Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPN dan PPnBM Surat Dirjen Pajak No: S-380/PJ.32 th. 1990 masi berlaku atau tidak

  • Surat Dirjen Pajak No: S-380/PJ.32 th. 1990 masi berlaku atau tidak

     Syafittri updated 11 years, 5 months ago 4 Members · 8 Posts
  • Syafittri

    Member
    6 November 2012 at 1:39 pm
  • Syafittri

    Member
    6 November 2012 at 1:39 pm

    rekan , mau tanya aturan pajak Surat Dirjen Pajak No: S-380/PJ.32 th. 1990 ttg PPN atas denda serta no. 31 Th. 1985 ttg PPN atas bunga itu masi berlaku atau tidak yaa?? thx

  • Aries Tanno

    Member
    6 November 2012 at 2:32 pm

    Kalau Surat Dirjen pajak lazimnya hanya digunakan untuk kasus per kasus
    bisa di posting di sini suratnya disini?

    Salam

  • ewox

    Member
    6 November 2012 at 2:39 pm
    Originaly posted by hanif:

    bisa di posting di sini suratnya disini?

    mohon dibantu solusinya rekan hanif

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    26 Nopember 1990

    SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR S – 380/PJ.32/1990

    TENTANG

    PPN ATAS SANKSI/DENDA

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Menjawab surat Saudara Nomor XXX tanggal 22 Oktober 1990, perihal seperti tersebut di atas, dengan ini
    ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

    1. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 huruf n Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, Dasar
    Pengenaan Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian. Yang dimaksud dengan harga jual atau
    penggantian yaitu nilai berupa uang yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual/pemberi jasa ]
    kepada pembeli/penerima jasa atas penyerahan barang atau jasa.

    2. Berdasar pada ketentuan tersebut, karena denda yang dikenakan kepada pembeli atau penerima jasa
    karena keterlambatan pembayaran dari waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian tidak
    merupakan harga yang seharusnya diminta maka bukan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak sehingga
    atas pengenaan denda tersebut tidak terutang PPN. Demikian juga kebalikannya apabila terjadi klaim
    dari pembeli/penerima jasa yang mengakibatkan berkurangnya jumlah pembayaran karena
    keterlambatan penyerahan BKP/JKP, maka Dasar Pengenaan Pajak adalah tetap Harga Jual/
    Penggantian dan tidak dikurangi dengan besarnya klaim tersebut.

    3. Mengenai "service charge" sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
    SE-13/PJ.32/1989 tanggal 25 Agustus 1989 (Seri PPN-156) angka 4.2, atas "service charge" dikenakan PPN
    dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 40% dari jumlah "service charge".

    4. Berdasar hal-hal tersebut di atas maka atas denda yang Saudara kenakan terhadap keterlambatan
    pembayaran sewa dan atau service charge tidak terhutang PPN.

    Demikian untuk dimaklumi.

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    ttd

    Drs. MAR'IE MUHAMMAD

  • ewox

    Member
    6 November 2012 at 2:40 pm

    DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ _________________________________________
    16 April 1985

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 31/PJ.3/1985

    TENTANG

    MASALAH BUNGA ANGSURAN PIUTANG DALAM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SERI-PPN 44)

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Dalam praktek sering dijumpai penyerahan/penjualan Barang Kena Pajak yang dilakukan dengan
    pembayaran cicilan/angsuran dan biasanya atas harga jualnya diperhitungkan bunga karena pembayaran
    tidak dilakukan dengan tunai.

    Pertanyaan yang diajukan oleh para Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan dengan cara cicilan
    adalah apakah atas perhitungan bunga ini juga terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

    Untuk menghilangkan keragu-raguan dan supaya terdapat keseragaman dalam penafsiran masalah ini maka
    dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

    1. Dalam Pasal 11 ayat (1) undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dicantumkan bahwa pajak
    yang terhutang dalam Masa Pajak terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
    Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak.

