Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Badan koreksi penyusutan jika masi dalam masa leasing

  • koreksi penyusutan jika masi dalam masa leasing

     lilianaldi updated 14 years ago 17 Members · 26 Posts
  • minciek

    Member
    28 March 2010 at 5:18 pm
  • junjungansitohang

    Member
    28 March 2010 at 11:52 pm
    Originaly posted by minciek:

    pada saat pembelian di jurnal :
    inv gol II
    Hutang Leasing

    tidak ada penjurnalan saat pembelian, berupa memo saja

    Originaly posted by minciek:

    pada saat cicil ke leasing dijurnal :
    hutang Leasing
    Kas

    jurnal seharusnya: biaya leasing pada kas

    salam

  • nuningnyakoko

    Member
    29 March 2010 at 12:18 am

    maaf cuma mau koreksi, bukannya mobil termasuk kelompok harta berwujud golongan 2 = 8 tahun (GL 12,5% SM = 25%)

  • minciek

    Member
    29 March 2010 at 10:34 pm

    rekan junjungan thx yah atas info2 nya

    mau tanya lagi apa sih yang membedakan koreksi2 dalam leasing .

    leasing yang di koreksi itu yang menggunakan hak opsi atau tidak ?
    atau operating lease and finance lease? saya bingung cara membedakan leasing2 tersebut.

    thx. mohon bantuan nya rekan

  • junjungansitohang

    Member
    29 March 2010 at 11:20 pm

    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    NOMOR 1169/KMK.01/1991

    TENTANG

    KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)

    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang :

    bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kepastian hukum terutama mengenai perlakuan perpajakan kegiatan sewa-guna-usaha, dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang kegiatan sewa guna usaha dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan.

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263);
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264);
    4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan;
    5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64/M Tahun 1988;
    6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/1989 tanggal 18 Nopember 1989;
    7. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 634/KMK.013/1990 tanggal 5 Juni 1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing).

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan :

    KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA (LEASING).

    BAB I
    KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Yang dimaksud dalam Keputusan ini dengan :

    a. Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala;
    b. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;
    c. Barang modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah serta aktiva dimaksud merupakan satu kesatuan kepemilikan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara langsung untuk menghasilkan atau meningkatkan, atau memperlancar produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;
    d. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan kegiatan sewa-guna-usaha;
    e. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Lessor;Pembayaran Sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha;
    f. Piutang sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;
    g. Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang dilease ditambah dengan biaya langsung;
    h. Nilai pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal yang secara riil dikeluarkan oleh Lessor;
    i. Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;
    j. Imbalan Jasa Sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi Lessor;
    k. Nilai Sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa-guna-usaha yang telah disepakati oleh Lessor dengan Lessee pada awal masa sewa-guna-usaha;
    l. Simpanan Jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima Lessor dari Lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk kelancaran pembayaran lease;
    m. Masa Sewa-guna-usaha (Lease Term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna-usaha oleh Lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-usaha berakhir;
    n. Masa Sewa-guna-usaha Pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;
    o. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.

    BAB II
    KEGIATAN USAHA

    Pasal 2
    (1) Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara :

    1. sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance lease);
    2. sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease).

    (2) Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a Pasal ini ditetapkan sebagai kegiatan lembaga keuangan lainnya.

    Pasal 3

    Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

    1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor;
    2. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
    3. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

    Pasal 4

    Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-usaha tanpa hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :

    1. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama tidak dapat menutupi harga perolehan barang modal yang disewa-guna-usahakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor;
    2. perjanjian sewa-guna-usaha tidak memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee.

    Pasal 5

    Penggolongan jenis barang modal yang disewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b Keputusan ini, ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

    Pasal 6
    (1)

    Lessor hanya diperkenankan memberikan pembiayaan barang modal kepada lessee yang telah memiliki NPWP, mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas.
    (2) Lessee dilarang menyewa-guna-usahakan kembali barang modal yang disewa-guna-usaha kepada pihak lain.

