Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPN dan PPnBM PPN keluaran sebelum PKP

  • PPN keluaran sebelum PKP

     feza updated 13 years, 9 months ago 2 Members · 6 Posts
  • feza

    Member
    23 June 2010 at 10:27 pm

    rekan-rekan sekalian, mohon masukannya (akan ada pemeriksaan) :

    ada import indentor yg hanya undername (menyewakan nama saja) dimana dalam transaksi impornya tidak menggunakan mekanisme qq sehingga diatas kertas, impor dan penjualannya semua atas nama impor indentor tsb.

    impor sudah dimulai ketika januari 2009 sehingga dalam pibnya tercantum nilai PPN impornya (semua biaya termasuk pajak menjadi tanggungan yg punya barang).

    hanya saja, baru pkp pd bulan juli.

    planningnya, semua pajak ppn keluarannya akan diterbitkan faktur baik standar maupun sederhana (kepada pemilik barang baik diminta oleh pemilik barang maupun tidak) sehingga semua PPN masukannya bisa dikreditkan.
    contoh : PPN Masukan = 2 M
    PPN Keluaran = 2 M + 1 jt (krn jasa undernamenya 10 jt)

    permasalahannya,

    ada PPN impor dr januari sampai impor indentor tsb senilai 1,5 M, sedangkan sebelum PKP kan tidak boleh mengkreditkan pajak masukan tp jk ada potensi pajak keluaran, maka potensi pajak keluarannya kan akan tetap ditagih walaupun 1,5 M tsb bisa dijadikan biaya (impor indentor tidak memerlukan biaya sebesar itu krn marginnya yg tipis (10 jt)).

    yang mau saya tanyakan, boleh tidak solusinya seperti ini :

    total penjualan : 5.010.000.000 (sehingga 501 jtnya bs dikreditkan dengan PPN masukannya)
    total hpp : 20.000.000.000
    ——————————————– –
    total laba kotor : (14.990.000.000) asumsi tidak ada biaya maka = Laba bersih

    karena sebenarnya impor indentor hanya undername, maka contoh jurnalnya ketika impor :

    kas 28.125.000
    hutang pemegang saham 28.125.000

    barang dagangan 20.000.000
    bea masuk 5.000.000
    PPN Impor 2.500.000
    PPH 22 625.000
    kas 28.125.000

    nah, krn lap laba ruginya rugi, maka ekuitas di neraca jd berkurang.
    agar supaya balance, hutang pemegang saham senilai rugi tadi (1,5 M) dibebaskan oleh pemegang saham sehingga ada keuntungan atas pembebasan hutang tsb. sehingga lap laba ruginya hanya ada laba bersih senilai 10 jt (sesuai feenya yg sebenarnya).

    1. apakah solusi seperti diatas bisa dibenarkan? (karena kelalaian impor indentor diatas terlambat untuk dikukuhkan sbg PKP namun bs ada kemungkinan untuk ditagih potensi pajak keluaran tadi sedangkan feenya saja kecil, mustahil untuk membayar potensi tsb senilai 1,5 M)

    2. jika tidak bisa, apakah PPN Impornya dari januari sampai dikukuhkan sbg PKP bisa PBK (pemindahbukuan ke Juli (dikukuhkan sbg PKP)?

    2. atau kalo pinjaman ke pemegang saham tidak boleh karena dianggap setoran modal, bisakah diganti ke hutang pihak ketiga?

    terima kasih atas tanggapannya sebelumnya, maaf ceritanya agak panjang.

  • feza

    Member
    23 June 2010 at 10:27 pm
  • Aries Tanno

    Member
    24 June 2010 at 8:20 am

    sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan, kalau boleh tau, aturan mana yang mengatakan bahwa potensi pajak keluaran yang seharusnya dipungut sebelum dikukuhkan sebagai PKP akan ditagih?

    yang ada hanya aturan ini.
    Pasal 2 UU No. 28 tahun 2007
    (1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

    (2)Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
    (3) Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan:

    1. tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2); dan/atau
    2. tempat pendaftaran pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

    (4) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).
    (4a) Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    Penjelasannya
    Ayat (4)

    Terhadap Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Hal ini dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiiiki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata orang pribadi atau badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

    Ayat (4a)

    Ayat ini mengatur bahwa dalam penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan harus memperhatikan saat terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Selanjutnya terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dikecualikan dari pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak maupun Pemerintah berkaitan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri dan hak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terhitung sejak tahun 2005, kewajiban perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2005.

    Pertanyaannya sekarang, apakah anda dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan?

    Salam

  • feza

    Member
    24 June 2010 at 10:27 am

    terima kasih banyak rekan hanif atas tanggapannya sebelumnya,

    planningnya, setiap impor, dan barang dikeluarkan dari bea cukai, akan diakui adanya penjualan.

    PPN impor sampai dikukuhkan sebagai PKP (impor indentor mengajukan sendiri pengukuhannya bukan karena jabatan) senilai 1,5 M.

    itu berarti ada impor senilai 15 M (dari januari s/d PKP).

    jika kita mengikuti planning diatas, maka akan ada penjualan juga sebesar 15 M (dalam hal ini, impor indentornya belum menerbitkan faktur pajak tahun 2009).

    dan impor di bulan januari sudah melebihi 600 jt (dalam hal ini memang belum ada potensi pajak karena ppn keluaran berdasarkan penjualan bukan pembelian atau impor), namun kalau mengikuti planning diatas maka akan ada penjualan senilai lebih dari 600 jt yg akan berakibat munculnya potensi pajak keluaran.

    tapi, berhubung adanya potensi pajak keluaran senilai 1,5 M (sekali lagi, kalau mengikuti planning diatas) sedangkan impor indentor sebisa mungkin tidak membayar potensi pajak keluaran tsb diatas.

    maka solusinya adalah yg seperti postingan di awal, penjualan dimulai sejak PKP senilai 5 M dan PPN keluarannya 500 jt. namun total impornya kan 20 M sehingga ada kerugian senilai 15 M (dan kerugian itu ditutupi oleh pembebasan hutang seperti yang saya posting diawal)

    apakah solusi tsb bisa digunakan?

