Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPN dan PPnBM PPN yang terlapor tidak dapat ditagih

  • PPN yang terlapor tidak dapat ditagih

     wrmhswr updated 9 years, 1 month ago 4 Members · 25 Posts
  • gbygebz

    Member
    26 March 2015 at 1:50 pm

    Dear rekan Ortax,
    Mohon bantuan dan masukannya, sya ada kejadian dimana PT. A menerbitkan FP pada bulan Januari dan sudah menyetor dan melaporkan SPT Masa PPN Januari. Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    Yang mau sy tanyakan bagaimana perlakuan terhadap PPN yg sdh terlanjur setor dan lapor?? Apakah ada cara lain jika terjadi hal seperti ini? Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??
    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Terima kasih sebelumnya.

  • gbygebz

    Member
    26 March 2015 at 1:50 pm

    Dear rekan Ortax,
    Mohon bantuan dan masukannya, sya ada kejadian dimana PT. A menerbitkan FP pada bulan Januari dan sudah menyetor dan melaporkan SPT Masa PPN Januari. Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    Yang mau sy tanyakan bagaimana perlakuan terhadap PPN yg sdh terlanjur setor dan lapor?? Apakah ada cara lain jika terjadi hal seperti ini? Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??
    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Terima kasih sebelumnya.

  • gbygebz

    Member
    26 March 2015 at 1:50 pm

    Dear rekan Ortax,
    Mohon bantuan dan masukannya, sya ada kejadian dimana PT. A menerbitkan FP pada bulan Januari dan sudah menyetor dan melaporkan SPT Masa PPN Januari. Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    Yang mau sy tanyakan bagaimana perlakuan terhadap PPN yg sdh terlanjur setor dan lapor?? Apakah ada cara lain jika terjadi hal seperti ini? Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??
    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Terima kasih sebelumnya.

  • gbygebz

    Member
    26 March 2015 at 1:50 pm
  • wrmhswr

    Member
    27 March 2015 at 8:47 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    kalau bisa dibuatkan dokumen pembatalan transaksi, maka FP nya bisa dibatalkan dan PPN nya bisa dikompensasikan.

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    cek disini :
    http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2010&nomor=57&q=&q_do=m acth&hlm=1&page=show&id=14166

    ortax

  • wrmhswr

    Member
    27 March 2015 at 8:47 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    kalau bisa dibuatkan dokumen pembatalan transaksi, maka FP nya bisa dibatalkan dan PPN nya bisa dikompensasikan.

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    cek disini :
    http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2010&nomor=57&q=&q_do=m acth&hlm=1&page=show&id=14166

    ortax

  • wrmhswr

    Member
    27 March 2015 at 8:47 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Ternyata ada indikasi bahwa konsumen yg telah dibuatkan FP tidak akan membayar barang tersebut.

    kalau bisa dibuatkan dokumen pembatalan transaksi, maka FP nya bisa dibatalkan dan PPN nya bisa dikompensasikan.

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    cek disini :
    http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&id_topik=&i d_jenis=&p_tgl=tahun&tahun=2010&nomor=57&q=&q_do=m acth&hlm=1&page=show&id=14166

    ortax

  • memey

    Member
    27 March 2015 at 9:03 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??

    Boleh

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Sesuai PMK-57/PMK.03/2010
    Pasal 3

    (1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
    a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
    b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
    c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
    (1a) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berbentuk hard copy dan/atau soft copy.
    (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
    (3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
    a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
    b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
    c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
    d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
    e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
    f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
    (4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

    Salam

  • memey

    Member
    27 March 2015 at 9:03 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??

    Boleh

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Sesuai PMK-57/PMK.03/2010
    Pasal 3

    (1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
    a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
    b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
    c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
    (1a) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berbentuk hard copy dan/atau soft copy.
    (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
    (3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
    a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
    b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
    c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
    d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
    e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
    f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
    (4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

    Salam

  • memey

    Member
    27 March 2015 at 9:03 am
    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah diperbolehkan PT. A membebankan piutang tdk tertagih??

    Boleh

    Originaly posted by gbygebz:

    Apakah ada ketentuan untuk membebankan piutang tersebut?