    Pasal 7
    (1)

    Lessor wajib menempelkan plakat atau etiket pada barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan mencantumkan nama dan alamat lessor serta pernyataan bahwa barang modal dimaksud terikat dalam perjanjian sewa-guna-usaha.
    (2)

    Plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pasal ini harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dengan mudah barang modal tersebut dapat dibedakan dari barang modal lainnya yang pengadaannya tidak dilakukan secara sewa-guna-usaha.
    (3)

    Selama masa sewa-guna-usaha, lessee bertanggung jawab untuk memelihara agar plakat atau etiket sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini tetap melekat pada barang modal yang disewa-guna-usaha.

    Pasal 8
    (1)

    Perusahaan sewa-guna-usaha atau perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan sewa-guna-usaha, dapat membuka kantor cabang/kantor perwakilan dan menggunakan tenaga asing setelah memperoleh izin/persetujuan dan rekomendasi dari Menteri Keuangan.
    (2) Tata cara pemberian izin/persetujuan, dan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal Moneter.

    BAB III
    PERJANJIAN SEWA-GUNA-USAHA

    Pasal 9
    (1) Setiap transaksi sewa-guna-usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa-guna-usaha (lease agreement).
    (2) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

    1. jenis transaksi sewa-guna-usaha;
    2. nama dan alamat masing-masing pihak;
    3. nama, jenis, type dan lokasi penggunaan barang modal;
    4. harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa-guna-usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa-guna-usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewa-guna-usahakan;
    5. masa sewa-guna-usaha;
    6. ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa-guna-usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha dengan hak opsi hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;
    7. opsi bagi penyewa-guna-usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi;
    8. tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa-guna-usaha.

    (3)

    Perjanjian sewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat diterjemahkan kedalam bahasa asing.

    BAB IV
    PELAKSANAAN HAK OPSI

    Pasal 10

    Pada saat berakhirnya masa sewa-guna-usaha dari transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi, lessee dapat melaksanakan opsi yang telah disetujui bersama pada permulaan masa sewa-guna-usaha.

    Pasal 11
    (1) Opsi untuk membeli dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usaha.
    (2)

    Dalam hal lessee memilih untuk memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha, maka nilai sisa barang modal yang disewa-guna-usahakan digunakan sebagai dasar dalam menetapkan piutang sewa-guna-usaha.

    Pasal 12

    Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal.

    BAB V
    PERLAKUAN AKUNTANSI

    Pasal 13

    Akuntansi transaksi sewa-guna-usaha dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi di bidang sewa-guna-usaha di Indonesia.

    BAB VI
    PERLAKUAN PERPAJAKAN

    Bagian Pertama
    Sewa-guna-usaha Dengan Hak Opsi

    Pasal 14

    Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :

    1. penghasilan lessor yang dik

  • junjungansitohang

    Member
    29 March 2010 at 11:25 pm

    Pasal 14

    Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :

    1. penghasilan lessor yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagian dari pembayaran sewa guna usaha dengan hak opsi yang berupa imbalan jasa sewa guna usaha;
    2. lessor tidak boleh menyusutkan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan dengan hak opsi;
    3. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor;
    4. lessor dapat membentuk cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sejumlah 2,5% (dua setengah persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang sewa-guna-usaha dengan hak opsi.
    5. kerugian yang diderita karena piutang sewa-guna-usaha yang nyata-nyata tidak dapat ditagih lagi dibebankan pada cadangan penghapusan piutang ragu-ragu yang telah dibentuk pada awal tahun pajak yang bersangkutan;
    6. dalam hal cadangan penghapusan piutang ragu-ragu tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dibebani untuk menutup kerugian dimaksud maka sisanya dihitung sebagai penghasilan, sedangkan apabila cadangan tersebut tidak mencukupi maka kekurangannya dapat dibebankan sebagai biaya yang dikurangkan dari penghasilan bruto.

