Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 30/KMK.05/1997

Kategori : Lainnya

Tatalaksana Penindakan Di Bidang Kepabeanan


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30/KMK.05/1997

TENTANG

TATALAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya Undang-undang Kepabeanan dan peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diperlukan penindakan di bidang kepabeanan;
  2. bahwa penindakan di bidang kepabeanan dimaksud harus efektif dan tidak menimbulkan hambatan kelancaran arus barang dan penumpang;
  3. bahwa untuk melaksanakan penindakan demikian perlu diatur dengan Keputusan Menteri;

 

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) dan semua peraturan pelaksanaannya;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan Di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3626);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3627) dan semua peraturan pelaksanaannya;
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) dan semua peraturan pelaksanaannya;
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3651) dan semua peraturan pelaksanaan;

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN



BAB I

PENGHENTIAN, PEMERIKSAAN, DAN PENEGAHAN SARANA PENGANGKUT,
DAN/ATAU BARANG DI ATASNYA


Pasal 1

(1) Berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya tersangkut pelanggaran Kepabeanan, peraturan larangan/pembatasan ekspor atau impor atau belum dipenuhi/diselesaikan kewajiban pabeannya, Pejabat Bea dan Cukai berwenang :
  1. menghentikan sarana pengangkut;
  2. memeriksa sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya; dan
  3. menegah sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya.
(2) Dalam menghentikan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan :
  1. Kapal Patroli; atau
  2. Sarana pengangkut lainnya; dan
  3. Senjata Api dalam hal diperlukan.
(3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan kapal patroli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara patroli diatur oleh Direktur Jenderal.

(4)

Penghentian sarana pengangkut oleh Pejabat Bea dan Cukai dilakukan dengan cara memberikan isyarat kepada pengangkut.

(5)

Dalam hal upaya penghentian sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dipatuhi, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pengejaran dan upaya penghentian secara paksa.



Pasal 2

Dalam hal di tempat penghentian tidak mungkin dilakukan pemeriksaan karena :

  1. mengganggu ketertiban umum; atau
  2. membahayakan keselamatan pengangkut, sarana pengangkut atau Pejabat Bea dan Cukai;
Pejabat Bea dan Cukai berwenang memerintahkan pengangkut membawa sarana pengangkut dan/atau barang diatasnya ke Kantor Pabean atau ke tempat lain yang sesuai untuk pemeriksaan.



Pasal 3

(1) Dalam melakukan pemeriksaan sarana pengangkut dan barang di atasnya, Pejabat Bea dan Cukai berwenang :
  1. memasuki sarana pengangkut dan/atau bagiannya;
  2. meminta surat atau dokumen yang berkaitan dengan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya; dan
  3. memerintahkan pengangkut untuk membuka sarana pengangkut/bagian-bagiannya dan/atau kemasan barang diatasnya.
(2)

Dalam hal perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak dipenuhi, Pejabat bea dan Cukai membuka sendiri sarana pengangkut/bagian-bagiannya dan/atau kemasan barang di atasnya.

(3)

Atas hasil pemeriksaan terhadap sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya, dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pengangkut.

(4)

Dalam hal hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran, pengangkut dan sarana pengangkut serta barang yang ada di atasnya dapat segera meneruskan perjalanannya.

(5)

Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai wajib melakukan penegahan sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya dan memerintahkan kepada pengangkut untuk membawa sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya ke Kantor Pabean.

(6)

Sarana pengangkut dan/atau barang di atasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.



Pasal 4

(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan pembongkaran barang dari sarana pengangkut apabila ternyata barang yang dibongkar tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Sarana pengangkut dan/atau barang yang dibongkar ditegah dan diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.



Pasal 5

Atas pemeriksaan sarana pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan penghentian pembongkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pejabat Bea dan Cukai :

  1. membuat Surat Bukti Penindakan yang menyebutkan alasan penindakan atau jenis pelanggaran, dan
  2. menyampaikan Surat Bukti Penindakan kepada pengangkut/pemilik barang atau kuasanya dengan mendapat tanda terima dari yang bersangkutan.

