Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums Perpajakan Internasional Bisakah Indonesia 'keruk pajak' Rp600 triliun dari WNI di Singapura?

  • Bisakah Indonesia 'keruk pajak' Rp600 triliun dari WNI di Singapura?

  • tukanginsinyur

    Member
    17 July 2017 at 8:38 am

    Pertemuan tertutup Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Menteri Urusan Hukum dan Keuangan Singapura, Indranee Rajah, Rabu (12/07), menjadi babak baru pertukaran data nasabah antara kedua negara.

    Indonesia, menurut Sri Mulyani, 'dapat memanfaatkan data tersebut untuk mengeruk pajak dari sekitar Rp600 triliun dana nasabah WNI disimpan di Singapura'.

    "Singapura telah menyampaikan bahwa Indonesia termasuk negara yang eligible atau included di dalam MCAA mereka. Artinya perjanjian AEoI sudah otomatis bisa dijalankan sesuai timeline," ujar Sri Mulyani kepada wartawan di Jakarta, Rabu (12/07).

    MCAA adalah kesepakatan multilateral tentang pelaksanaan pertukaran informasi secara otomatis (AEoI) melalui skema standar pelaporan bersama (CRS). Kesepakatan itu dikelola Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

    Indonesia meneken kesepakatan itu awal Juni 2015 di Paris, Prancis. Sementara itu, Singapura menandatangani dokumen tersebut akhir Juni lalu.

    "Sebagai pusat bisnis dan keuangan, kami mendapatkan kepercayaan yang tinggi. Kami berkomitmen menjalankan standar kerja sama pajak internasional secara serius," ujar Menteri Keuangan Singapura Heng Swee Keat kala itu.

    Niat Singapura itu berkaitan dengan standar internasional mengenai kasus penghindaran pajak. Isu itu merupakan satu dari sekian rekomendasi yang dihasilkan pertemuan G20, awal Juli lalu.

    Kapan pertukaran informasi dilakukan?
    Hingga 29 Juni lalu, 93 negara telah meneken MCAA. Merujuk data OECD, terdapat dua periode waktu pertukaran informasi nasabah perbankan antarnegara tersebut.

    Indonesia dan Singapura tercatat akan efektif menjalankan pertukaran data itu pada September 2018. Kedua negara itu tak termasuk 53 negara yang akan lebih dulu saling bertukar informasi pada September 2017.
    Titik terang pertukaran data nasabah antara Indonesia dan Singapura muncul secara verbal ketika Sri Mulyani dan delegasi Singapura bertemu di KTT G20 di Jerman, awal Juli lalu.

    "Mereka secara khusus meminta bertemu dan menjelaskan bahwa mereka mengikuti standar internasional itu, bahkan siap untuk menerima Indonesia," tutur Sri tentang pertemuan di G20 itu.

    Apa syarat dari Singapura?
    Usai bertemu Indranee Rajah, Sri menyebut MCAA tidak memuat poin khusus tentang mekanisme pertukaran data nasabah. Namun Singapura tidak memberikan informasi itu 'secara cuma-cuma'.

    Mengutip Kompas.com, April lalu, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyebut Singapura berkenan bertukar data nasabah jika Indonesia memiliki tingkat transparansi dan akses informasi yang setara dengan mereka.

    Syarat itu sejalan dengan keharusan Indonesia menerbitkan undang-undang tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan pajak sebelum 30 Juni 2017. Indonesia terikat dengan kewajiban itu setelah meneken MCAA.

    Pemerintah menjalankan kewajiban itu dengan menerbitkan Perppu 1/2017 awal Mei silam. Atas dasar hukum itu, Ditjen Pajak kini berhak mendapatkan info tentang identitas, saldo dan penghasilan pemilik rekening keuangan.

    Singapura juga disebut meminta Indonesia merivisi kesepakatan pajak berganda. Perjanjian itu mengatur pengenaan pajak lebih dari sekali oleh lebih dari satu negara terhadap satu penghasilan wajib pajak yang berbisnis di luar negeri.

    "Singapura minta kepada kami, double tax agreement perlu direvisi," ujar Sri, Rabu (13/07).

    Permintaan itu, kata Sri, berkaitan dengan perlindungan terhadap investor asal Singapura yang menanam modal di Indonesia, terutama di sektor infrastruktur. Perjanjian pajak berganda antarkedua negara selama ini lebih merujuk ke sektor manufaktur.

    Namun Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak John Hutagaol menyebut permintaan revisi double tax agreement itu tak berkaitan dengan AEoI, melainkan pembaruan perjanjian pajak untuk kepastian legal investor.

