• pph pasal 21 jasa dokter

     sylviaoi updated 12 years, 8 months ago 7 Members · 9 Posts
  • dwiilhami

    Member
    5 January 2011 at 9:30 pm

    SO

    bagaimana ketentuan penghitungan pph pasal 21 atas jasa dokter yang bekerja dirumah sakit/ klinik, dan bagaimana cara pemotongan setiap bulannya.
    mohon penjelasannya terima kasih.

  • dwiilhami

    Member
    5 January 2011 at 9:30 pm
  • chavby

    Member
    5 January 2011 at 9:57 pm

    Di dalam Per-31/PJ/2009 pasal 9 angka 1 huruf “c”, juga dibedakan norma potongan untuk dokter dengan status pegawai tetap dan dokter bukan pegawai (dokter mitra). Untuk dokter mitra, dianggap penghasilan netto jasa medis sebesar 50 % dari jasa medis bruto, baru dikenakan pemotongan PPH 21 secara progresif. Sedangkan untuk dokter sebagai pegawai tetap, tidak diberlakukan norma netto 50 % dari jasa medis bruto sebagai dasar pemotongan PPH 21. Atau dengan kata lain pemotongan PPH 21 progresif dikenakan dari jasa medis netto (jasa bruto dikurangi potongan rumah sakit), ditambah gaji tetap bulanan dikurangi PTKP dan biaya jabatan. Akibatnya potongan PPH 21 jasa medis dokter bukan pegawai dan dokter yang berstatus pegawai tetap rumah sakit berbeda hampir dua kali lipat (tergantung besar potongan rumah sakit).Untuk dokter yang bekerja sebagai pegawai negeri di rumah sakit pemerintah terjadi kerancuan, apakah jasa medis yang diterima termasuk subyek penghasilan yang PPH 21 nya ditanggung pemerintah seperti penghasilan gaji sebagai PNS, atau harus dipotong oleh rumah sakit. Bila rumah sakit harus memotong PPH 21 atas jasa medis netto dokter di rumah sakit pemerintah (umumnya lebih dari 50% jasa medis bruto), sedangkan dokter yang sama hanya dipotong PPH 21 atas 50% dari jasa medis bruto di rumah sakit swasta, dapat dibayangkan kemauan dokter untuk merawat pasien di rumah sakit di mana dia menjadi pegawai tetap. Demikian juga untuk dokter tetap di rumah sakit swasta yang menerima gaji tetap bulanan di luar jasa medis, akan lebih memilih berpraktek di luar instansinya.

  • tweetyddg

    Member
    6 January 2011 at 12:01 pm

    SO Chavby bisa saya tambahkan

    PER-31/PJ/2009 telah diubah dengan PER-59/PJ/2009, yang mengatur khusus mengenai PPh Pasal 21 Bukan Pegawai (termasuk tenaga ahli)

    jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong atas jasa dokter yang bekerja di rumah sakit dan / klinik diatur dengan jelas berikut contohnya di Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER – 57/PJ/2009 yang intinya adalah sebagai berikut :

    1. Tarif PPh Pasal 21 yang dipotong adalah sebesar ( 50% X Penghasilan Bruto Sebelum Dikurangi Biaya2) X Tarif PPh Pasal 17.
    2. Bersifat kumulatif dalam tahun kalender yang bersangkutan.
    3. Apabila tidak/ belum memiliki NPWP maka tarifnya adalah 20% lebih tinggi atau 120% dari yang seharusnya terutang.

    Untuk lebih jelasnya berikut diberikan contoh penghitungan PPh Pasal atas jasa dokter ;
    dr. Abdul Gopar, Sp.JP merupakan dokter spesialis jantung yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada dr. Abdul Gopar, Sp.JP pada setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat dr. Abdul Gopar, Sp.JP juga melakukan praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Abdul Gopar, Sp.JP telah memiliki NPWP dan pada tahun 2009, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktik dr. Abdul Gopar, Sp.JP di Rumah Sakit Harapan Jantung Sehat adalah sebagai berikut:
    Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah)
    Januari 45,000,000.00
    Februari 49,000,000.00
    Maret 47,000,000.00
    April 40,000,000.00
    Mei 44,000,000.00
    Juni 52,000,000.00
    Juli 40,000,000.00
    Agustus 35,000,000.00
    September 45,000,000.00
    Oktober 44,000,000.00
    November 43,000,000.00
    Desember 40,000,000.00
    Jumlah 524,000,000.00

    Maka Penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulannya adalah sebagai berikut :
    Bulan Jasa Dokter yang dibayar Pasien (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 (Rupiah) Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 Kumulatif (Rupiah) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a PPh Pasal 21 terutang (Rupiah)
    (1) (2) (3)=50% x (2) (4) (5) (6)=(3) x (5)
    Januari 45,000,000 22,500,000 22,500,000 5% 1,125,000
    Februari 49,000,000 24,500,000 47,000,000 5% 1,225,000
    Maret 47,000,000 3,000,000 —————– 20,500,000 50,000,000 —————– 70,500,000 5% ——— 15% 150,000 ————- 3,075,000
    April 40,000,000 20,000,000 90,500,000 15% 3,000,000
    Mei 44,000,000 22,000,000 112,500,000 15% 3,300,000
    Juni 52,000,000 26,000,000 138,500,000 15% 3,900,000
    Juli 40,000,000 20,000,000 158,500,000 15% 3,000,000
    Agustus 35,000,000 17,500,000 176,000,000 15% 2,625,000
    September 45,000,000 22,500,000 198,500,000 15% 3,375,000
    Oktober 44,000,000 22,000,000 220,500,000 15% 3,300,000
    November 43,000,000 21,500,000 242,000,000 15% 3,225,000
    Desember 40,000,000 8,000,000 —————– 12,000,000 250,000,000 —————– 262,000,000 15% ——— 25% 1,200,000 ————— 3,000,000
    Jumlah 524,000,000 262,000,000 35,500,000

    Dan apabila ternyata dr. Abdul Gopar Sp.JP tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21 terutang sebagaimana contoh di atas.

