Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPN dan PPnBM Tata Cara Pengisian SSP yang menjadi pengganti Faktur Pajak v.2

  • Tata Cara Pengisian SSP yang menjadi pengganti Faktur Pajak v.2

     rivan updated 14 years, 7 months ago 7 Members · 16 Posts
  • rivan

    Member
    5 August 2009 at 3:20 pm

    Dear Rekan2 Ortax,
    Minta tanggapan nya dari rekan2 ortax mengenai :

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 08/PJ.5/1995

    TENTANG

    SAAT DIMULAINYA PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD ATAU JASA KENA PAJAK
    DARI LUAR DAERAH PABEAN, PENGHITUNGAN, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN,
    DAN PELAPORANNYA (SERI PPN 7-95)
    ………….
    ………….
    ………….
    ………….
    5.2.

    Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut harus disetorkan oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean diperlakukan sebagai Faktur Pajak sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-54/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 dan PPN yang tercantum didalam Faktur Pajak tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.
    Dalam mengisi SSP untuk penyetoran PPN yang dipungut oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

    1. pada huruf A kolom "Nama Wajib Pajak" dan "Alamat" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan diluar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
    2. pada huruf B untuk kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol) pada 8 (delapan) digit pertama dan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak
    3. pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.
    ………….
    ………….

    Pertanyaan nya Nama yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak adalah :
    1. Nama Pengurus Perusahaan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.
    atau
    2. Nama Perusahaan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak.

    Which one?

    Thanks.

  • rivan

    Member
    5 August 2009 at 3:20 pm
  • bsn

    Member
    5 August 2009 at 3:59 pm

    kalau ga salah di kolom paling bawah itu di isi ama nama orang yang nyetor trus di kasih stempel perusahaan.

    mohon koreksi..

  • amey

    Member
    6 August 2009 at 4:35 pm

    rekan rivan mungkin sodara terlebih dahulu baca
    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR PER – 38/PJ/2009

    TENTANG

    BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    1. bahwa sehubungan dengan adanya penyempurnaan Bagan Perkiraan Standar menjadi Bagan Akun Standar yang menjadi dasar dalam pengisian Kode Akun Pajak dalam Surat Setoran Pajak;
    2. bahwa sehubungan dengan perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, perlu menyesuaikan Kode Jenis Setoran penerimaan pajak;
    3. bahwa dalam rangka pemanfaatan data transaksi tanah dan/atau bangunan untuk ekstensifikasi dan intensifikasi pajak;
    4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan kembali Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
    4. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3313);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Sistem Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
    6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar;
    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
    8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
    9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Penerimaan Negara dalam Rangka Impor, Penerimaan Negara dalam rangka Ekspor, Penerimaan Negara atas Barang Kena Cukai, dan Penerimaan Negara yang berasal dari Pengenaan Denda Administrasi atas Pengangkutan Barang Tertentu;
    10. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara;
    11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-148/PJ./2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan :

    PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK.

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

    1. Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
    2. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak, yang selanjutnya disebut dengan SSPCP adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara.
    3. Kantor Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos atau bank Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau penyetoran pajak.

    Pasal 2

    (1) Bentuk dan isi formulir SSP adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (2) Formulir SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut:
    lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak;
    lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
    lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
    lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
    (3) Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
    (4) Tata cara pengisian formulir SSP dilakukan berdasarkan Petunjuk Pengisian SSP sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (5) Pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran dalam formulir SSP dilakukan berdasarkan Tabel Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

    Pasal 3

    Wajib Pajak dapat mengadakan sendiri formulir SSP dengan bentuk dan isi sesuai dengan formulir SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

    Pasal 4

    Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/surat ketetapan pajak/Surat Tagihan Pajak dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.

    Pasal 5

    (1) Wajib Pajak melakukan penyetoran penerimaan pajak dalam rangka impor, termasuk penyetoran kekurangan pembayaran pajak atas impor selain yang ditagih dengan Surat Tagihan Pajak atau surat ketetapan pajak, dengan menggunakan formulir SSPCP.
    (2) Ketentuan mengenai bentuk dan tata laksana pembayaran dan penyetoran dengan menggunakan SSPCP, mengikuti ketentuan Kepabeanan dan Cukai yang berlaku.

