Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 304/KMK.01/2002

Kategori : Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Lelang


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 304/KMK.01/2002

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam rangka reorganisasi Departemen Keuangan, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai lelang;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;

Mengingat :


  1. Peraturan Lelang (Vendu Reglement Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1940:56);
  2. Instruksi Lelang (Vendu Instructie Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1930:85);
  3. Peraturan Pemungutan Bea Lelang Untuk Pelelangan dan Penjualan Umum (Vendu Salaris Staatsblad 1949:390);
  4. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen;
  5. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;
  6. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
  7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 374/KMK.01/1994 tentang Pelimpahan wewenang kepada Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Keuangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;
  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 64/KMK.01/2002;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG.



BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:

  1. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum baik secara langsung maupun melalui media elektronik dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan peminat.
  2. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu.
  3. Lelang non eksekusi adalah Lelang Barang Milik/Dikuasai Negara atau Lelang Sukarela atas barang milik swasta.
  4. Kantor Lelang adalah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) dalam lingkungan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II.
  5. Pejabat Lelang (Vendumeester sebagaimana dimaksud dalam Vendureglement) adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  6. Pemandu Lelang adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dalam suatu pelaksanaan lelang.
  7. Superintenden (Pengawas Lelang) adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mengawasi pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang/Kantor Lelang.
  8. Penjual adalah perseorangan, badan atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang melakukan penjualan secara lelang.
  9. Pembeli adalah orang atau badan yang mengajukan penawaran tertinggi yang mencapai atau melampaui nilai limit yang disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
  10. Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor terlebih dahulu sebagai syarat sahnya menjadi peserta lelang, bagi lelang yang dipersyaratkan adanya uang jaminan.
  11. Pengumuman Lelang adalah suatu usaha mengumpulkan para peminat dalam bentuk pemberitahuan kepada khalayak ramai tentang akan diadakannya suatu penjualan secara lelang, dan atau sebagai persyaratan hukum sahnya suatu persyaratan lelang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  12. Nilai Limit adalah nilai minimal yang ditetapkan oleh Penjual untuk dicapai dalam suatu pelelangan sebagai dasar untuk mengesahkan pemenang lelang.
  13. Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang dibayar oleh Pembeli tidak termasuk Bea Lelang Pembeli dan Uang Miskin serta pungutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  14. Bea Lelang adalah pungutan negara atas pelaksanaan lelang berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Bea Lelang.
  15. Uang Miskin adalah uang yang dipungut dari Pembeli lelang sebagai penerimaan negara bukan pajak yang disetorkan ke Kas Negara.
  16. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak.
  17. Grosse Risalah Lelang adalah salinan asli dari Risalah Lelang yang berkepala "Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
  18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara.


BAB II
PERSIAPAN LELANG


Bagian Pertama
Permohonan Lelang


Pasal 2


(1) Setiap Penjual yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang.
(2) Dalam hal lelang PUPN, Nota Dinas dari Kepala Seksi Piutang Negara berlaku sebagai Surat Permohonan Lelang.
(3) Kantor Lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudah dipenuhi.
(4) Tata cara dan persyaratan permohonan lelang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


Pasal 3


Penjual bertanggung jawab terhadap keabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.



Bagian Kedua
Tempat Lelang


Pasal 4


Lelang dilaksanakan dalam wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang berada.



Pasal 5


Lelang non eksekusi dapat dilaksanakan di luar wilayah kerja Kantor Lelang, setelah mendapat persetujuan:

  1. Direktur Jenderal untuk barang-barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah DJPLN; atau
  2. Kepala Kantor Wilayah DJPLN setempat untuk barang-barang yang berada dalam wilayah Kantor Wilayah DJPLN setempat.


Bagian Ketiga
Syarat Lelang


Pasal 6


(1) Kantor Lelang menentukan syarat-syarat umum dalam pelaksanaan lelang;
(2) Penjual dapat menentukan syarat-syarat lelang yang bersifat khusus.
(3) Syarat-syarat lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), tidak boleh bertentangan dengan peraturan umum lelang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


Pasal 7


(1) Setiap pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan dilengkapi dengan Surat Keterangan Tanah dari Kantor Pertanahan setempat.
(2) Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat:
  1. Kepala Kantor Lelang mensyaratkan kepada Penjual meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan; dan
  2. berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kantor Lelang meminta Surat Keterangan Tanah ke Kantor Pertanahan setempat.