 


BAB II

PEMERIKSAAN DAN PENEGAHAN BARANG IMPOR DAN EKSPOR


Pasal 6

(1) Berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa suatu barang tersangkut pelanggaran kepabeanan, peraturan larangan/pembatasan impor atau ekspor, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan
terhadap :
  1. barang impor;
  2. barang ekspor; atau
  3. barang yang dikirim dari suatu tempat ke tempat lain di dalam Daerah Pabean melalui suatu tempat di luar Daerah Pabean.
(2)

Untuk melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat atau kuasanya wajib menyerahkan barang dan membuka setiap kemasan barang yang akan diperiksa.


(3)

Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipatuhi, Pejabat Bea dan Cukai membuka sendiri kemasan barang dan melakukan pemeriksaan atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4)

Hasil pemeriksaan barang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan, yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik barang atau kuasanya.



Pasal 7

(1) Dalam hal hasil pemeriksaan tidak ditentukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai menghentikan pemeriksaan.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai wajib melakukan penegahan.



Pasal 8

(1) Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor yang berada di Kawasan Pabean yang oleh pemiliknya akan dikeluarkan ke peredaran bebas tanpa memenuhi kewajiban pabean dan memerintahkan kepada pengangkut atau pemilik barang/sarana pengangkut atau kuasanya untuk menunda pemuatan, pengangkutan, dan pengeluaran barang.
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat Laporan kejadian dan menyerahkan barang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.



Pasal 9

(1)

Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang impor yang belum memenuhi kewajiban pabeannya yang keluar dari kawasan pabean dengan memerintahkan kepada pemilik atau kuasanya untuk tidak mengangkut, memindahkan, dan membuka kemasan atau peti kemas barang impor tersebut.

(2)

Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat Laporan Kejadian dan menyerahkan barang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.

(3)

Dalam hal penegahan dilakukan di tempat importir atau pemilik barang, sepanjang dapat dijamin hak-hak negara barang yang ditegah dapat ditimbun di tempat yang bersangkutan.

(4)

Dalam hal hasil penyelidikan tidak ditemukan adanya pelanggaran Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai menghentikan penegahan.

(5)

Dalam hal hasil penyelidikan ditemukan adanya pelanggaran Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai melakukan penyidikan.



Pasal 10

(1)

Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penegahan terhadap barang ekspor yang belum yang belum memenuhi kewajiban kepabeannya dengan memerintahkan kepada pemilik/atau kuasanya untuk menunda pengangkutan, tidak memindahkan, tidak membuka kemasan atau peti kemas barang ekspor tersebut.

(2)

Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penegahan membuat Laporan Kejadian dan menyerahkan barang kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai dengan Berita Acara Serah Terima untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut

(3)

Dalam hal penegahan dilakukan di tempat eksportir atau pemilik barang, sepanjang dapat dijamin hak-hak negara yang tegah dapat ditimbun di tempat yang bersangkutan.



Pasal 11

Atas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10, pejabat Bea dan Cukai :

  1. membuat Surat Bukti Penindakan yang menyebutkan alasan penindakan atau jenis pelanggaran.
  2. menyampaikan Surat Bukti Penindakan kepada pengangkut/pemilik barang atau kuasanya dengan mendapat tanda terima dari yang bersangkutan.

 


BAB III

PEMERIKSAAN BANGUNAN ATAU TEMPAT LAIN, SURAT ATAU DOKUMEN
YANG BERKAITAN DENGAN BARANG DAN PENEGAHAN BARANG


Pasal 12

(1) Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan melakukan pemeriksaan terhadap :
  1. bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain yang penyelenggaraannya dengan izin yang diberikan berdasarkan undang-undang; atau
  2. bangunan atau tempat lain yang menurut Pemberitahuan Pabean berisi barang dibawah pengawasan Pabean;
(2)

Berdasarkan petunjuk yang cukup Pejabat Bea dan Cukai berwenang memasuki dan memeriksa bangunan atau tempat yang bukan merupakan rumah tinggal yang berdasarkan undang-undang penyelenggaraannya tidak berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dapat memeriksa setiap barang yang ditemukan.