    Sejauh mana Indonesia dapat berharap?
    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (InDEF), Bhima Yudistira, menilai pertukaran informasi nasabah antara Indonesia dan Singapura itu sebagai langkah awal yang tepat. Menurutnya, Indonesia baru akan mencapai tahap pengenaan pajak hingga repatriasi dalam tiga tahun ke depan.

    "Butuh waktu panjang untuk sampai ke tahap penyidikan atau mengetahui pelanggaran wajib pajak yang punya rekening di Singapura," ujarnya.

    Bhimo menuturkan, pemerintah Indonesia bahkan harus membuat kesepakatan baru dengan Singapura untuk menerapkan penyanderaan (gijzeling) kepada wajib pajak 'nakal'.

    Lebih dari itu, Bhimo memperkirakan potensi pajak dari WNI di Singapura lebih dari Rp600 triliun. Ia mendorong pemerintah mewaspadai kecenderungan WNI mengalihkan uang tunai ke aset tetap ketika data nasabah dibuka.

    Merujuk penelitian Mckinsey, aset tetap dan dana WNI di lembaga perbankan Singapura mencapai sekitar Rp2.600 triliun.
    "Jangan sampai seperti deklarasi saat amnesti pajak kemarin, besar tapi mayoritas tidak berbentuk repatriasi atau belum bisa dipulangkan karena berbentuk aset tetap," kata Bhimo.

    Pertukaran data nasabah merupakan bagian dari target pemerintah memaksimalkan penghasilan dari sektor pajak. Per Mei 2017, Kemenkeu mengklaim penerimaan dari sektor pajak mencapai 33,4% dari total target 2017 sebesar Rp1.748 triliun.

    Saat rapat kerja dengan komisi keuangan dan perbankan DPR, Mei lalu, Sri menyebut terdapat Rp4.700 triliun harta wajib pajak yang tidak dideklarasikan. Sebanyak Rp1.000 triliun di antaranya, kata Sri, berada di luar negeri.

    Melalui MCAA, pemerintah ingin mendorong kesadaran WNI untuk mematuhi kewajiban perpajakan, terutama melaporkan harta atau aset finansial yang selama ini disembunyikan di luar negeri.

    Sumber : http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40583613

    Yuk optimis yuk bisa kebongkar data yang di singapura

  • tukanginsinyur

    Member
    17 July 2017 at 8:38 am
  • bimoaryan

    Member
    17 July 2017 at 8:42 am

    Singapur nunggu kita apa kita nunggu singapur ya?

  • Budi Yulio

    Member
    17 July 2017 at 12:01 pm

    yg kita lihat , target Tax Amnesty (TA) repratriasi dari S'Pore tidak berhasil, harus diambil tindakan atau cara lain , coba dengan cara pendekatan ke wajib pajak nya, lobby bbrp WP kelas kakap nya , ajak meeting bersama, diskusikan dgn progress yg menarik, mudah2an bisa

  • jhonkhoferi

    Member
    17 July 2017 at 1:47 pm
    Originaly posted by Budi Yulio:

    yg kita lihat , target Tax Amnesty (TA) repratriasi dari S'Pore tidak berhasil, harus diambil tindakan atau cara lain , coba dengan cara pendekatan ke wajib pajak nya, lobby bbrp WP kelas kakap nya , ajak meeting bersama, diskusikan dgn progress yg menarik, mudah2an bisa

    Yang penting bagi mereka yang di sana adalah kepastian hukum,dan suasana yang kondusif…di indonesia mereka masih belum melihat itu.

    Itu proyek reklamasi aja…dana yang besar masih belum pasti bagaimana nasib investornya.

  • Flazz

    Member
    18 July 2017 at 9:23 am

    Dalam pendapat saya mau sebanyak apapun uang dikeruk dari Wajib Pajak tapi korupsi tetap merajalela maka Negara indonesia yang tercinta ini tetap tidak akan maju. seharusnya Pemerintah jangan cuma hanya memikirkan, dan mengawasi bagaimana mendapatkan pendanaan sebesar-besarnya dari Pajak tetapi penggunaanya tidak ada pengawasan ketat. ini berarti sama saja seperti preman yang memalak lalu digunakan untuk kepentingan perut sendiri. Bagaimana Wajib Pajak tidak semakin stress dibebani dengan ribuan aturan, sanksi, ancaman pidana, dan tekanan untuk membayar preman hanya untuk kepentingan preman itu sendiri, sementara kondisi ekonomi saat ini pun sedang lesu. Perhatikan badan birokrasi pemerintah itu sendiri dahulu.

    -Pendapat Pribadi warga yang merasa dicurangi-

Viewing 1 - 6 of 6 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now