    Jadi pemungutan Pajak Pertambahan Nilai menganut prinsip dasar akrual (accrual basis), artinya
    pajak sudah terhutang pada saat penyerahan meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum
    sepenuhnya diterima pembayarannya.

    2. Perhitungan bunga yang terjadi dalam penjualan dengan cicilan/angsuran (atau beli-sewa) pada
    hakekatnya timbul karena pembayaran tidak dilakukan dengan tunai.

    Perhitungan bunga tersebut timbul karena adanya perjanjian pinjaman uang yang diberikan oleh si
    penjual kepada pembeli yang dikaitkan dengan penyerahan Barang Kena Pajak yang bersangkutan.

    3. Mengingat Pajak Pertambahan Nilai sudah terhutang pada saat penyerahan, sepanjang perhitungan
    bunga tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harga jual, maka Dasar Pengenaan Pajak
    untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang adalah harga jual tunai sebelum
    diperhitungkan bunga angsuran.

    Jadi syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam perjanjian jual-beli dengan cicilan/angsuran
    atau perjanjian beli-sewa harus dinyatakan dengan jelas harga penjualan tunai dari Barang Kena
    Pajak yang bersangkutan dan perhitungan bunga atas pinjaman yang diberikan oleh penjual. Dalam
    rencana pembayaran cicilan/angsuran (bulanan/triwulan dsb.) agar dicantumkan dengan jelas hutang
    pokok dan perhitungan bunganya.

    Kalau dalam perjanjian jual-beli cicilan/angsuran atau beli-sewa tersebut tidak dapat dipisahkan
    jumlah Harga Jual dan perhitungan bunganya, maka bunga tersebut dianggap sebagai bagian dari
    Harga Jual, dan Dasar Pengenaan Pajak adalah Harga Jual termasuk bunga.

    Demikianlah untuk dimaklumi.

    A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    DIREKTUR PAJAK TIDAK LANGSUNG,

    ttd

    Drs. DJAFAR MAHFUD

  • Syafittri

    Member
    6 November 2012 at 3:35 pm

    trims rekan ewox.. apa memang masi berlaku ya aturan tersebut?? atau sudah ada penggantinya??

  • priadiar4

    Member
    6 November 2012 at 3:38 pm
    Originaly posted by Syafittri:

    trims rekan ewox.. apa memang masi berlaku ya aturan tersebut?? atau sudah ada penggantinya??

    masih berlaku rekan..

  • Syafittri

    Member
    6 November 2012 at 5:03 pm

    1. mengenai SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S – 380/PJ.32/1990 PASAL 3 apa masih relevan? mengingat seri PPN-156 kan sudah tidak ada lagi..
    2. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE – 31/PJ.3/1985 pasal 3 hingga selesai

    "Mengingat Pajak Pertambahan Nilai sudah terhutang pada saat penyerahan, sepanjang perhitungan
    bunga tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari harga jual, maka Dasar Pengenaan Pajak
    untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang adalah harga jual tunai sebelum
    diperhitungkan bunga angsuran.

    Jadi syarat yang harus dipenuhi adalah bahwa dalam perjanjian jual-beli dengan cicilan/angsuran
    atau perjanjian beli-sewa harus dinyatakan dengan jelas harga penjualan tunai dari Barang Kena
    Pajak yang bersangkutan dan perhitungan bunga atas pinjaman yang diberikan oleh penjual. Dalam
    rencana pembayaran cicilan/angsuran (bulanan/triwulan dsb.) agar dicantumkan dengan jelas hutang
    pokok dan perhitungan bunganya.

    Kalau dalam perjanjian jual-beli cicilan/angsuran atau beli-sewa tersebut tidak dapat dipisahkan
    jumlah Harga Jual dan perhitungan bunganya, maka bunga tersebut dianggap sebagai bagian dari
    Harga Jual, dan Dasar Pengenaan Pajak adalah Harga Jual termasuk bunga."

    saya agak kurang paham mksdnya rekan.. mohon bantuan atas penjelasannya.

Viewing 1 - 8 of 8 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now