• Saat Terhutang PPh 23

  • zilo

    Member
    6 November 2010 at 7:31 am

    All Rekan ortax…
    mohon penjelasannya.

    bila membaca Pasal 23 ayat 1 kata, "disediakan untuk dibayarkan". Apabila PT.A penerima jasa dari PT.B dimana PT.A pada saat jatuh tempo pembayaran belum mempunyai kemampuan untuk membayar ke PT. A.
    Apakah PPh 23 tersebut tetap harus disetorkan oleh PT. pada saat jatuh tempo pembayaran ? atau,
    pada saat PT.A melakukan pembayaran setelah lewat jatuh tempo ?

    makasih sebelumnya..

    salam

  • zilo

    Member
    6 November 2010 at 7:31 am
  • Aries Tanno

    Member
    6 November 2010 at 7:53 am

    Pengertian disediakan untuk dibayarkan bisa merujuk pada SE ini rekan Zilo.
    Jadi tidak diukur dari kemampuan untuk membayar.

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 12/PJ.43/1993

    TENTANG

    PPh PASAL 23/PASAL 26 ATAS PEMBAYARAN DIVIDEN ATAU BAGIAN KEUNTUNGAN DARI PERSEROAN DALAM NEGERI

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    1. Sebagaimana diketahui bahwa atas penghasilan berupa deviden dari perseroan dalam negeri yang dibayarkan atau terutang oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dipotong PPh Pasal 23 atau Pasal 26.
    2. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985, PPh Pasal 23 dan Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
    3. Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan mengenai saat terutangnya/pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembayaran deviden atau bagian keuntungan dari perseroan dalam negeri dengan ini disampaikan penegasan sebagai berikut :
    3.1. Bagi perusahaan yang tidak go public, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 ialah pada saat disediakan untuk dibayarkan. Adapun yang dimaksud dengan saat disediakan untuk dibayarkan adalah saat dibukukan sebagai utang dividen yang akan dibayarkan yaitu pada saat pembagian dividen diumumkan/ ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan membagikan dividen sementara ( dividen interim ), maka PPh Pasal 23/Pasal 26 terutang pada saat diumumkan/ditentukan dalam Rapat Direksi/ pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
    3.2. Bagi perseroan yang go public, penentuan saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 atas pembagian dividen berdasarkan tanggal RUPS akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya, mengingat sampai dengan suatu jangka waktu tertentu setelah tanggal RUPS saham yang diperjual-belikan di Bursa masih mengandung hak memperoleh dividen, sehingga pemegang saham yang berhak atas dividen tersebut masih berubah-ubah. Pada saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (untuk dividen final) atau Rapat Direksi (untuk dividen interim) pemegang saham yang berhak menerima dividen tersebut belum dapat dipastikan, sehingga pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 terhadap pemegang saham belum dapat dilakukan. Bagi perusahaan yang go public, pemegang saham yang berhak menerima dividen adalah mereka yang terdaftar sebagai pemegang saham pada tanggal tertentu yaitu tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak menerima dividen. Dengan demikian kewajiban perusahaan untuk memotong PPh Pasal 23/Pasal 26 baru timbul pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas dividen ( recording date ). Dengan perkataan lain pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 atas dividen "yang dibayarkan atau terutang" sebagaimana diatur dalam Pasal 23 dan Pasal 26 baru dapat dilakukan setelah para pemegang saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui, meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.

    Contoh :
    Pada tanggal 22 Juni 1992, PT. "XYZ" menyelenggarakan Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham. Rapat tersebut telah memutuskan antara lain :
    1. Membagikan dividen kepada para pemegang saham yang berhak sebesar Rp. 275,- per saham yang terdiri dari :
    – Dividen interim sebesar Rp. 100,- telah dibayarkan pada tanggal 19 Desember 1991.
    – Dividen final sebesar Rp. 175,- akan dibayarkan pada tanggal 28 Juli 1992.

    2. Pembayaran dividen akan dilakukan dalam bentuk bilyet giro.
    3. Syarat-syarat pembagian dividen :
    – Periode cum dividen adalah sampai dengan tanggal 13 Juli 1992
    – Periode ex dividen adalah tanggal 14 Juli 1992
    – Yang berhak menerima dividen adalah para pemegang saham yang tercatat pada Daftar Pemegang saham selambat-lambatnya tanggal 28 Juli 1992 pukul 16.00 WIB (recording date).

    Dari contoh tersebut, saat terutangnya/saat pemotongan PPh Pasal 23/Pasal 26 adalah :
    1. Untuk pembagian dividen interim sebesar Rp. 100,- per saham, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 adalah pada tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak menerima dividen interim misalnya 19 November 1991 (umumnya 1 bulan sebelum tanggal pembayaran). Dengan demikian baik pemegang saham Wajib Pajak Perseorangan dalam negeri/luar negeri maupun Wajib Pajak Badan dalam negeri/luar negeri yang menerima dividen interim tersebut wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% atau Pasal 26 sebesar 20% atau berdasarkan tarif menurut ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax treaty), dan disetorkan ke bank persepsi/kantor pos dan giro paling lambat tanggal 10 Desember 1991, serta dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PT. "XYZ" terdaftar paling lambat tanggal 20 Desember 1991.
    2. Untuk pembagian dividen final sebesar Rp. 175,- persaham, saat terutangnya PPh Pasal 23 atau Pasal 26 adalah tanggal 28 Juli 1992 yaitu pada tanggal penentuan kepemilikan saham yang berhak menerima dividen (recording date). Dengan demikian maka dividen yang diperoleh :
    b.1. Wajib Pajak dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Koperasi, tidak dipotong PPh Pasal 23 karena penentuan pemilikan saham yang berhak menerima dividen sebesar Rp. 175,- per saham, baru dilakukan pada tanggal 28 Juli 1992 sehingga berlaku ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 setelah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991.
    b.2. Wajib Pajak dalam negeri perseorangan dan Wajib Pajak dalam negeri badan selain yang berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Koperasi wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%
    b.3. Wajib Pajak luar negeri baik perseorangan maupun badan wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% atau berdasarkan tarif menurut ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (Tax treaty) dalam hal penerimanya adalah penduduk negara yang berlaku Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan Indonesia.

    PPh Pasal 23 dan Pasal 26 tersebut pada huruf b.2 dan b.3 diatas sudah harus disetorkan ke bank persepsi/kantor pos dan giro paling lambat tanggal 10 Agustus 1992; dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PT. "XYZ" terdaftar, paling lambat tanggal 20 Agustus 1992.

    Demikian untuk dimaklumi.

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    ttd
    FUAD BAWAZIER

  • zilo

    Member
    6 November 2010 at 8:11 am

    makasih rekan hanif,

    tanya lagi rekan…

    Originaly posted by zilo:

    Apabila PT.A penerima jasa dari PT.B dimana PT.A pada saat jatuh tempo pembayaran belum mempunyai kemampuan untuk membayar ke PT. A.
    Apakah PPh 23 tersebut tetap harus disetorkan oleh PT. pada saat jatuh tempo pembayaran ? atau,
    pada saat PT.A melakukan pembayaran setelah lewat jatuh tempo ?

    dimana bila PT.A tidak melakukan pencataan sebagai hutang terlebih dahulu? cash basis gitu…

    salam

Viewing 1 - 4 of 4 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now