    Pasal 6

    (1) Formulir SSP yang telah dicetak dengan bentuk dan isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ./2006 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-102/PJ/2006 tetap dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.
    (2) Tata cara pengisian formulir SSP dan pengisian Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran pada formulir SSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada tata cara pengisian formulir SSP dan pengisian Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran sebagaimana ditetapkan dalamLampiran I dan Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

    Pasal 7

    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ./2006 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-102/PJ/2006 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 8

    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2009.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 23 Juni 2009
    DIREKTUR JENDERAL,

    ttd.

    DARMIN NASUTION
    NIP 130605098

    dari sini sodara akan tau gimana cara ngisi ssp
    makasih
    mohon dikoreksi???

  • sensiganma

    Member
    6 August 2009 at 4:51 pm
    Originaly posted by rivan:

    pada kotak " Wajib Pajak/Penyetor" di sudut kiri bawah diisi nama dan NPWP pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak

    kalau yang memanfaatkannya perusahaan maka yang ditulis nama dan NPWP perusahaan

  • rivan

    Member
    7 August 2009 at 7:00 pm
    Originaly posted by bsn:

    kalau ga salah di kolom paling bawah itu di isi ama nama orang yang nyetor trus di kasih stempel perusahaan.

    mohon koreksi..

    Originaly posted by sensiganma:

    kalau yang memanfaatkannya perusahaan maka yang ditulis nama dan NPWP perusahaan

    jadi bingung…hehehe…

  • lingga

    Member
    8 August 2009 at 11:55 am

    coba bantu ya atas kebingugannya…
    mis : pembeli / pemakai BKP / JKP PT. ABC.
    penjual / penyedia BKP / JKP PT. XYZ.

    kolom bagian atas disi atas nama PT. ABC
    kolom wajib pajak/penyetor sudut kiri bawah diisi PT.XTZ beserta no NPWP.

    wasalam

  • rivan

    Member
    13 August 2009 at 1:40 pm

    Terima kasih rekan2 ortax…
    URGENT!!!!
    Tolong dibantu untuk topik ini.
    Jika jumlah yang dipungut adalah mata uang USD, maka pada saat penyetoran dikonversi kedalam mata uang Rupiah menggunakan Kurs yang mana?

    Terima kasih.

  • Kumkum

    Member
    13 August 2009 at 1:50 pm

    yang digunakan adalah kurs KMK pada saat pembayaran tagihan

  • rivan

    Member
    13 August 2009 at 1:53 pm
    Originaly posted by kumkum:

    yang digunakan adalah kurs KMK pada saat pembayaran tagihan

    Jika Penyetoran dilakukan lebih dulu sebelum melakukan pembayaran tagihan, bagaimana?

  • Kumkum

    Member
    13 August 2009 at 2:11 pm

    berarti yang menjadi dasar saat terutang ada 3 kemungkinan: pada saat dimanfaatkan, diakui sebagai hutang dan pada saat ditagihkan, dari ketiga hal diatas mana yg lebih dulu? kurs pada saat itu yang digunakan

  • rivan

    Member
    13 August 2009 at 2:13 pm
    Originaly posted by kumkum:

    berarti yang menjadi dasar saat terutang ada 3 kemungkinan: pada saat dimanfaatkan, diakui sebagai hutang dan pada saat ditagihkan, dari ketiga hal diatas mana yg lebih dulu? kurs pada saat itu yang digunakan

    Ada dasar peraturannya? please provide…
    Thanks…

  • prima07

    Member
    13 August 2009 at 2:14 pm

    Jika sudah dibebankan dahulu, kurs-nya pada saat pembebanan.

    Misal:
    Dibebankan tgl 5 Juli 2009, disetorkan PPN tgl 1 Agustus 2009, dibayarkan tagihannya tgl 15 Agustus 2009.
    Kurs yg dipake: kurs pajak tgl 5 Juli 2009.

  • Kumkum

    Member
    13 August 2009 at 2:17 pm
    Originaly posted by rivan:

    Ada dasar peraturannya? please provide…
    Thanks

    Se-08 yang di awal ditanyakan rekan rivan

  • prima07

    Member
    13 August 2009 at 2:21 pm

    Peraturan paling akhir adalah KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 568/KMK.04/2000.

    Pasal 3:
    (1) Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di bawah ini:
    a. saat Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
    b. saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
    c. saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya; atau
    d. saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya;

    (2) Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Viewing 1 - 15 of 16 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now