Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 07/PJ.7/1998

Kategori : KUP

Penegasan Kebijaksanaan Pemeriksaan (Seri Pemeriksaan 06-98)


28 Juli 1998

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 07/PJ.7/1998

TENTANG

PENEGASAN KEBIJAKSANAAN PEMERIKSAAN (SERI PEMERIKSAAN 06-98)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan masih adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan atas Kebijaksanaan Pemeriksaan yang telah ditetapkan, maka untuk menjaga keseragaman dan kelancaran pelaksanaannya perlu diberikan beberapa penegasan sebagai berikut :

  1. Pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan, pemeriksaan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang SPT Tahun PPh-nya termasuk dalam kelompok A dan BA tetap harus dilakukan melalui Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) dan pelaksanaan pemeriksaan melalui Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Namun mengingat kondisi yang tidak sama pada masing-masing Kantor Wilayah DJP, maka mulai tahun 1998 penentuan PSK atau PSL tersebut diserahkan sepenuhnya kepada kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan.

    Contoh kriteria penentuan Wajib Pajak yang dapat dilakukan pemeriksaan melalui PSK adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang menurut penilaian Kepala Kantor Wilayah DJP termasuk kelompok usaha yang relatif kecil, atau terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang SPT Tahunan PPh-nya 3 (tiga) tahun berturut-turut telah diperiksa.

     

  1. Dalam hal SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang termasuk dalam kelompok A dan BA oleh Kepala Kantor Wilayah DJP ditetapkan harus diperiksa melalui PSK, berbeda dengan PSK sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1998 tanggal 15 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 04-98) butir 4 huruf b, maka atas PSK tersebut harus diterbitkan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP-2)-nya oleh Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan dan oleh karenanya PSK tersebut belum dapat dilaksanakan sebelum LP2-nya diterbitkan.

 

  1. Sehubungan dengan Pemeriksaan Wajib Pajak Inti sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ.7/1998 tanggal 3 Juli 1998 (Seri Pemeriksaan 05-98) dan penerbitan LP2 atas PSK sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas serta kemungkinan dilakukannya Pemeriksaan Ulang sebagai akibat peer review, maka Daftar Kode Kriteria Pemilihan SPT sesuai dengan Lampiran II.2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-03/PJ.7/1998 tanggal 3 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 03-98) perlu disempurnakan sehingga menjadi sebagaimana terlampir (Lampiran 1).

 

  1. Dalam rangka membantu upaya penertiban pemberian Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sehingga KLU dimaksud sesuai dengan lapangan usaha yang sebenarnya dijalankan Wajib Pajak, maka Pemeriksa Pajak dalam setiap melakukan pemeriksaan baik yang dilakukan melalui Pemeriksaan Lengkap (PL) maupun PSL harus melakukan penelitian terhadap kebenaran pemberian KLU yang tercantum pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-1444/PJ.24/1993tanggal 14 Desember 1993 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak, dan hasil penelitian terhadap kebenaran KLU tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP). 
    Selanjutnya sebelum LPP dibuat, Pemeriksa Pajak harus mengirimkan hasil penelitian KLU kepada Kepala KPP yang bersangkutan cq. Kepala Seksi TUP dengan menggunakan formulir Laporan Penelitian KLU sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 2).

 

  1. Untuk lebih mengefektifkan pemanfaatan Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak (WP)/Penanggung Pajak (PP) sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-07/PJ.75/1994 tanggal 11 Mei 1994, maka Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak (WP)/Penanggung Pajak (PP) dimaksud di samping harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak dalam setiap melakukan PL juga harus dibuat dalam hal pemeriksaan tersebut dilakukan melalui PSL. Selanjutnya di samping daftar tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LPP juga harus dikirimkan kepada Kepala KPP terkait cq. Kepala Seksi Penagihan sebelum LPP dibuat. Pengiriman Daftar Harta Kekayaan Wajib Pajak (WP)/Penanggung Pajak (PP) tersebut dilaksanakan dengan menggunakan formulir yang telah disempurnakan sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 3).

