Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Bahas Berita › Belanja Online dari Luar Negeri di Atas Rp 1 Juta Kena Pajak
Belanja Online dari Luar Negeri di Atas Rp 1 Juta Kena Pajak
Jakarta – Kementerian Keuangan lewat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) punya aturan baru buat importir.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan aturan baru tersebut tertuang dalam PMK Nomor 112 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas PMK 182 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.
Di aturan yang baru ini, batasan produk impor yang terbebas dari bea masuk dan pajak impor sebesar US$ 75 atau Rp 1 juta per bon atau invoice, angka tersebut menurun dari yang sebelumnya sebesar US$ 100.
Aturan ini diteken tanggal 6 September 2018, diundangkan tanggal 10 September 2018 dan berlaku efektif 30 hari sejak tanggal diundangkan.
Seperti apa aturan tersebut, dan kapan berlaku? Simak berita selengkapnya.
Mulai 10 Oktober 2018, impor barang melalui e-Commerce dengan total nilai di atas US$ 75 dikenakan bea masuk 7,5%. Bea masuk tersebut berlaku flat alias sama untuk semua jenis barang.
Selain bea masuk, importir juga bakal dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor 10% berlaku flat, serta dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) impor sebesar 10% untuk yang memiliki NPWP, dan 20% bagi yang tidak memiliki.
"Berapa tarif yang berlaku kalau impor di atas US$ 75? Tarif bea masuk 7,5% flat semua jenis barang, PPN 10% flat, PPh 10% kalau punya NPWP, kalau tidak tarifnya 20%," kata Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).
Heru memastikan aturan tersebut berlaku mulai Oktober 2018, alias 30 hari sejak tanggal diundangkan pada 10 September. Aturan ini memperketat aturan impor barang kiriman dari luar negeri.
Aturan tersebut tertuang dalam PMK Nomor 112 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PMK 182 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.
Impor barang melalui e-Commerce dengan nilai total melewati batas US$ 75 atau lebih dari 1 juta bakal kena bea masuk dan pajak impor. Aturan tersebut berlaku mulai 10 Oktober 2018.
Lantas, bagaimana jika misalnya satu orang impor tiga barang, masing-masing nilainya di bawah US$ 75, namun secara total lebih dari US$ 75?
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyampaikan, jika dua barang pertama nilainya maksimal US$ 75 maka barang ketiga yang kena bea masuk dan pajak impor. Sementara barang pertama dan kedua tidak dikenakan.
Heru memberi contoh, kalau seseorang membeli barang secara online sehari tiga kali transaksi, pertama US$ 50, kedua US$ 20, ketiga US$ 40, maka yang US$ 50 tetap mendapat pembebasan bea masuk dan pajak impor, begitu pun yang US$ 20, karena jika ditotal baru mencapai US$ 70.
"Yang US$ 20 karena secara akumulatif masih di bawah US$ 75 juga dapat kebebasan. Tapi yang US$ 40 tidak dapat karena sudah melampaui US$ 75," sebutnya saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).
Sementara dalam aturan yang lama, importir bisa mengimpor barang berkali-kali dalam sehari tanpa dikenakan bea masuk dan pajak impor, selama per transaksi tidak melebihi US$ 100. Hal itu karena tidak berlaku secara akumulatif.
Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menyampaikan, pihaknya sudah memperketat pengawasan dari kecurangan importir yang mencari celah, caranya dengan mengandalkan sistem otomasi.
"Kan kita sistem otomasi kita sudah akan mendeteksi pada saat pelaku mencoba mengakali dengan mengubah nama, atau menyewa KTP, atau NPWP orang lain," katanya saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).
Dengan bantuan sistem, ditambah kerja sama dengan asosiasi peritel, DJBC akan mengawasi perilaku tiap importir. Dengan begitu, meski importir meminjam identitas orang lain bisa diketahui.