    Sesuai PMK-57/PMK.03/2010
    Pasal 3

    (1) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
    a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
    b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
    c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
    (1a) Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berbentuk hard copy dan/atau soft copy.
    (2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
    (3) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
    a. Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
    b. Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura;
    c. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
    d. Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
    e. Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya selain KUK; dan/atau
    f. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
    (4) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

    Salam

  • anasbuchori

    Member
    27 March 2015 at 9:42 am

    pasal 1a ayat (1) huruf a uu ppn yaitu yang termasuk dalam pengertian penyerahan adalah : penyerahan hak atas bkp karena suatu perjanjian. nah, kalo klausul ini tidak terpenuhi maka tidak termasuk dalam pengertian penyerahan, artinya tidak ada ppn, mungkin bisa dibatalkan. cmiiw

  • anasbuchori

    Member
    27 March 2015 at 9:42 am

    pasal 1a ayat (1) huruf a uu ppn yaitu yang termasuk dalam pengertian penyerahan adalah : penyerahan hak atas bkp karena suatu perjanjian. nah, kalo klausul ini tidak terpenuhi maka tidak termasuk dalam pengertian penyerahan, artinya tidak ada ppn, mungkin bisa dibatalkan. cmiiw

  • anasbuchori

    Member
    27 March 2015 at 9:42 am

    pasal 1a ayat (1) huruf a uu ppn yaitu yang termasuk dalam pengertian penyerahan adalah : penyerahan hak atas bkp karena suatu perjanjian. nah, kalo klausul ini tidak terpenuhi maka tidak termasuk dalam pengertian penyerahan, artinya tidak ada ppn, mungkin bisa dibatalkan. cmiiw

  • gbygebz

    Member
    27 March 2015 at 10:15 am
    Originaly posted by anasbuchori:

    pasal 1a ayat (1) huruf a uu ppn yaitu yang termasuk dalam pengertian penyerahan adalah : penyerahan hak atas bkp karena suatu perjanjian. nah, kalo klausul ini tidak terpenuhi maka tidak termasuk dalam pengertian penyerahan, artinya tidak ada ppn, mungkin bisa dibatalkan. cmiiw

    dari kalimat ini rekan, kasusnya seperti ini, konsumen pertama membeli barang namun saat penagihan konsumen tdk mau membayar krn dianggap barang sample atau sparepart untuk penjualan yang sebelumnya. Apakah kategori penyerahan ini bisa dibatalkan? apakah ada ketentuan untuk membatalkan faktur pajak yg sdh terlapor??

    untuk rekan wrm dan memey trm kasih atas peraturannnya ^^, tp apakah harus ada dokumen yg seperti dikatakan dalam pasal 3 ayat 1C?? jika debitur kecil yg jumlahnya dalam kasus saya adalah sebesar 5.950.000 brarti tidak bisa langsung dibebankan ya? jika melihat pasal 3 ayat 4?

    terima kasih sebelumnya rekan smua ^^

  • gbygebz

    Member
    27 March 2015 at 10:15 am
    Originaly posted by anasbuchori:

    pasal 1a ayat (1) huruf a uu ppn yaitu yang termasuk dalam pengertian penyerahan adalah : penyerahan hak atas bkp karena suatu perjanjian. nah, kalo klausul ini tidak terpenuhi maka tidak termasuk dalam pengertian penyerahan, artinya tidak ada ppn, mungkin bisa dibatalkan. cmiiw

    dari kalimat ini rekan, kasusnya seperti ini, konsumen pertama membeli barang namun saat penagihan konsumen tdk mau membayar krn dianggap barang sample atau sparepart untuk penjualan yang sebelumnya. Apakah kategori penyerahan ini bisa dibatalkan? apakah ada ketentuan untuk membatalkan faktur pajak yg sdh terlapor??

    untuk rekan wrm dan memey trm kasih atas peraturannnya ^^, tp apakah harus ada dokumen yg seperti dikatakan dalam pasal 3 ayat 1C?? jika debitur kecil yg jumlahnya dalam kasus saya adalah sebesar 5.950.000 brarti tidak bisa langsung dibebankan ya? jika melihat pasal 3 ayat 4?

    terima kasih sebelumnya rekan smua ^^

Viewing 1 - 15 of 25 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now