(3) Pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat lain sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib :
  1. menunjukkan tempat-tempat yang menjadi bagian dari bangunan atau tempat lain yang di periksa;
  2. menyerahkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan barang; dan
  3. menyerahkan barang kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk di periksa.
(4)

Dalam hal pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat lain tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan sendiri terhadap bangunan atau tempat lain dan barang di dalamnya sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan ayat (2).

(5)

Atas hasil pemeriksaan bangunan atau tempat lain dan barang didalamnya di tuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pejabat Bea dan Cukai dan pemilik atau yang menguasai bangunan atau tempat lain yang di periksa.



Pasal 13

(1)

Dalam hal hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai menghentikan penindakan.

(2)

Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penegahan barang.

(3)

Barang yang di tegah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan cukai untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.



Pasal 14

Atas pemeriksaan bangunan atau tempat lain dan barang didalamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai :

  1. membuat Surat Bukti Penindakan yang menyebutkan alasan penindakan atau jenis pelanggaran.
  2. menyampaikan Surat Bukti Penindakan kepada Pemilik barang atau kuasanya dengan mendapat tanda terima dari yang bersangkutan.

 


BAB IV

PEMERIKSAAN BADAN


Pasal 15

(1) Berdasarkan petunjuk yang cukup bahwa seseorang membawa barang yang tersangkut pelanggaran kepabeanan atau peraturan larangan/pembatasan ekspor atau impor, Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa badan orang yang :
  1. berada diatas atau baru saja turun dari sarana pengangkut yang masuk kedalam Daerah Pabean;
  2. berada diatas atau siap naik ke sarana pengangkut yang tujuannya adalah tempat di luar Daerah Pabean;
  3. sedang berada diatas baru saja meninggalkan Tempat Penimbunan Sementara atau tempat penimbunan berikat; atau
  4. sedang berada di atau baru saja meninggalkan Kawasan Pabean.
(2)

Orang sebagaimana di maksud pada ayat (1) wajib memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai menuju tempat pemeriksaan khusus untuk pemeriksaan badan.

(3)

Dalam hal orang sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak memenuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana di maksud pada ayat (2) dibuatkan laporan kejadian dan diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk pemeriksaan badan dan penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.

(4)

Pemeriksaan badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di tempat tertutup oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) Pejabat Bea dan Cukai yang sama jenis kelaminnya dengan yang diperiksa dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.



Pasal 16

(1)

Dalam hal hasil pemeriksaan tidak di temukan adanya pelanggaran, orang yang di periksa dapat segera meninggalkan tempat pemeriksaan/meneruskan perjalanannya.

(2)

Dalam hal hasil pemeriksaan di temukan adanya pelanggaran, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan pemeriksaan menyerahkan orang dan barang kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai untuk penyelidikan/penyidikan lebih lanjut.

(3)

Atas pemeriksaan badan, Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Laporan.



BAB V

PENGAJUAN KEBERATAN DAN PENYELESAIAN ATAS BARANG YANG DITEGAH


Pasal 17

(1) Terhadap barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Pasal 4 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (2), pemilik/atau kuasanya dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya Surat Bukti Penindakan (Penegahan), dengan ketentuan :
  1. menyebutkan alasan-alasan keberatan; dan
  2. melampirkan bukti-bukti yang menguatkan.
(2)

Dalam hal barang yang di tegah merupakan barang yang dilarang atau dibatasi impor atau ekspornya, tidak dapat diajukan keberatan sebagaimana di maksud pada ayat (1).



Pasal 18

Barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah di selesaikan dengan cara :

  1. diserahkan kembali kepada pemiliknya, dalam hal :
    1) telah memenuhi kewajiban pabean
    2) penegahan barang dan/atau sarana pengangkut yang dilakukan tanpa Surat Perintah penegahan karena alasan mendesak dan perlu, tidak mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk;
    3) keberatan yang diajukan oleh pemilik barang dan/atau sarana pengangkut di terima/disetujui oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
    4) keberatan sebagaimana di maksud dalam Pasal 17 ayat (1) tidak mendapat putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk setelah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak di terimanya permohonan keberatan; atau
    5) tidak diperlukan untuk bukti di pengadilan, setelah di serahkan uang pengganti yang besarnya tidak melebihi harga barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah
  2. di musnahkan karena barang tersebut busuk;
  3. dilelang, karena sifatnya tidak tahan lama, merusak, berbahaya atau pengurusannya memerlukan biaya tinggi, sepanjang bukan merupakan barang yang di larang atau di batasi;
  4. diserahkan kepada penyidik sebagai bukti dalam proses penyidikan;
  5. dalam hal menyangkut barang yang dilarang atau dibatasi, menjadi milik negara.

