Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Lain-lain Perlu berhati hati dalam penerbitan SKB PPh final

  • Perlu berhati hati dalam penerbitan SKB PPh final

     zulkarnaen abdul hannan updated 6 years ago 1 Member · 2 Posts
  • zulkarnaen abdul hannan

    Member
    28 March 2018 at 7:49 am
  • zulkarnaen abdul hannan

    Member
    28 March 2018 at 7:49 am

    Warisan adalah termasuk penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. Hal ini sesuai Pasal 4 ayat (3) Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh). Selanjutnya dalam Pasal 6 huruf d Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2016 tentang PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan beserta Perubahannya, disebutkan bahwa dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena warisan.

    Untuk tidak dikenakan PPh Final diperlukan SKB (Surat Keterangan Bebas). Peraturan tentang penerbitan SKB PPh karena warisan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 30/PJ/2009 Tanggal 29 April 2009 Tentang Tata Cara Pemberian Pengecualian Dari Kewajiban Pembayaran atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.

    Untuk memperoleh SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ahli waris yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib mengajukan surat permohonan SKB PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat orang pribadi atau badan yang bersangkutan terdaftar atau bertempat tinggal, dengan ketentuan untuk sebab warisan harus dilampiri Surat Pernyataan Pembagian Waris. Terhadap permohonan tersebut, Kepala Kantor Pelayanan Pajak diberi waktu untuk memberikan keputusan hanya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima secara lengkap. Jangka waktu ini sangat singkat, karena berkas biasanya dimasukkan ke loket Tempat Pelayanan Terpadu lebih dahulu.

    PPh ini terhutang atas pihak yang mengalihkan harta, dalam hal ini terhutang oleh pewaris (orang yang meninggal dunia). Sedangkan yang menerima pengalihan harta terhutang BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan). Seringkali filosofi ini luput dari petugas pajak yang memberikan SKB.

    Misal, Tuan A (almarhum) mewarisi sebidang tanah di Jakarta dengan nilai Rp600 juta. Atas tanah tersebut dimintakan permohonan SKB oleh ahli waris (misal Nyonya B selaku ahli waris/istri almarhum). Pada surat permohonan SKB, tentulah Nyonya B akan menandatangani surat, dilampiri Surat Pernyataan Pembagian Waris. Dalam beberapa kejadian, ternyata KPP mencantumkan nama Nyonya B dalam SKB yang diterbitkannya, karena pemohon adalah Nyonya B, bukan mencantumkan Tuan A (almarhum) dalam SKB. Di sinilah mulai muncul peluang terjadinya kerugian pada negara.

    Peluang pertama, Nyonya B bisa menggunakan SKB tadi untuk balik nama sebagai ahli waris pada harta tadi. Berikutnya, dia menggunakan lagi SKB tadi pada saat harta tadi dijual kepada Pihak Ketiga, misal pada bulan berikutnya. Peluang kedua, Nyonya B bisa membawa SKB tadi ke Notaris/PPAT keesokan harinya atau pada hari-hari berikutnya dan mengalihkan atau menjual harta tanah tadi kepada Pihak Ketiga.

    Kalau kita perhatikan, sebenarnya ada dua peristiwa hukum atas kasus tadi. Pertama adalah peristiwa penerimaan penghasilan yang bukan objek pajak berupa warisan, dari Tuan A (almarhum) kepada ahli warisnya. Kedua adalah peristiwa penjualan harta hasil warisan dari Nyonya B kepada Pihak Ketiga, dan ini terhutang PPh Final Pasal 4 ayat (2) sebesar 2,5% x Rp 600 juta = Rp 15.000.000,-.

    Seharusnya SKB tadi diberikan kepada Tuan A (almarhum), untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dalam transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. Filosofi bahwa atas PPh ini terhutang kepada pihak yang mengalihkan harta haruslah tetap menjadi pedoman kita. Perhatikan kembali bunyi Pasal 1 PP No. 34 Tahun 2016, “Pajak Penghasilan yang bersifat final terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, …”. Semoga tulisan ini memberikan pencerahan bagi kita semua.(*)

    di tulis oleh : Amirul Mukminin, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Viewing 1 - 2 of 2 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now