Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Perpajakan Internasional Tarif PPh 26 Atas Jasa Dalam Tax Treaty

  • Tarif PPh 26 Atas Jasa Dalam Tax Treaty

     acekbotak updated 6 years ago 8 Members · 19 Posts
  • Omar Al Fatih

    Member
    6 October 2017 at 8:13 am

    Dear All

    Selamat pagi untuk para profesional Tax. Ada yang saya ingin tanyakan terkait dengan perpajakan internasional khususnya di tax treaty.
    1. Terkait dengan kegiatan penggunaan jasa dari luar negeri (Maintenance, profesional, implementasi system, konsultan) yang dimana banyak dalam tax treaty tidak disebutkan dengan jelas dalam klausul pasal apakah dapat langsung ditentukan dengan pasal yang membahas tentang jasa yang tidak dijelaskan secara jelas, jika iya bagaimana dengan tax treaty yang tidak memiliki kalusul pasal tentang jasa yang tidak secara jelas disebutkan dalam tax treaty?
    2. Atas kegiatan penggunaan jasa dari luar negeri yang dimana di dalam kontrak ataupun invoice dengan engagement 1 tahun apakah langsung dapat diartikan melebihi time test dan WPLN tersebut dipersamakan seperti BUT?
    3. Jika dalam 1 tahun perusahaan dapat membuktikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tidak melebihi time test (misal kunjungan 1 bulan 2x ke indonesia) dibuktikan dengan copy visa kunjungan si pegawai dari suatu perusahaan diluar negeri tersebut dapat diterima oleh fiskus pada saat pemeriksaan? atau adakah dokumen yang lain untuk membuktikan hal tersebut?

    Salam Sukses

  • Omar Al Fatih

    Member
    6 October 2017 at 8:13 am
  • abrahamchandra

    Member
    6 October 2017 at 10:43 am
    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    1. Terkait dengan kegiatan penggunaan jasa dari luar negeri (Maintenance, profesional, implementasi system, konsultan) yang dimana banyak dalam tax treaty tidak disebutkan dengan jelas dalam klausul pasal apakah dapat langsung ditentukan dengan pasal yang membahas tentang jasa yang tidak dijelaskan secara jelas, jika iya bagaimana dengan tax treaty yang tidak memiliki kalusul pasal tentang jasa yang tidak secara jelas disebutkan dalam tax treaty?

    harus melihat nature transaksinya dahulu.. kebanyakan memang tidak disebutkan dalam pasal2 di tax treaty. tapi kebanyakan jika jasa memang terutang PPh 26.

    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    2. Atas kegiatan penggunaan jasa dari luar negeri yang dimana di dalam kontrak ataupun invoice dengan engagement 1 tahun apakah langsung dapat diartikan melebihi time test dan WPLN tersebut dipersamakan seperti BUT?

    time test disini berarti bukan kontraknya yg lebih dari 183 hari, tapi berapa lama karyawan dari perusahaan luar tersebut bekerja di indonesia dalam hal pemberian jasa kepada perusahaan kita, apakah lebih atau kurang dari 183hari.

    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    3. Jika dalam 1 tahun perusahaan dapat membuktikan bahwa pelaksanaan pekerjaan tidak melebihi time test (misal kunjungan 1 bulan 2x ke indonesia) dibuktikan dengan copy visa kunjungan si pegawai dari suatu perusahaan diluar negeri tersebut dapat diterima oleh fiskus pada saat pemeriksaan? atau adakah dokumen yang lain untuk membuktikan hal tersebut?

    menurut saya itu bisa diterima oleh fiskus.. agar lebih meyakainkan lagi sertakan semua reimbursemnt2 yang diberikan dari perusahaan luar tersebut seperti hotel, transport, meals, dll, agar lebih meyakinkan lagi dari pihak fiskus bahwa memang tidak melebihi time test

  • Omar Al Fatih

    Member
    6 October 2017 at 11:16 am
    Originaly posted by abrahamchandra:

    harus melihat nature transaksinya dahulu.. kebanyakan memang tidak disebutkan dalam pasal2 di tax treaty. tapi kebanyakan jika jasa memang terutang PPh 26.

    Misal Jasa Implementasi Software di kontak selama 1 tahun, namun pekerjaan hanya 1 bulan. berarti engagment periode di DGT kita input masa pekerjaan yg 1 bulan ya bukan sesuai kontrak atau invoice?