Pasal 8


(1) Pelaksanaan lelang dilakukan pada jam dan hari kerja.
(2) Lelang dapat dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan Superintenden.


Bagian Keempat
Penundaan dan Pembatalan Lelang


Pasal 9


(1) Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat ditunda atau dibatalkan, dengan putusan/penetapan Pengadilan atau atas permintaan Penjual.
(2) Penundaan atau pembatalan lelang yang diminta oleh Penjual harus diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal lelang.
(3) Penundaan atau pembatalan lelang di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan, sepanjang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 10


Pelelangan yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.



Bagian Kelima
Uang Jaminan Penawaran Lelang


Pasal 11


(1) Setiap peserta lelang menyetor Uang Jaminan penawaran lelang kecuali pada lelang kayu jati dari tangan pertama dan lelang melalui Balai Lelang.
(2) Dalam hal lelang melalui Balai Lelang mensyaratkan Uang Jaminan Penawaran Lelang, peserta lelang menyetor Uang Jaminan Penawaran Lelang ke Balai Lelang.
(3) Besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang ditentukan oleh Penjual.


Pasal 12


(1) Dalam hal peserta lelang tidak ditunjuk sebagai pembeli, Uang Jaminan Penawaran Lelang akan dikembalikan seluruhnya tanpa potongan.
(2) Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta lelang.
(3) Terhadap peserta lelang yang ditunjuk sebagai pembeli, Uang Jaminan Penawaran Lelang akan diperhitungkan dengan pembayaran harga lelang.
(4) Apabila pembeli tidak melunasi pembayaran harga lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan ke Kas Negara sebagai penerimaan lain-lain.
(5) Khusus lelang melalui Balai Lelang, apabila pembeli tidak melunasi pembayaran harga lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik Balai Lelang dan atau Pemilik Barang sesuai kesepakatan antara Balai Lelang dan Pemilik Barang.


Bagian Keenam
Pengumuman Lelang


Pasal 13


(1) Penjualan secara lelang didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual melalui surat kabar harian, selebaran, atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik termasuk Internet di wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang akan dijual.
(2) Dalam hal tidak ada surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengumuman Lelang diumumkan dalam surat kabar harian yang terbit di tempat yang terdekat dan beredar di wilayah kerja Kantor Lelang tempat barang akan dijual.


Pasal 14


Pengumuman Lelang sekurang-kurangnya memuat:

  1. identitas Penjual;
  2. hari, tanggal, jam dan tempat lelang dilaksanakan;
  3. nama, jenis dan jumlah barang;
  4. besar dan cara penyetoran uang jaminan penawaran lelang; dan
  5. lokasi, luas tanah, dan jenis hak atas tanah, khusus barang tidak bergerak berupa tanah.


Pasal 15


(1) Pengumuman Lelang untuk lelang eksekusi terhadap barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. pengumuman dilakukan dua kali berselang 15 (lima belas) hari. Jangka waktu Pengumuman Lelang pertama ke pengumuman lelang kedua sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari, dan diatur sedemikian rupa sehingga pengumuman kedua tidak jatuh pada hari libur/hari besar;
  2. pengumuman pertama diperkenankan tidak menggunakan surat kabar harian, tetapi dengan cara pengumuman melalui selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum, dan atau melalui media elektronik termasuk internet. Namun demikian apabila dikehendaki oleh Penjual pengumuman pertama dapat dilakukan dengan surat kabar harian; dan
  3. pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
(2) Pengumuman Lelang untuk lelang eksekusi terhadap barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 6 (enam) hari sebelum pelaksanaan lelang, kecuali untuk barang-barang yang lekas busuk, rusak dan barang berbahaya dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari.


Pasal 16


Khusus pengumuman lelang eksekusi pajak untuk barang bergerak yang nilai limit keseluruhannya tidak lebih dari Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dalam satu kali lelang, dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik termasuk Internet, sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang.



Pasal 17


(1) Dalam hal lelang eksekusi telah dilaksanakan dan perlu dilelang ulang, Pengumuman Lelang ulang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. untuk lelang barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak, dilakukan dengan cara:
    1. Pengumuman Lelang ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan lelang ulang dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh) hari dari pelaksanaan lelang terdahulu atau dari pelaksanaan lelang terakhir; atau
    2. Pengumuman Lelang ulang berlaku ketentuan sebagaimana lelang eksekusi yang pertama kali, jika waktu pelaksanaan lelang ulang dilakukan lebih dari 60(enam puluh) hari dari pelaksanaan lelang terdahulu atau dari pelaksanaan lelang terakhir;
  2. untuk lelang barang bergerak, Pengumuman Lelang ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang;
(2) Pengumuman Lelang ulang sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 1 dan huruf b menunjuk Pengumuman Lelang terakhir.