 

  1. Dalam rangka membantu pencairan tunggakan PBB, maka Pemeriksa Pajak setiap melakukan pemeriksaan baik yang dilakukan melalui PL maupun PSL, di samping harus melakukan pemeriksaan terhadap PBB untuk tahun pajak yang diperiksa, juga harus melakukan penelitian terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk 5 (lima) tahun terakhir (termasuk tahun pajak yang sedang diperiksa) sebelum tahun dilaksanakannya pemeriksaan yang bersangkutan dengan tujuan untuk mengetahui apakah utang PBB sudah dilunasi atau belum.
    Utang PBB serta utang pajak lainnya (PPh, PPN, dan PPn BM) yang belum dilunasi agar dilaporkan dalam LPP. selanjutnya sebelum LPP dibuat, Pemeriksa Pajak harus mengirimkan surat kepada Kepala KPP yang bersangkutan cq. Kepala Seksi Penagihan tentang adanya utang PBB yang belum lunas (tunggakan PBB) dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 4).

 

  1. Sama halnya dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) untuk PL, maka SPPP untuk PSL atau PSK harus diterbitkan untuk setiap Wajib Pajak yang akan diperiksa per tahun pajak.

 

  1. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan pajak untuk :
    1. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK) adalah 3 (tiga) minggu terhitung sejak pemeriksaan mulai dilaksanakan, yaitu sejak tanggal dikirimkannya Surat Panggilan kepada Wajib Pajak;
    2. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah 2 (dua) bulan terhitung sejak pemeriksaan mulai dilaksanakan, yaitu sejak tanggal disampaikannya Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajakdan ketentuan tersebut mulai berlaku untuk SPPP yang diterbitkan sesudah tanggal Surat Edaran ini.

 

  1. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian PSK/PSL adalah :
    1. Apabila karena sesuatu alasan tertentu PSK/PSL tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada butir 8 di atas, maka jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dapat diperpanjang dengan ketentuan :
      1) Untuk PSK dapat diperpanjang dari 3 (tiga) minggu menjadi 5 (lima) minggu.
      2) Untuk PSL dapat diperpanjang dari 2 (dua) bulan menjadi 3 (tiga ) bulan.
    2. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan tersebut harus diberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya paling lambat 3 (tiga) hari sebelum berakhirnya batas waktu penyelesaian pemeriksaan untuk PSK dan 1 (satu) minggu untuk PSL dengan menggunakan formulir sesuai dengan Lampiran 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98).

 

  1. Ketentuan mengenai jangka waktu penyelesaian pemeriksaan dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud :
    - pada butir 8 huruf b dan butir 9 huruf a angka 2) di atas; dan
    - dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) butir 1.11 sampai dengan butir 1.13, tidak berlaku untuk :
    1. Pemeriksaan Khusus yang dilaksanakan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan Pajak atau Kepala Kantor Wilayah DJP;
    2. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
    3. Pemeriksaan Tahun Berjalan; dan 
    4. Pemeriksaan yang dilakukan terhadap SPT lebih Bayar yang jangka waktu penanganan penyelesaian SPT Lebih Bayar tersebut kurang dari jangka waktu penyelesaian pemeriksaan sesuai dengan ketentuan tersebut di atas.

 

  1. Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, maka pembuatan dan pengiriman LPP dan Nota Penghitungan Pajak (NPP), perlu diatur sebagai berikut :
    1. Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PL, LPP dan NPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan bersama-sama dengan berkas Wajib Pajak yang bersangkutan kepada KPP terkait dalam batas waktu paling lambat 3 (hari) setelah Pembahasan Akhir;
    2. Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSL, LPP dan NPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Seksi TUP dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah Pembahasan Akhir;
    3. Dalam hal pemeriksaan dilakukan melalui PSK, LPP dan NPP harus dibuat oleh Pemeriksa Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Seksi TUP dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah hasil pemeriksaan disetujui oleh Kepala KPP terkait;
    4. Tanggal LPP dibuat sama dengan tanggal NPP.

 

  1. Cakupan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) butir 2.1 perlu ditambah dengan pemeriksaan yang dilakukan :
    1. Terhadap SPT Tahunan PPh atas Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang tempat Terdaftarnya berpindah dari KPP tempat Wajib Pajak semula terdaftar ke KPP lainnya.
    2. Untuk pencabutan NPWP berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan pemeriksaan ini harus dilakukan melalui PSL.