    1 pertanyaan lagi rekan @abrahamchandra : Untuk penerapan time test tax treaty itu berlaku untuk 1 project (per invoice) atau kumulatif transaksi dengan lawan transaksi yang sama dalam 1 tahun ?
    Misal 1 penyerahan jasa yang berlangsung selama 8 bulan (lewat time test) namun perusahan menggunakan metode split invoice atau PO dalam 4 tahap (masing2 per tahap 2 bulan pekerjaan) agar tiap invoice nya kurang dari time test dan terhutang PPh 26 sebesar 0%, apakah hal tersebut benar dan tidak menyalahi aturan perpajakan di indonesia?

  • abrahamchandra

    Member
    6 October 2017 at 11:24 am
    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    Misal Jasa Implementasi Software di kontak selama 1 tahun, namun pekerjaan hanya 1 bulan. berarti engagment periode di DGT kita input masa pekerjaan yg 1 bulan ya bukan sesuai kontrak atau invoice?

    harusnya di input 1 tahun harus sesuai kontrak dan invoice.. tetapi jika memang ada pertanyaan dari pihak fiskus, anda harus bisa menjelaskan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan luar tersebut hanya 1 bulan tidak melebihi time test.

    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    Untuk penerapan time test tax treaty itu berlaku untuk 1 project (per invoice) atau kumulatif transaksi dengan lawan transaksi yang sama dalam 1 tahun ?

    1 contract, 1 DGT-1, tapi tidak terbatas juga, karena DGT -1 hanya berlaku 1 tahun, jadi jika kontrak kerjasamanya 5 tahun, artinya tiap tahun mereka, harus menyiapkan 5 DGT – 1 untuk tahun2 yang berbeda.

    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    Misal 1 penyerahan jasa yang berlangsung selama 8 bulan (lewat time test) namun perusahan menggunakan metode split invoice atau PO dalam 4 tahap (masing2 per tahap 2 bulan pekerjaan) agar tiap invoice nya kurang dari time test dan terhutang PPh 26 sebesar 0%, apakah hal tersebut benar dan tidak menyalahi aturan perpajakan di indonesia?

    kalau cara ini gak bisa.. 1 kontrak, 1 DGT – 1(1 DGT Masa berlakunya 1 tahun)

  • abrahamchandra

    Member
    6 October 2017 at 11:25 am

    intinya anda tidak perlu khawatir mengenai lamanya kontrak, time test itu dihitung bukan berdasarkan jangka waktu kontrak, tetapi dihitung berapa lama karyawan perusahaan luar, melakukan pekerjaan di indonesia dalam 1 tahun.

  • abrahamchandra

    Member
    6 October 2017 at 11:28 am
    Originaly posted by Omar Al Fatih:

    Misal 1 penyerahan jasa yang berlangsung selama 8 bulan (lewat time test) namun perusahan menggunakan metode split invoice atau PO dalam 4 tahap (masing2 per tahap 2 bulan pekerjaan) agar tiap invoice nya kurang dari time test dan terhutang PPh 26 sebesar 0%, apakah hal tersebut benar dan tidak menyalahi aturan perpajakan di indonesia?

    tambahan lagi, 1 kontrak memang 1 DGT-1, tetapi jika pembayarannya dibagi 4 tahap, maka lembar ke 2 dari DGT harus diberikan 4 lembar sesuai dengan nilai invoice.. jadi jika dalam 1 kontrak pembayarannya 4x, artinya lembar ke 1 DGT tetap 1 lembar, tetapi lembar ke 2 harus ada 4 lembar..

  • onichan176

    Member
    10 November 2017 at 1:07 pm
    Originaly posted by abrahamchandra:

    harus melihat nature transaksinya dahulu.. kebanyakan memang tidak disebutkan dalam pasal2 di tax treaty. tapi kebanyakan jika jasa memang terutang PPh 26.

    Dear Rekan abraham,
    Jikalau semua jasa luar negeri terutang pph 26, berapa tarifnya? apakah tetap 20 %? terus jika berdasarkan tax treaty ,apakah berarti bisa menjadi 10 %? tetapi dalam tarif di tax treaty tidak disebutkan atas jasa ( misalkan jasa teknik) cuma disebutkan devidend, royalti, bunga dan branch profit tax. bagaimana dengan hal tsb rekan?

  • abrahamchandra

    Member
    13 November 2017 at 10:20 am
    Originaly posted by onichan176:

    Dear Rekan abraham,
    Jikalau semua jasa luar negeri terutang pph 26, berapa tarifnya? apakah tetap 20 %? terus jika berdasarkan tax treaty ,apakah berarti bisa menjadi 10 %? tetapi dalam tarif di tax treaty tidak disebutkan atas jasa ( misalkan jasa teknik) cuma disebutkan devidend, royalti, bunga dan branch profit tax. bagaimana dengan hal tsb rekan?

    terutang 20% jika mereka tidak dapat memberikan DGT – 1. tarif 10% itu tidak di semua negara, ada juga yang 15% dan 5% sesuai negara dan jenis transaksinya. silahkan dibaca tax treatynya.