Pasal 18


(1) Pengumuman Lelang untuk lelang non eksekusi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. barang tidak bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang;
  2. barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang;
  3. barang bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Pengumuman Lelang untuk lelang non eksekusi yang diulang berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 19


(1) Pengumuman Lelang untuk lelang non eksekusi terhadap barang bergerak dan atau tidak bergerak yang nilai limit keseluruhannya tidak lebih dari Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dalam satu kali lelang, dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik termasuk Internet, sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku dalam hal ada permintaan tertulis dari Penjual untuk mengumumkan melalui selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik termasuk Internet dan disetujui oleh Kepala Kantor Lelang.


Pasal 20


Untuk lelang yang sudah terjadwal, jadwal pelaksanaan lelang dalam setiap bulan diumumkan melalui surat kabar harian sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum bulan pelaksanaan lelang.



Pasal 21


Pengumuman lelang non eksekusi yang pelaksanaan lelangnya dilakukan oleh Kantor Lelang di luar wilayah barang berada dilakukan di surat kabar harian di tempat pelaksanaan lelang dan di tempat barang berada.



Pasal 22


(1) Pengumuman Lelang yang sudah diterbitkan melalui iklan surat kabar harian, selebaran atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan yang prinsipil harus segera di ralat.
(2) Kekeliruan yang prinsipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyangkut tanggal, waktu dan tempat lelang, spesifikasi barang-barang, atau persyaratan lelang seperti besarnya Uang Jaminan dan batas waktu penyetoran.
(3) Ralat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak boleh dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut:
  1. Menaikkan besarnya Uang Jaminan;
  2. Memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;
  3. Memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan; atau
  4. Memindahkan lokasi lelang di luar kota tempat pelaksanaan lelang semula.
(4) Ralat Pengumuman Lelang diumumkan melalui surat kabar harian atau media yang sama dengan menunjuk pengumuman sebelumnya dan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan lelang.
(5) Ralat Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Lelang yang bersangkutan.


BAB III
PELAKSANAAN LELANG


Bagian Pertama
Nilai Limit


Pasal 23


(1) Setiap pelaksanaan lelang harus ada Nilai Limit.
(2) Nilai Limit ditentukan oleh Penjual dan diserahkan kepada Pejabat Lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang.


Pasal 24


Penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit disahkan sebagai Pembeli.



Bagian Kedua
Ketentuan Pelaksanaan Lelang


Pasal 25


(1) Setiap lelang dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang.
(2) Khusus pelaksanaan lelang melalui internet, Pejabat Lelang menutup penawaran lelang dan mengesahkan pembeli.
(3) Pelaksanaan lelang yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tidak sah.


Pasal 26


(1) Dalam hal penawaran lelang dilaksanakan secara lisan, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang.
(2) Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJPLN atau dari luar DJPLN.
(3) Persyaratan untuk menjadi Pemandu Lelang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


Pasal 27


(1) Lelang dapat dilaksanakan melalui Internet, kecuali lelang eksekusi.
(2) Ketentuan lelang melalui Internet sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


Bagian Ketiga
Penawaran Lelang


Pasal 28


(1) Cara penawaran lelang ditetapkan oleh Kepala Kantor Lelang dengan memperhatikan usulan dari Penjual.
(2) Cara penawaran yang ditetapkan harus diumumkan di depan calon pembeli sebelum lelang dilaksanakan.
(3) Cara penawaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat didahului dengan pengumuman di media massa, selebaran, tempelan, media elektronik termasuk Internet.


Pasal 29


Penawaran yang telah diajukan kepada Pejabat Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh peserta lelang.



Pasal 30


Dalam hal terdapat beberapa peserta lelang yang mengajukan penawaran tertinggi secara tertulis dengan nilai yang sama yang mencapai atau melampaui Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak menentukan 1 (satu) pembeli dengan melakukan penawaran secara lisan naik-naik yang hanya diikuti oleh mereka yang melakukan penawaran tertinggi yang sama.



