• PPh psl 4(2) Final

     Aries Tanno updated 14 years, 10 months ago 17 Members · 34 Posts
  • vago168

    Member
    23 June 2009 at 3:02 pm
  • vago168

    Member
    23 June 2009 at 3:02 pm

    Rekan2 ortax,
    mau nanya nih…
    PT.XYZ bergerak dibidang persewaan ruangan di sebuah mall, yg mana selain menagih sewa & service charge juga ditagih rek.listrik,air dan telp. Atas sewa & service charge telah dipotong pph psl 4(2) final sbsr 10%.
    Apakah atas tagihan rek.listrik dan air juga dipotong PPh psl 4(2) final?

    Mohon penjelasannya…

  • irwanwisanggeni

    Member
    23 June 2009 at 3:04 pm

    ngak lah itukan bukan sewa tp pembebanan langsung gt loh

  • eko budi

    Member
    23 June 2009 at 3:05 pm

    tentu saja rek.listrik,air n tlp tidak dikenakan/dipotong 4 (2),itu bukan jasa. jd cm atas sewa n chargenya aj.

  • vago168

    Member
    23 June 2009 at 3:12 pm

    tp menurut AR kita wajib dipotong, krn tagihan tsb termasuk bagian dari persewaan tsb.

  • lingga

    Member
    23 June 2009 at 3:15 pm
    Originaly posted by vago168:

    service charge juga ditagih rek.listrik,air dan telp.

    dibeberapa tempat ini perna terjadi, yg dimana kontrak yg setujui pemilik dan penyewa harga sewa t4 sudah termasuk listrik,air,& tlp. makanya pemilik memasukkan semuanya sebagai pendapatan dan memotongnya.
    sebelumnya memang harus ada kejelasan atas listrik,air,& tlp dalam kontrak dan memang ketiga ini bukan komponen dari jasa.

  • eko budi

    Member
    23 June 2009 at 3:16 pm

    oh gt,jd biaya sewanya includ by.listrik n air?, klo gitu di invoice/kuitansinya jgn dipisah sendiri2 ya, langsung aja atas sewa gt. ada pendapat lain?.sy pernah punya kasus spt itu jg, dan begitulah penyelesaiannya

  • bayem

    Member
    23 June 2009 at 3:24 pm
    Originaly posted by vago168:

    tp menurut AR kita wajib dipotong, krn tagihan tsb termasuk bagian dari persewaan tsb.

    karena tagihannya dijadikan satu antara sewa dengan biaya listrik, maka masuk akal AR menuntut untuk memotong pph pasal 4 ayat2. untuk menghindarinya, mungkin tagihan atas sewa dan biaya listrik ini dipisahkan saja. karena sebenarnya biaya listrik, air dan lainnya itu bukan termasuk dalam biaya sewa dan bukan merupakan obyek pph pasal 4 ayat 2.

  • irwanwisanggeni

    Member
    23 June 2009 at 3:27 pm

    setuju kawan bayem ini soal tehnis penagihan saja

  • wannabewongkpp

    Member
    23 June 2009 at 3:28 pm

    setuju rekan bayem

  • vago168

    Member
    23 June 2009 at 3:35 pm

    tagihan atas sewa dgn listrik & air tetap terpisah, tp menurut AR tetap dikenakan juga, dan sebagian Penyewa juga ada yg langsung potong PPh atas biaya listrik & air tsb.

  • bayem

    Member
    23 June 2009 at 3:39 pm
    Originaly posted by vago168:

    tagihan atas sewa dgn listrik & air tetap terpisah, tp menurut AR tetap dikenakan juga, dan sebagian Penyewa juga ada yg langsung potong PPh atas biaya listrik & air tsb.

    yang menjadi obyek pajak pasal 4 ayat 2 adalah Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. (UU no 36 tahun 2008).
    perlu dipertanyakan lagi mengapa atas tagihan listrik dan air dikenakan pajak juga, karena ini bukan lah sebuah penghasilan sesuai dengan UU PPh.

  • eko budi

    Member
    23 June 2009 at 3:40 pm

    AR yg keterlaluan…:),tanyakan AR,apa dasarnya tagihan listrik,air,& tlp dikenakan 4 (2)?,tp klo gtu digabung sj lah dlm 1 invoice atas nama sewa gt, mnrt sy invoce aja dirubah,jd ditotal aja semuanya gitu baru dipotong 4(2), itu pndapat sy…

  • vago168

    Member
    23 June 2009 at 3:55 pm

    Rekan bayem,
    kita udah pernah debat masalah ini dgn AR kita, dan kpd Penyewa kita udah jelaskan bahwa tagihan listrik & air bukan objek PPh psl 4(2) final, tp sebagian Penyewa tetap ngotot potong PPh krn menurut AR mereka wajib dipotong.

    gimana solusinya…..please….

  • edisuryadi2

    Member
    23 June 2009 at 4:12 pm

    Mungkin dasar AR dalam pengenaan PPh Final adalah jumlah Imbalan Bruot, yaitu jumlah penghasilan yang diterima oleh pemberi jasa. Dalam pasal 1 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-227/PJ/2002 disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan ' jumlah Bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau trutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa,termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat terpisah maupun disatukan dengan perjanjian persewaan yang ada. Untuk lebih jelasnya saya kutip KEP Tsb.
    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR KEP – 227/PJ./2002

    TENTANG

    TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menimbang :

    bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan, perlu untuk menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, Serta Pelaporan Pajak Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;

    Mengingat :
    Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49 ; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana beberapa kali telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
    Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 10; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4174);
    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan atau Bangunan;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN;

    Pasal 1

    Dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

    Pasal 2

    Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final;

    Pasal 3

    Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 10 % (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan bangunan.

    Pasal 4

    Tata Cara pelunasan Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dilakukan melalui :(1)
    Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
    (2)
    Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada ayat (1).

    Pasal 5(1) Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), pihak penyewa wajib :
    Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
    Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
    Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
    (2) Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), pihak yang menyewakan wajib :
    Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
    Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

    Pasal 6(1)
    Dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan, wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya yang berhubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan dengan penghasilan dan biaya lainnya.
    (2)
    Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.

    Pasal 7(1)
    Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 dan pelaksanaanya dimulai sebelum bulan Mei 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;
    (2)
    Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani sebelum bulan Mei 2002 tetapi pelaksanaanya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;
    (3)
    Dalam hal kontrak atau perjanjian sewa ditandatangani dan pelaksanaanya setelah bulan April 2002, maka atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan;

    Pasal 8

    Pada saat mulai berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-22/PJ.41/1996 tanggal 14 Juni 1996 dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 9

    Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2002.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    pada tanggal 23 April 2002
    DIREKTUR JENDERAL,

    ttd

    HADI POERNOMO

Viewing 1 - 15 of 34 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now