  • onichan176

    Member
    14 November 2017 at 4:03 pm
    Originaly posted by abrahamchandra:

    terutang 20% jika mereka tidak dapat memberikan DGT – 1. tarif 10% itu tidak di semua negara, ada juga yang 15% dan 5% sesuai negara dan jenis transaksinya. silahkan dibaca tax treatynya.

    Dear Rekan abraham

    Misalkan tax treaty antara indonesia – Jepang. disitu tertulis tarifnya 10 % untuk jenis transaksi pembyrn Deviden (sub holding), Bunga, Royalti, branch profit tax.. semua tarifnya sama ( 10 %). Yg sama mau tanyakan bagaimana dengan jenis transaksi Jasa tehnik ,contoh : mendatangkan tenaga ahli dr jepang utk setting mesin dll. karena di P3B tsb tidak tertulis jenis transaksi jasa. sedangkan di PPH 26 terutang PPh untuk segala jenis jasa. Bagaimana perlakuan atas transaksi jasa teknik tsb rekan abraham, apakah terutang pph 26 dg tarif 20 % dan bisa mjd 10 % jika ada DGT-1 atau tarif 0 % ?

    Demikian dan terimakasih.

  • abrahamchandra

    Member
    14 November 2017 at 5:00 pm

    jika dia bisa menyediakan DGT – 1 dan masa kerjanya tidak melebihi 183 hari, maka terutang PPh 26 0%

  • onichan176

    Member
    15 November 2017 at 10:49 am
    Originaly posted by abrahamchandra:

    jika dia bisa menyediakan DGT – 1 dan masa kerjanya tidak melebihi 183 hari, maka terutang PPh 26 0%

    Dear rekan abraham,

    Dasarnya apa rekan? jika terutang PPh 26 dengan tarif 0%. apakah karena di tax treaty tidak di sebutkan jenis transaksi atas segala jasa atau yang mana rekan?

    Terimakasih.

  • Theodora Oyonita

    Member
    11 January 2018 at 11:50 am

    dear all,

    kami dulu punya technical adviser dari Inggris, sekarang kontrak dengan perusahaan sudah selasai. Kami tetap ingin menggunakan jasanya, sebagai imbalan dia akan terbitin invoice. Dia ini oranf pribadi. Untuk pekerjaanya mungkin 1 dalam 4 bulan dia dating selama 10 di Jakarta. untuk pph atas feenya bagaimana ya. saya kurang paham dengan maksud art. 14 di tax treaty Ind-Inggris. Terima kasih

  • LeoFisika

    Member
    9 February 2018 at 4:11 pm
    Originaly posted by onichan176:

    Dear rekan abraham,

    Dasarnya apa rekan? jika terutang PPh 26 dengan tarif 0%. apakah karena di tax treaty tidak di sebutkan jenis transaksi atas segala jasa atau yang mana rekan?

    Terimakasih.

    pahami dulu dasar kenapa ada tax treaty (FOR THE AVOIDANCE OF DOUBLE TAXATION AND THE PREVENTION) yang di sini penhindaran pegenaan pajak secara double

    misal jika WPLN (wajib pajak luar negeri) menerima penghasilan di indonesia dan harus dikenakan pajak di indonesia dan sedangakan di negara mereka terdaftar penghasilan tersebut juga harus di kenakan pajak

    maka dari itu tax treaty mengatur negara mana yang berhak melakukan pemungutan pajak (1. negara sumber penghasilan atau negara tempat wajib pajak terdaftar)

    kenapa tarif 0% penghasilan hanyaa bisa dikenakan perpajakan nya di tempat wajib pajak terdaftar kecuali melalui BUT

    untuk memastikan bahwa perusahan tersebut bukan BUT maka diperlukan COD bahwa benar wajib pajak tersebut berdomisili di negara lain.

  • sanmiguel

    Member
    23 March 2018 at 9:10 am

    Dear Rekan Abraham,

    DGT-1 bisa back date atau tidak?
    kalau kita ada hutang di Indo, tp jaminannya dari HQ Jepang
    setiap tahun HQ akan memberikan tagihan untuk jaminan tsb (dengan rincian per bulan) bagaimana perlakuan untuk tagihan tersbut.

    apakah kena objek pph 26 : 20% kl ada DGT-1 0%
    atau diakui sebagai interest 10%

    terima kasih

Viewing 1 - 15 of 19 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now