 

  1. Sehubungan dengan bertambahnya cakupan Pemeriksaan Rutin sebagaimana dimaksud pada butir 12 di atas, maka Daftar Nominatif Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan sesuai dengan Lampiran 2.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1998tanggal 15 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 04-98) perlu disempurnakan sehingga menjadi sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 5).

 

  1. Sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas dan mengingat Pemeriksaan Tahun berjalan dilakukan bukan terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan, maka pemeriksaan yang pelaksanaannya dapat dilakukan tanpa LP2 sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.7/1998 tanggal 15 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 04-98) butir 4 perlu diubah menjadi sebagai berikut :
    1. Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan adanya pengaduan masyarakat terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang belum memiliki NPWP;
    2. Pemeriksaan Sederhana Kantor (PSK), kecuali PSK yang dilakukan terhadap SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan yang termasuk dalam cakupan Pemeriksaan Rutin Kelompok A atau BA sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas;
    3. Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) untuk satu jenis pajak tertentu selain PPh Orang Pribadi/Badan, misalnya PPh Pasal 21 atau PPN;
    4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi;
    5. Pemeriksaan untuk tujuan lain (misalnya, pemeriksaan untuk penentuan daerah terpencil, atau untuk pemusatan pembayaran PPh Pasal 21 dan/atau PPN, atau pemeriksaan untuk tujuan pemberian NPWP, dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau pencabutan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak), kecuali PSL yang dilakukan untuk pencabutan NPWP berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 12 huruf b di atas; dan
    6. Pemeriksaan Tahun Berjalan.

 

  1. Pada prinsipnya pelaksanaan PSK sebagaimana dimaksud pada butir 2 di atas dan pelaksanaan PSL selain PSL sebagaimana dimaksud pada butir 14 di atas mulai tahun 1998 harus dilakukan berdasarkan LP2 yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP. Namun mengingat belum semua Kantor Wilayah DJP bisa menerbitkan LP2, maka agar tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan Rencana Pemeriksaan Tahun 1998, PSK dan PSL tersebut tetap dapat dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) meskipun LP2 belum diterbitkan sepanjang Kantor Wilayah DJP atasannya belum bisa menerbitkan LP2 dimaksud. 

    Akan tetapi apabila Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan sudah bisa menerbitkan LP2, maka PSK dan PSL baru dapat dilaksanakan setelah diterbitkan LP2 sedangkan atas PSK dan PSL yang telah dilaksanakan tanpa LP2 tetap harus diterbitkan LP2-nya sesuai dengan ketentuan.

  2. Pada prinsipnya Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang dapat ditunjuk oleh Kantor Wilayah DJP untuk melaksanakan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud dalam SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) butir 3.2 adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Namun dalam hal berdasarkan pertimbangan volume penugasan pemeriksaan yang ada pada KPP dan Karikpa sehingga Pemeriksaan Khusus tersebut harus dilaksanakan oleh Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan, maka Pemeriksaan Khusus dimaksud baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Pemeriksaan Pajak.

 

  1. Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) butir 3.1 huruf a dan SE-04/PJ.7/1998 tanggal 15 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 04-98) butir 3.1, maka yang termasuk dalam pengertian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang tidak benar yang pemeriksaannya harus dilakukan melalui Pemeriksaan Khusus menjadi antara lain sebagai berikut :

    1. SPT unbalance murni (SPT unbalance yang tidak bisa menjadi balance), kecuali SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan yang sebelum proses editing menyatakan Lebih Bayar.
    2. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan yang menyatakan adanya kompensasi kerugian yang berasal dari kerugian tahun dan tahun-tahun sebelumnya yang telah diperiksa, akan tetapi ternyata terdapat kekeliruan dalam perhitungan kompensasi kerugian.
    3. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan atas Wajib Pajak yang termasuk dalam kelompok Non Efektif (NE).
    4. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi/Badan yang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan tidak disampaikan 2 (dua) tahun berturut-turut baik yang tidak kembali pos (tidak kempos) maupun kembali pos (kempos).