    Pasal 15

    Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha dengan hak opsi dari lessor kepada lessee, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    Pasal 16
    (1) Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :

    1. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli;
    2. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan;
    3. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini;
    4. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

    (2)

    Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi.

    Bagian Kedua
    Sewa-guna-usaha Tanpa Hak Opsi

    Pasal 17
    (1) Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessor adalah sebagai berikut :

    1. seluruh pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan obyek Pajak Penghasilan.
    2. lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usahakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 beserta peraturan pelaksanaannya.

    (2) Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee adalah sebagai berikut :

    1. pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
    2. lessee wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.

    Pasal 18

    Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa-guna-usaha tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, terhutang Pajak Pertambahan Nilai.

    Bagian Ketiga
    Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25

    Pasal 19

    Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap bulan yang terutang oleh lessor adalah jumlah Pajak Penghasilan sebagai hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan Tahun 1984 terhadap Penghasilan Kena Pajak berdasarkan laporan keuangan triwulanan terakhir sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 20 Keputusan ini disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).

    BAB IX
    PELAPORAN

    Pasal 20
    (1) Lessor wajib menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Moneter.
    (2)

    Laporan keuangan triwulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir.

    Pasal 21
    (1) Lessor wajib menyampaikan laporan operasional secara semesteran berdasarkan tahun takwim kepada Direktorat Jenderal Moneter.
    (2) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dan tata cara penyampaiannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Moneter.

    Pasal 22

    Setiap perubahan anggaran dasar, pemegang saham, pengurus, tenaga ahli, dan alamat kantor wajib dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja setelah perubahan dilaksanakan.

    Pasal 23

    Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 atau berdasarkan informasi lain ditemukan adanya penyimpangan, Menteri Keuangan atau Pejabat yang ditunjuknya dapat melakukan pemeriksaan.

    BAB X
    S A N K S I

    Pasal 24

    Pelanggaran terhadap ketentuan Keputusan ini, dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan Perpajakan dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 jo. Nomor 1256/KMK.00/1989.

    BAB XI
    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 25
    (1) Perlakuan akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Keputusan ini mulai berlaku untuk tahun pajak 1991.
    (2)

    Perlakuan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 16 Keputusan ini mulai berlaku terhadap sewa-guna-usaha dengan hak opsi yang kontraknya ditandatangani setelah berlakunya Keputusan ini.
    (3)

    Perlakuan perpajakan yang selama ini diterapkan terhadap sewa-guna-usaha dengan hak opsi yang kontraknya telah ditandatangani sebelum berlakunya Keputusan ini, tetap berlaku.

    BAB XII
    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 26

    Pelaksanaan teknis Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Moneter dan Direktur Jenderal Pajak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

    Pasal 27

    Dengan ditetapkannya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 48/KMK.013/1991 tentang Kegiatan Sewa-guna-usaha, dinyatakan tidak berlaku.

    Pasal 28

    Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 19 Januari 1991.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 27 November 1991
    MENTERI KEUANGAN,

    ttd

    J.B. SUMARLIN

    bahagian yang dikoreksi (yang digaris bawahi rekan) adalah perbedaan antara masa SHU yang lebih pendek daripada yang ditentukan dalam KMK ini

    salam

  • joeardy

    Member
    30 March 2010 at 9:01 am

    Urun rembug :
    Kita lihat dari sudut akuntansi dulu,
    saat pengakuan aktiva sewa guna usaha :
    Aktiva sewa guna usaha xxxx
    >< Hutang Leasing xxx

    Saat pembayaran cicilan leasing :
    Hutang leasing xxxx
    Biaya bunga xxxx
    >< Kas/Bank xxx

    Saat pembebanan penyusutan
    Biaya penyusutan xxxx
    >< Akum. Penyust. aktiva sewa guna xxx

    Masa manfaat penyusutan, sesuai kebijakan akuntansi masing-masing
    untuk kepentingan perhitungan fiskal maka seluruh biaya penyusutan atas aktiva leasing dikoreksi positif,