Bagian Keempat
Bea Lelang


Pasal 31


(1) Atas pelelangan barang bergerak dikenakan Bea Lelang sebesar 3% (tiga persen) kepada Penjual dan 9% (sembilan persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2) Atas pelelangan barang bergerak yang ditahan dikenakan Bea Lelang Ditahan sebesar 1,5% (satu setengah persen) kepada Penjual dari penawaran lelang yang tertinggi.
(3) Atas pelelangan barang bergerak bersama-sama dengan barang tidak bergerak dalam satu paket dikenakan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 32


(1) Atas pelelangan barang tidak bergerak dikenakan Bea Lelang sebesar 1,5% (satu setengah persen) kepada Penjual dan 4,5% (empat setengah persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2) Atas pelelangan barang tidak bergerak yang ditahan dikenakan Bea Lelang Ditahan sebesar 0,375% (tiga ratus tujuh puluh lima perseribu persen) kepada Penjual dari penawaran lelang yang tertinggi.
(3) Atas pelelangan pabrik dan mesin-mesinnya yang melekat menjadi satu kesatuan dikenakan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 33


(1) Lelang kayu dari tangan pertama yang dilaksanakan oleh Kantor Lelang dikenakan Bea Lelang sebesar 1,5% (satu setengah persen) kepada Penjual dan 3% (tiga persen) kepada Pembeli dari harga lelang.
(2) Lelang kayu selain dari tangan pertama dikenakan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1).


Pasal 34


Lelang barang-barang milik negara tidak dikenakan Bea Lelang Penjual, Bea Lelang Ditahan dan Bea Lelang Batal.



Pasal 35


Lelang kayu kecil yang diselenggarakan oleh Perum Perhutani dikenakan Bea Lelang sebesar 3% (tiga persen) kepada Pembeli dari harga lelang.



Pasal 36


Lelang yang diselenggarakan oleh Perum Penggadaian dikenakan Bea Lelang sebesar 3% (tiga persen) kepada Penjual dan 9% (sembilan persen) kepada Pembeli dari harga lelang.



Pasal 37


(1) Penundaan atau pembatalan terhadap rencana pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Penjual dalam jangka waktu kurang dari 8 (delapan) hari sebelum lelang dikenakan Bea Lelang Batal sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), kecuali lelang sukarela.
(2) Penundaan atau pembatalan lelang tidak dikenakan Bea Lelang Batal, meskipun dibatalkan atau ditunda dalam waktu kurang dari 8 (delapan) hari, karena:
  1. surat keterangan tanah belum ada;
  2. objek lelang musnah;
  3. terdapat putusan/penetapan pembatalan atau penundaan lelang dari peradilan; atau
  4. terdapat perbedaan data objek dalam dokumen-dokumen yang diterima oleh Pejabat Lelang.


Bagian Kelima
Pembeli


Pasal 38


(1) Pembeli disahkan oleh Pejabat Lelang.
(2) Pembeli berkewajiban atas pembayaran harga lelang, Bea Lelang, Uang Miskin dan pungutan lain yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 39


(1) Dalam hal Pembeli bertindak untuk orang lain atau Badan harus disertai dengan surat kuasa.
(2) Bank sebagai kreditor dapat membeli agunannya melalui lelang, dengan menyatakan bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun.
(3) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah terlampaui, bank dianggap sebagai pembeli.
(4) Pembelian agunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disertai dengan akte notaris.


Pasal 40


Pejabat Lelang, Pejabat Penjual, Pemandu Lelang, Hakim, Jaksa, Panitera, Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Penilai, dan Pegawai DJPLN, yang terkait dengan pelaksanaan lelang dilarang menjadi pembeli.



Bagian Keenam
Pembayaran dan Penyetoran Uang Hasil Lelang


Pasal 41


(1) Pembayaran Uang Hasil Lelang dilakukan secara tunai atau dengan cek/giro selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
(2) Pembayaran Uang Hasil Lelang di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dibenarkan setelah mendapat ijin dari Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.
(4) Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah disahkan sebagai Pemenang Lelang tidak diperbolehkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan.


Pasal 42


(1) Penyetoran hasil bersih lelang kepada Penjual selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran di terima oleh Bendaharawan Penerima.
(2) Bendaharawan Penerima menyetorkan Bea Lelang, Uang Miskin dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas Negara, dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran di terima.


BAB IV
RISALAH LELANG


Pasal 43


(1) Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang.
(2) Risalah Lelang terdiri dari:
a. Bagian Kepala;
b. Bagian Badan; dan
c. Bagian Kaki.
(3) Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut tersendiri.