"Tapi kita tahu sebenarnya, kerja sama dengan asosiasi, itu bisa mendeteksi tren ini, atau modus ini sehingga kita akan lakukan verifikasi lanjutan dengan Direktorat Jenderal Pajak.
DJBC akan ikut melibatkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti modus tersebut dengan menelusuri perpajakannya.
"Kalau sudah dengan Ditjen Pajak kan itu sudah bisa melihat secara komprehensif, orang ini kan bisnis ya, dagang ya, pasti dia punya pembukuan. Kalau dia memasang di website, bisa kita lihat berapa omzet dia dan sebagainya," tambahnya.
Sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d- 4216405/belanja-online-dari-luar-negeri-di-atas-rp -1-juta-kena-pajak/4
Tujuannya bagus sih, supaya masyarakat konsumsi produksi dalam negeri dan mengurangi impor ya..
- Originaly posted by mey_mey:
Tujuannya bagus sih, supaya masyarakat konsumsi produksi dalam negeri dan mengurangi impor ya..
masalahnya produk dalam negeri malah harganya lebih mahal dibanding impor.. hahaha
- Originaly posted by abrahamchandra:
masalahnya produk dalam negeri malah harganya lebih mahal dibanding impor.. hahaha
makanya. kalo dipikir-pikir ya mending impor dah, segi kualitas juga kadang masih ada gap
atau jastip aja kali ya, jadi ga kena pajak.
- Originaly posted by jazztax:
makanya. kalo dipikir-pikir ya mending impor dah, segi kualitas juga kadang masih ada gap
kualitas impor juga gak semua bagus, apalagi kayak barang2 made in china. tapi kembali lagi itu semua murah, jadi konsumen kebanyakan mengensampingkan kualitas yang lbh rendah demi harga yang lebih murah
padahal kemaren baru ada perubahan tarif impor kalo ga salah.
Keluhan dari pengusaha dalam negeri yang saya dengar adalah pemerintah kurang melindungi industri dalam negeri sehingga produk bagus susah mendapat nilai jual tinggi. Padahal bbrp pengusaha dalam negeri punya produk kelas dunia yang bisa dikembangkan.
- Originaly posted by yanuhm:
Keluhan dari pengusaha dalam negeri yang saya dengar adalah pemerintah kurang melindungi industri dalam negeri sehingga produk bagus susah mendapat nilai jual tinggi. Padahal bbrp pengusaha dalam negeri punya produk kelas dunia yang bisa dikembangkan.
ya jelas itu kalau produk dalam negeri yang bagus dijual tinggi, siapa yang mau beli??, mengingat produk impor terutama dari cina menjamur di indonesia. contoh, baskom produk dalam negeri dijual 50ribu, sedangkan merek china dijual 30ribu. ente akan beli yang mana?? kita sebagai masyarakat awam juga gak gitu paham masalah kualitas, karena kalau secara visual dan bahan mirip2.
- Originaly posted by abrahamchandra:
ya jelas itu kalau produk dalam negeri yang bagus dijual tinggi, siapa yang mau beli??, mengingat produk impor terutama dari cina menjamur di indonesia. contoh, baskom produk dalam negeri dijual 50ribu, sedangkan merek china dijual 30ribu. ente akan beli yang mana?? kita sebagai masyarakat awam juga gak gitu paham masalah kualitas, karena kalau secara visual dan bahan mirip2.
Makanya saya pikir kalo ada sedikit proteksi dari pemerintah akan membantu, rekan. Biarpun beberapa ekonom tidak sependapat dan mengatakan bahwa hukum pasar bebas lebih dapat merangsang perekonomian. Tapi kalo keadaan seperti sekarang jadinya industri dalam negeri malah menjadi tidak berkembang
kalau mengacu pada (PMK) Nomor 203/PMK.04/2017 ini kok batasan minimal barang bawaan pribadi dari luar negeri jadi USD $500 ya ?? (dalam bentuk oleh-oleh).