon koreksi…

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 10:49 am

    saya pikir seperti ini rekan bayem:
    1. imbalan jasa yang diterima an perusahaan JPT merupakan Dasar pengenaan pajak.
    2. Imbalan jasa yang dilakukan, dalam rangka mewakili kepentingan konsumen.
    3. Penegasan jasa freight forwarding termasud pengertian dalam jasa perantara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan SDJP 59 /PJ.43/ 2006 belum dicabut.

    dari pegertian diatas: imbalan jasa yang ditrima JPT merupakan imbalan jasa dalam rangka mewakili kepentingan konsumen termasuk kategori jasa perantara/
    dan atau keagenan

    mohon koreksinya rekan…
    salam

  • paku

    Member
    2 March 2010 at 11:09 am

    bgm dengan surat S/785/PJ/032/2007 ttg keberatan para forwader? itu masih dapet diperhitungkan gak?jadi inti nya sebenarnya perusahaan yg disebut forwader apakah jasa bisa disebut perantara?

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 11:15 am

    mohon dishare surat tersebut rekan paku

    salam

  • paku

    Member
    2 March 2010 at 11:18 am

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S-785/PJ.032/2007 TANGGAL 12 SEPTEMBER 2007
    TENTANG
    KEBERATAN PELAKU INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DAN LOGISTIK TERHADAP PERATURAN DIRJEN PAJAK NOMOR PER-178/PJ/2006

    Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 25 Januari 2007 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan keberatan sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-178/PJ/2006 tanggal 26 Desember 2006 karena Saudara merasa bahwa dampak yang ditimbulkan oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-178/PJ/2006 tersebut sangat merugikan bagi pelaku industri freight forwarding dan logistik.
    2. Ketentuan terkait:
    a. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000 diatur bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
    1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
    b. Lampiran II angka 3 huruf f, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tanggal 26 Desember 2006 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000, menyatakan jasa freight forwarding dengan perkiraan neto sebesar 20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
    c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-70/PJ/2007 tanggal 9 April 2007 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 17 TAHUN 2000, mengatur:
    1) Pasal 1 ayat (1), Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta serta imbalan jasa yang dibayarkan oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya atau oleh orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk memotong pajak kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dipotong Pajak Penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto oleh pihak yang wajib membayar;
    2) Pasal 1 ayat (2), imbalan jasa yang atas pembayarannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultasi dan jasa-jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, kecuali jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
    3) Pasal 3, Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas penghasilan sewa dari penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;
    4) Pasal 4, Besarnya Perkiraan Penghasilan Neto atas imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut;
    5) Pasal 6 angka 1, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
    3. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan:
    a. Mulai 1 Januari 2007 sampai dengan 8 April 2007 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-178/PJ/2006 jasa freight forwarding tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dikali 20% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN;
    b. Sejak 9 April 2007 sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007 jasa freight forwarding tidak tercantum sebagai jasa yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 oleh karena itu atas pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 4) di atas.
    Demikian untuk dimaklumi.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL
    DIREKTUR
    ttd
    DJONIFA ABDUL FATAH

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 11:37 am

    salam rekan paku

    penegasan surat S-185 tsb terletak pada pembayaran yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b angka 4) di atas.

    JPT yg mendapatkan imbalan jasa atas pengurusan kepentingan konsumen ( tetap dipot pph23nya), mengacu pd SDJP 59 /PJ.43/ 2006

    salam

  • paku

    Member
    2 March 2010 at 1:11 pm

    rekan junjung lebih tepat nya seperti apa utk unsur sewa/imbalan jasa yg ditagihkan oleh forwader yg terkena pph 23 ??apakah tagihan yg di breakdown dari pihak forwader yg mjd unsur sewa / imbalan jasa yg ditagihkan oleh pihak forwader yg terkena subjek pph 23?

  • junjungansitohang

    Member
    2 March 2010 at 1:16 pm

    salam rekan paku
    apabila imbalan jasa tsb mengatasnamakan diri forwarder tsb dan bukan atas nama konsumen merpk objek pemotongan pph pasal 23.

    salam

  • paku

    Member
    2 March 2010 at 1:30 pm

    arti nya yg saya tangkap bukan tagihan yg bersifat reimburement(cost to cost) betul rekan junjung…ato bisa lebih dijelaskan lagi rekan junjung
    .satu pertanyaan rekan junjung?doc fee dan PIB fee itu subjek pph 23 bukan?tks

  • bayem

    Member
    2 March 2010 at 3:04 pm

    terima kasih atas pendapat rekan jungjungsitohang..
    hal ini memang banyak menimbulkan perdebatan, dan tiap orang punya pendapat yang masuk akal akan hal ini.

    mohon rekan jungjung bisa membaca surat NOMOR S – 09/PJ.032/2008 dimana disana dikatakan bahwa Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-70/PJ/2007, jasa Freight forwading tidak dilakukan pemotongan pph 23. (maaf suratnya gak bisa saya post disini,agak berantakan nanti)

Viewing 1 - 15 of 18 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now