 


Pasal 19

(1) dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) di terima karena tidak ditemukan adanya pelanggaran :
  1. barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah;
  2. uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah; atau
  3. uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah, 
berdasarkan putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk diserahkan kepada pemiliknya.
(2) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) ditolak karena terbukti adanya pelanggaran ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan impor yang diancam dengan sanksi administrasi :
  1. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah
  2. uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah; atau
  3. uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah, 
berdasarkan putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk di serahkan kepada pemiliknya setelah Bea Masuk dan sanksi administrasi berupa denda telah di bayar dan semua persyaratan yang di perlukan dalam rangka impor telah di penuhi.
(3) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) ditolak karena terbukti adanya pelanggaran ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan ekspor yang diancam dengan sanksi administrasi :
  1. barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah;
  2. uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah; atau
  3. uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang di tegah, 
berdasarkan putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang di tunjuk di serahkan kepada pemiliknya setelah sanksi administrasi berupa denda dan pungutan negara dalam rangka ekspor telah di bayar dan semua persyaratan yang diperlukan dalam rangka ekspor telah dipenuhi.
(4) Dalam hal keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) ditolak karena terbukti adanya pelanggaran ketentuan Undang-Undang yang diancam dengan sanksi pidana :
  1. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah;
  2. uang hasil lelang barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; atau
  3. uang pengganti barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah. 
diserahkan kepada Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai sebagai barang bukti.
(5) Apabila setelah lewat waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberi putusan :
  1. keberatan dianggap diterima; dan
  2. barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah diselesaikan sesuai ketentuan pada ayat (1).
(6)

Putusan Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat 3, dan ayat (4) segera diberitahukan kepada pemilik barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah.



Pasal 20

(1)

Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dan c, ayat (2) huruf b dan c, ayat (3) huruf b dan c ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

(2)

Putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a dan ayat (4) ditetapkan oleh Pejabat yang di tunjuk Direktur Jenderal.



BAB VI

PENYEGELAN


Pasal 21

(1)

Untuk melakukan penyegelan Pejabat Bea dan Cukai mempergunakan kunci, segel, dan/atau tanda pengaman lainnya.

(2)

Bentuk dan ciri-ciri kunci, segel, dan tanda pengaman yang dipergunakan dalam penyegelan, serta cara penyegelan dan penghentian penyegelan diatur oleh Direktur Jenderal.

(3)

Segel dan/atau tanda pengaman yang digunakan oleh instansi pabean di negara lain atau pihak lain dapat di terima sebagai pengganti segel.



Pasal 22

Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penyegelan terhadap :

  1. Barang impor yang belum dipenuhi atau diselesaikan kewajiban pabeannya;
  2. Barang ekspor yang harus diawasi yang berada di sarana pengangkut atau di tempat penimbunan atau tempat lain; atau
  3. Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah; dan/atau
  4. Bangunan atau tempat lain yang didalamnya ditimbun barang impor dan/atau ekspor yang ditegah.

 


Pasal 23

(1) Penyegelan dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai dalam hal :
  1. berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap barang, sarana pengangkut, dan orang ditemukan adanya pelanggaran Kepabeanan dan/atau peraturan larangan/pembatasan impor atau ekspor dan dilakukan penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 13 ayat (2);
  2. penjagaan, pengawasan atau pengawalan yang harus dilakukan secara terus-menerus oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap barang dan/atau sarana pengangkut yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya tidak dimungkinkan; atau
  3. diperlukan guna kepentingan pengamanan hak-hak negara dan penangguhan pengeluaran barang.
(2)

Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Penyegelan yang menyebutkan jenis, jumlah, nomor segel yang digunakan, dan tempat-tempat atau bagian-bagian yang disegel serta cara pelekatan/penempatan segel.