  • tweetyddg

    Member
    6 January 2011 at 12:03 pm

    rekan ilhami
    mav jika perhitungan yg saya sajikan tidak berupa tabel

  • FahmiPrayudhi011989

    Member
    9 January 2011 at 10:06 am

    Ini ketentuan baru yang mulai disahkan pada tgl 1 Januari 2011:

    PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Tetap dan Teratur

    PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN/D ditanggung pemerintah atas beban APBN/D. Adapun penerima penghasilannya adalah pejabat negara, PNS, Anggota TNI, anggota Polri dan pensiunan yang menerima penghasilan berupa gaji, uang pensiunan dan tunjangan lain yang sifanya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    Besarnya PPh Pasal 21 terutang adalah sama dengan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap atau penerima uang pensiun bulanan, yaitu menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh terhadap penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan PTKP.

    Bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri dan pensiunannya yang tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung dengan mengenakan tarif 20% lebih tinggi. Adapaun PPh Pasal 21 tambahan 20% tersebut tidak ditanggung pemerintah tetapi dipotong dari penghasilan Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota Polri pada bulan dibayarkannya gaji, uang pensiunan dan tunjangan lain.

    Bila dibandingkan dengan PP 45 Tahun 1994, perbedaan terletak pada definisi jenis penghasilannya. Pada PP 45 Tahun 1994, PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah adalah gaji atau uang pensiunan dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji. Frasa “terkait dengan gaji” diganti dengan kata “teratur setiap bulan”. Sedangkan sumber penghasilan dan penerima penghasilannya sama saja.

    Perbedaan lainnya adalah penegasan tarif 20% lebih tinggi bagi penerima penghasilan yang tidak berNPWP dan dipotong dari peghasilan tiap bulannya.

    PPh Pasal 21 Atas Honorarium dan Imbalan Lainnya

    Atas penghasilan lainnya (selain gaji atau uang pensiunan dan tunjangan lain yang tetap dan teratur) berupa honorarium dan imbalan lainnya yang bersumber dari APBN atau APBD dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dan harus dipotong oleh Bendahara Pemerintah.

    Adapun besarnya tarif yang dikenakan adalah sebagai berikut :

    * 0% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan I dan II, Anggota TNI dan Anggota Polri berpangkat Tamtama dan Bintara, dan pensiunannya.
    * 5% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota Polri berpangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya.
    * 15% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota Polri berpangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan pensiunannya.

    Perhatikan perbedaan dengan ketentuan dalam PP 45 Tahun 1994 yang mengenakan tarif 15% bagi PNS Golongan III dan IV sementara Golongan I dan II tidak dipotong. Jadi, bagi Golongan I dan II tetap tidak terkena PPh Pasal 21, bagi Golongan IV tetap terkena 15% sedangkan bagi Golongan III mengalami penurunan tarif dari 15% menjadi 5%. Perubahan ini juga berlaku bagi anggota TNI dan Polri dalam level pangkat yang sama.

    Pelaporan SPT Tahunan

    Apabila PNS, Anggota TNI, Anggota Polri dan Pensiunannya mendapatkan penghasilan lain selain yang bersumber dari APBN atau APBD, maka penghasilan tersebut, sepanjang tidak dikenakan PPh Final, digabung atau digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur berupa gaji dan tunjangan lain yang bersumber dari APBN atau APBD dalam SPT Tahunan.

    PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah atas penghasilan tetap dan teratur serta tambahan PPh Pasal 21 yang dikenakan tarif 20% lebih tinggi, dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan.

    Peraturan Pelaksanaan

    Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 ini memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota Polri serta pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD.

    Saat Berlaku

    Ketentuan baru berdasarkan PP Nomor 80 Tahun 2010 ini mulai berlaku 1 Januari 2011. Mudah-mudahan ketentuan pelaksanaannya segera terbit agar Bendahara Pemerintah sudah punya pegangan dalam pelaksanaan PP ini.

  • ekaeriani

    Member
    24 April 2011 at 4:26 am

    PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli sebesar 7,5%. Angka ini diambil dari kutipan berikut:
    Pasal 9 ayat (7) PER-15/PJ/2006
    (7) Atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan perkiraan penghasilan neto.
    (8) Perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.

    Tarif PPh Pasal 21 diatur di Pasal 12. Karena PER-15/PJ/2006 merupakan perubahan dari KEP-545/PJ/2000 dan Pasal 12 tidak dirubah maka ketentuan tarif masih menggunakan KEP-545/PJ/2000. Inilah bunyi lengkapnya.
    "Tarif sebesar 15% (lima belas persen) diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8)"

    Jadi: artinya atas penghasilan tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dipotong PPh Pasal 21 sebesar 50% x 15% atau tarif efektif 7,5%.

  • begawan5060

    Member
    24 April 2011 at 4:29 pm
    Originaly posted by ekaeriani:

    Jadi: artinya atas penghasilan tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dipotong PPh Pasal 21 sebesar 50% x 15% atau tarif efektif 7,5%.

    Yang ditanyakan kapan kejadiannya?
    Karena ketentuan ini sudah jadul.. sekarang pake Per-31/Per-57.

  • sylviaoi

    Member
    30 July 2011 at 8:30 am

    maaf rekan, jadi apakah tarif 15% itu adalah tarif pasal 17?

Viewing 1 - 9 of 9 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now