  • joeardy

    Member
    30 March 2010 at 9:06 am

    Sekarang kita lihat dari sudut Fiskal :
    dalam pemcatatan akuntasi, biaya penyusutan atas aktiva leasing telah dikoreksi positif, maka total angsuran leasing (pokok + bunga) selama satu periode pembukuan yang sama di koreksi negatif dalam perhitungan fiskal, tidak masalah terdapat perbedaan lama masa manfaat dalam pencatatan akuntansi dengan tenor leasingnya, karena pasal 3 menyebutkan sekurang-kurangnya (3 tahuh untuk aktiva golongan II)

    CMIIW

    Salam

  • yanto82

    Member
    30 March 2010 at 10:24 am

    yang saya lakukan juga sama persis dengan rekan joerdy

  • junjungansitohang

    Member
    30 March 2010 at 11:55 pm
    Originaly posted by joeardy:

    total angsuran leasing (pokok + bunga) selama satu periode pembukuan yang sama di koreksi negatif dalam perhitungan fiskal

    bukannya koreksi positip rekan joeardy??

    referensi jurnal seperti berikut:

    Originaly posted by joeardy:

    Saat pembayaran cicilan leasing :
    Hutang leasing xxxx
    Biaya bunga xxxx
    >< Kas/Bank xxx

    dengan jurnal tsb PKP akhir menjadi lebih besar daripada yang seharusnya.
    Penyebab:
    1. WP belum membiayakan pokok leasing
    2. Biaya punya over catat (20 bulan,ref:kasus rekan minciek diatas), dikarenakan
    perhitungan manfaat SGU lebih singkat daripada yang ditentukan (36 bl)

    mohon pencerahannya rekan

    salam

  • joeardy

    Member
    31 March 2010 at 2:32 am

    bukannya koreksi positip rekan joeardy??

    angsuran leasing = koreksi negatif (menambah biaya fiskal/mengurangi laba fiskal)
    penyusutannya = koreksi positif (mengurangi biaya/menambah laba)

  • ronaldiw1509

    Member
    31 March 2010 at 2:02 pm

    Mau numpang urun rembuk juga yah:

    Originaly posted by joeardy:

    saat pengakuan aktiva sewa guna usaha :
    Aktiva sewa guna usaha xxxx
    >< Hutang Leasing xxx

    Saat pembayaran cicilan leasing :
    Hutang leasing xxxx
    Biaya bunga xxxx
    >< Kas/Bank xxx

    Menurut saya
    Pengakuan seperti ini adalah untuk transaksi "pembiayaan konsumen"
    tetapi kalo untuk transaksi "Sewa Guna Usaha/Leasing" pengakuannya adalah seperti yang dijelaskan rekan junjungan

    Salam

  • nt1

    Member
    31 March 2010 at 3:10 pm

    Coba lihat lagi peraturan 1169 tersebut.. Syarat2 tertentu harus dipenuhi apabila dianggap leasing dengan hak opsi…
    Kasus seperti ini klo ditelusuri lebih jauh lagi maka kebanyakan bukan leasing tapi pembelian aktiva secara kredit..^^

  • hafidz_28

    Member
    31 March 2010 at 4:12 pm
    Originaly posted by nt1:

    Kasus seperti ini klo ditelusuri lebih jauh lagi maka kebanyakan bukan leasing tapi pembelian aktiva secara kredit..^^

    BETULLLLL

  • ktfd

    Member
    31 March 2010 at 4:35 pm

    ikutan aahhh…

    jika sgu dgn hak opsi maka akan dianggap sebagai financial lease, jika tak ada hak
    opsi maka akan dianggap operating lease dari sudut fiskal.

    financial lease:
    1. biaya versi akuntansi:
    1.1. biaya bunga sgu
    1.2. biaya penyusutan aset sgu

    2. biaya versi fiskal:
    2.1. cicilan sgu

    maka akan timbul beda temporer sehingga akan timbul pajak tangguhan.

    salam.

Viewing 1 - 15 of 26 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now