Pasal 24

(1)

Terhadap barang, sarana pengangkut atau bangunan/tempat lain atau tempat-tempat didalamnya yang disegel oleh Pejabat Bea dan Cukai, pemilik atau kuasanya wajib menjaga agar semua kunci, segel, atau tanda pengaman tidak rusak atau hilang.

(2)

Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas atau dirusak tanpa izin dari Pejabat Bea dan Cukai

(3)

Pejabat Bea dan Cukai yang menemukan pembukaan, pengrusakan atau penglepasan kunci, segel, atau tanda pengaman tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai wajib membuat Laporan.



Pasal 25

Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dihentikan dan disegel dapat dibuka dalam hal :

  1. Barang dan/atau sarana pengangkut telah diselesaikan kewajiban pabeannya.
  2. Penyegelan sebagai tindak lanjut dari penegahan yang dilakukan tanpa Surat Perintah tidak mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk.
  3. Barang dan/atau sarana pengangkut diserahkan kepada penyidik sebagai barang bukti.

 


BAB VII

SURAT PERINTAH, LAPORAN, SURAT BUKTI PENINDAKAN, DAN BERITA ACARA


Pasal 26

Untuk melaksanakan penindakan berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan, Pejabat Bea dan Cukai harus dilengkapi dengan Surat Perintah dari Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.



Pasal 27

 

Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sekurang-kurangnya memuat :

  1. Nama Pejabat Bea dan Cukai yang diberi perintah;
  2. Bentuk dan alasan penindakan;
  3. Jangka waktu berlakunya Surat Perintah;
  4. Kewajiban pelaporan hasil penindakan.

 


Pasal 28

(1) Surat Perintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak diperlukan dalam hal :
  1. Pemeriksaan bangunan atau tempat lain yang menurut undang-undang berada dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  2. Dalam keadaan mendesak diperlukan tindakan untuk menghentikan, memeriksa, atau menegah sarana pengangkut dan/atau barang;
  3. Melakukan pengejaran terhadap orang pribadi dan/atau sarana pengangkut yang membawa barang yang diduga melanggar undang-undang;
  4. Pemeriksaan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c segera melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk dalam waktu selambat-lambatnya 1 x 24 jam terhitung sejak penindakan dilakukan.
(3) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau c dihentikan dalam hal Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk tidak menerbitkan Surat Perintah dalam waktu 1 x 24 jam sejak menerima laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penindakan.



BAB VIII

KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 29

Ketentuan mengenai petunjuk yang cukup untuk melakukan penindakan di bidang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 15 ayat (1) diatur oleh Direktur Jenderal.



Pasal 30

Barang dan/atau sarana pengangkut yang ditegah oleh Pejabat Bea dan Cukai, dikuasai negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean.



Pasal 31

(1)

Dalam hal ditemukan adanya pelanggaran, segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab pengangkut dan/atau pemilik barang atau kuasanya.

(2)

Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran, segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan, dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(3)

Dalam hal tidak ditemukan adanya pelanggaran tetapi pengangkut atau pemilik barang dan/atau sarana pengangkut atau kuasanya, importir, eksportir, pengusaha Tempat Penimbunan Sementara, pengusaha Tempat Penimbunan Berikat atau pemilik/yang menguasai bangunan atau tempat lain tidak memenuhi kewajibannya atau tidak mematuhi permintaan Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 3 ayat (1) huruf b dan c, Pasal 6 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (3), Pasal 15 ayat (2) atau Pasal 24 ayat (1) segala resiko dan biaya yang timbul akibat penghentian, pemeriksaan, penegahan dan penyegelan menjadi beban dan tanggung jawab pengangkut dan/atau pemilik barang atau kuasanya.



Pasal 32

Bentuk Surat Perintah, Laporan, Surat Bukti Penindakan, Berita Acara Pemeriksaan, Berita Acara Penyegelan, dan Berita Acara Serah Terima ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



BAB IX

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan ketentuan dalam Keputusan Menteri ini diatur oleh Direktur Jenderal.

 


Pasal 34

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 16 Januari 1997
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR'IE MUHAMMAD