    Terima kasih

  • Aries Tanno

    Member
    24 June 2010 at 10:50 am
    Originaly posted by feza:

    planningnya, setiap impor, dan barang dikeluarkan dari bea cukai, akan diakui adanya penjualan.

    Dasarnya ini nggak ada rekan feza…

    Apakah setiap barang yang diimpor pasti dijual?
    belum tentu kan?
    Barang-impor bisa dipakai untuk keperluan apa saja, termasuk dijual tentunya.
    Karenanya pengandaian bahwa akan ada potensi PPN keluaran dengan adanya impor, tentu saja tidak berdasar. itu yang pertama.

    Yang kedua, dasar timbulnya kewajiban untuk melaporkan usaha guna dikukuhkan sebagai PKP adalah omset.

    TATA CARA PENDAFTARAN NOMOR POKOK WAJIB PAJAK
    DAN/ATAU PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

    Pasal 2

    (1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.
    (2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
    (3) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.
    (4) Wajib Pajak orang pribadi selain Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
    (5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
    (6) Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, yang:

    1. memilih sebagai PKP; atau
    2. Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai Pengusaha Kecil,

    wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.

    sehubungan dengan pertanyaan anda;

    Originaly posted by feza:

    1. apakah solusi seperti diatas bisa dibenarkan? (karena kelalaian impor indentor diatas terlambat untuk dikukuhkan sbg PKP namun bs ada kemungkinan untuk ditagih potensi pajak keluaran tadi sedangkan feenya saja kecil, mustahil untuk membayar potensi tsb senilai 1,5 M)

    tidak bisa diterma.
    karena nilai impor anda tidak sebesar ini.

    Originaly posted by feza:

    2. jika tidak bisa, apakah PPN Impornya dari januari sampai dikukuhkan sbg PKP bisa PBK (pemindahbukuan ke Juli (dikukuhkan sbg PKP)?

    PPN yang dibayar sebelum dikukuhkan sebagai kredit pajak, tidak bisa dikreditkan

    Originaly posted by feza:

    2. atau kalo pinjaman ke pemegang saham tidak boleh karena dianggap setoran modal, bisakah diganti ke hutang pihak ketiga?

    Pinjaman kepada pemegang saham bole-boleh saja diakui sebagai pinjaman. mengapa tidak?

    Salam

  • feza

    Member
    24 June 2010 at 10:13 pm

    terima kasih sekali lagi atas tanggapannya rekan hanif,

    maafkan saya mungkin saya ngejelimet bertanyanya, karenanya coba saya ulangi lagi.

    impor indentor tsb mengimpor barang (yg bukan barang miliknya) namun tidak menggunakan mekanisme qq, sehingga semua barang atas nama si impor indentor tsb.

    pada prakteknya, si impor indentor tsb bahkan tidak melihat barangnya karena langsung dikirim ke gudang yg punya barang (ini alasan kenapa planningnya adalah ketika barang keluar dari bea cukai dianggap sebagai penjualan).
    dan nilai impor bulan januari sdh lebih dari 600 jt, (jika mengikuti planning) maka penjualan senilai lebih dari 600 jt pd bulan januari.
    hal inilah yg berusaha dihindari potensi pajak keluarannya.
    semua yg ada sspcb (kalau saya tidak salah singkatannya) semua dibayar oleh yang punya barang (CIF + bea masuk + PPN Impor + PPH Pasal 22) (ini kenapa saya sebutkan uang di sspcb dalam neraca merupakan pinjaman dari pemegang saham (atau pihak ketiga) yang dibayar dari nilai penjualan).

    karena penjualannya (menurut planning) hanya dimulai dari PKP sampai desember yg senilai 5 M (hal ini karena impornya juga senilai 5 M), maka pada saat yg bersamaan, 5 M tsb dibayar untuk melunasi hutang pemegang saham (atau pihak ketiga), sehingga tersisa 15 M (impor dr januari s/d PKP) yg belum dilunasi (karena penjualannya 5 M bukan 20 M).

    hal diatas dimaksudkan untuk menghindari potensi pajak keluaran.
    karena jika penjualan dimasukkan 20 M juga, maka tidak ada yg akan membayar pajak keluaran senilai 1,5 M (karena si pemilik barang telah membayar ppn Impornya senilai 2M sedangkan si impor indentor baru PKP bulan Juli)
    nah kerugian yang sebesar 15 M tersebut di"balance"kan dengan membebaskan hutang pemegang saham (atau pihak ketiga).

    sekali lagi, impor indentor ini hanya meminjamkan nama, bukan yang punya barang sebenarnya. dan dalam prakteknya tidak menggunakan mekanisme qq.
    hal inilah yg membuat njelimet.

    apakah solusi tersebut diatas bisa diterima?

    terima kasih, semoga penyampaian saya bisa dimengerti.

Viewing 1 - 6 of 6 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now