Pasal 44


Bagian Kepala Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya:

  1. hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
  2. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari Pejabat Lelang;
  3. nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili penjual;
  4. nomor/tanggal surat permohonan lelang;
  5. tempat pelaksanaan lelang;
  6. sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
  7. dalam hal yang dilelang barang-barang tidak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan harus disebutkan:
    1. status hak tanah atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan;
    2. surat keterangan tanah dari Kantor Pertanahan; dan
    3. keterangan lain yang membebani tanah tersebut;
  8. cara bagaimana lelang tersebut telah diumumkan oleh penjual; dan
  9. syarat-syarat umum lelang.


Pasal 45


Bagian Badan Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya:

  1. banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;
  2. nama barang yang dilelang;
  3. nama, pekerjaan dan alamat pembeli, sebagai pembeli atas nama tersendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain;
  4. bank kreditor sebagai pembeli untuk orang atau Badan Hukum atau Badan Usaha yang akan ditunjuk namanya (dalam hal bank kreditor sebagai pembeli lelang);
  5. Harga Lelang dengan angka dan huruf; dan
  6. daftar barang yang laku terjual/ditahan memuat nilai, nama, alamat pembeli.


Pasal 46


Bagian Kaki Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya:

  1. banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;
  2. jumlah nilai barang-barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;
  3. jumlah nilai barang-barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
  4. banyaknya surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka dan huruf;
  5. jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf; dan
  6. tanda tangan Pejabat Lelang dan penjual/kuasa penjual dalam hal lelang barang bergerak; atau
  7. tanda tangan Pejabat Lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli dalam hal lelang barang tidak bergerak.


Pasal 47


(1) Pembetulan kesalahan pembuatan Risalah Lelang berupa pencoretan, penggantian, dilakukan sebagai berikut:
a. pencoretan kesalahan kata, huruf atau angka dalam Risalah Lelang dilakukan dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca; dan atau
b. penambahan/perubahan kata atau kalimat Risalah Lelang ditulis disebelah pinggir kiri dari lembar Risalah Lelang. Apabila tidak mencukupi ditulis pada bagian bawah dari bagian kaki Risalah Lelang dengan menunjuk lembar dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu.
(2) Jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret atau yang ditambahkan diterangkan pada sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, begitu pula banyaknya kata/angka yang ditambahkan.
(3) Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani tidak boleh dilakukan.


Pasal 48


(1) Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh:
a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;
b. Pejabat Lelang dan penjual/kuasa penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; atau
c. Pejabat Lelang, penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.
(2) Apabila Penjual tidak menghendaki menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, hal ini dinyatakan oleh Pejabat Lelang sebagai tanda tangan.


Pasal 49


Catatan setelah Risalah Lelang ditutup, dilakukan sebagai berikut:

  1. jika terdapat hal prinsipil yang diketahui setelah penutupan Risalah Lelang, Kepala Kantor Lelang mencatat hal tersebut pada bagian bawah setelah tanda tangan; dan
  2. setiap catatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Kepala Kantor Lelang membubuhi tanggal dan tanda tangan.


Pasal 50


(1) Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh salinan/petikan/grosse yang otentik dari minut Risalah Lelang dengan di bebani Bea Meterai.
(2) Pihak-pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:
a. Pembeli;
b. Penjual; dan
c. instansi pemerintah untuk kepentingan dinas.
(3) Salinan/Petikan/Grosse yang otentik dari Minut Risalah Lelang ditandatangani oleh Kepala Kantor Lelang.


Pasal 51


Grosse Risalah Lelang yang berkepala "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", dapat diberikan atas permintaan pembeli atau kuasanya.



BAB V
PEMBUKUAN DAN LAPORAN LELANG


Pasal 52


(1) Kantor Lelang menyelenggarakan pembukuan dan laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.
(2) Penyelenggaraan pembukuan dan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


Pasal 53


(1) Bendaharawan Penerima Kantor Lelang wajib melakukan:
a. pencatatan semua penerimaan dan pengeluaran uang hasil pelaksanaan lelang; dan
b. pembuatan laporan/pertanggung jawaban semua penerimaan dan pengeluaran uang hasil pelaksanaan lelang.
(2) Penyelenggaraan pembukuan dan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal.


BAB VI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 54


Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.01/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 507/KMK.01/2000, dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 55


Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Juni 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd


BOEDIONO