 

  1. Pemeriksaan Khusus untuk suatu tahun pajak tidak boleh dilaksanakan apabila untuk satu tahun pajak sebelumnya Wajib Pajak yang bersangkutan telah atau sedang dilakukan pemeriksaan berdasarkan LP2 baik melalui PL maupun Pemeriksaan Sederhana (PS), kecuali apabila Pemeriksaan Khusus tersebut dilakukan sehubungan dengan :
    1. Adanya pengaduan masyarakat, baik melalui Kotak Pos 5000 maupun tidak;
    2. Adanya indikasi bahwa Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan;
    3. Adanya sebab-sebab lain berdasarkan instruksi dari Direktur Jenderal Pajak;
    4. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi/Badan yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir 17 huruf a sampai dengan huruf d di atas.

 

  1. Sesuai dengan ketentuan mengenai Pencabutan Ketentuan Tentang Pemeriksaan Keterkaitan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-06/PJ.7/1998 tanggal 3 Juli 1998 (Seri Pemeriksaan 05-98) dan ketentuan tentang Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada butir 17 di atas, maka untuk menghindari tumpang tindih pemeriksaan antara Pemeriksaan Khusus yang dilakukan oleh KPP dengan Pemeriksaan Wajib Pajak Inti yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap, mulai pemeriksaan tahun pajak 1997 dan tahun-tahun pajak berikutnya, persetujuan Pemeriksaan Khusus oleh Kepala Kantor Wilayah DJP yang akan diberikan kepada KPP setelah bulan September adalah hanya untuk persetujuan pemeriksaan khusus atas usul Pemeriksaan Khusus yang diajukan berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh dari SPT dan/atau sumber lainnya yang dapat memberi petunjuk bahwa SPT yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar (atau Pemeriksaan Khusus dengan kode 14).

 

  1. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ.7/1998 tanggal 3 Juli 1998 tentang Pencabutan Ketentuan Tentang Pemeriksaan Keterkaitan (Seri Pemeriksaan 05-98), maka ketentuan mengenai penggantian Wajib Pajak Inti perlu diatur kembali menjadi sebagai berikut :
    1. Penggantian Wajib Pajak Inti hanya dapat dilakukan apabila Wajib Pajak Inti untuk tahun pajak sebelumnya telah diperiksa melalui Pemeriksaan Khusus atau Pemeriksaan Keterkaitan (untuk selanjutnya Pemeriksaan Keterkaitan disebut Pemeriksaan Wajib Pajak Inti);
    2. Untuk mempercepat penggantian Wajib Pajak Inti sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, maka usul penggantian Wajib Pajak Inti tersebut diajukan dan disampaikan langsung oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan Lengkap yang bersangkutan kepada Direktur Pemeriksaan Pajak dengan tembusan kepada Kepala KPP terkait dan dalam hal pemeriksaannya dilakukan oleh Karikpa ditembuskan juga kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya, dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah LP2 diterima.

 

  1. Penyempurnaan dan penambahan formulir pemeriksaan :
    1. Formulir Persetujuan Melakukan Pemeriksaan Khusus sesuai dengan Lampiran 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) perlu disempurnakan sehingga menjadi sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 6).
    2. Pengiriman LPP kepada Unit Pelaksana Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.7/1998 tanggal 30 Maret 1998 (Seri Pemeriksaan 02-98) butir 1.9 huruf b dilakukan dengan menggunakan Surat Pengantar sesuai dengan contoh formulir terlampir (Lampiran 7).
    3. Formulir Usul Permintaan Khusus sesuai dengan Lampiran 4 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.7/1998tanggal 15 Juni 1998 (Seri Pemeriksaan 04-98) perlu disempurnakan sehingga menjadi formulir Usul Permintaan Pemeriksaan Khusus sesuai dengan contoh formulir terlampir (Lampiran 8).

 

Dengan diterbitkannya surat edaran ini, maka surat-surat edaran yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan surat edaran ini. Selain daripada itu, penerbitan surat edaran ini dimaksudkan juga bukan hanya sekedar pelimpahan kewenangan pemberian izin pemeriksaan saja melainkan dimaksudkan juga untuk memberi kemudahan dalam pelaksanaan pemeriksaan. Oleh karena itu ketentuan dimaksud hendaknya dilakukan dengan penuh tanggung jawab.

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





DIREKTUR JENDERAL,

 

ttd

 

A. ANSHARI RITONGA