Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 15/PJ.6/1997

Kategori : PBB

Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi Dan Bangunan


29 Juli 1997

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 15/PJ.6/1997

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEBERATAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1985tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1985tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor. KEP-22/PJ/1995 tanggal 27Februari 1995 tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada Para Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, maka disusun pengganti Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak (SE Dirjen Pajak) Nomor. SE-93/PJ.7/1987 dan SE-97/PJ.7/1987 sebagai berikut :

 

I. UMUM

 

1. Keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)/Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang diajukan oleh Wajib Pajak (WP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1985 pada dasarnya baru dapat diterima seluruhnya/sebagian apabila WP dapat membuktikan alasan yuridis fiskal yang kuat bahwa SPPT/SKP yang diterbitkan oleh Kepala KPPBB tidak atau kurang sesuai dengan
data dan keadaan yang sebenarnya.

 

 2. Maksud dan tujuan penyelesaian keberatan PBB adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada WP, yaitu menjamin hak WP dan terlaksananya asas keadilan dalam perpajakan.

 

3. Yang dimaksud keberatan PBB adalah :
a. Dalam hal WP merasa SPPT dan atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, yaitu :
- Kesalahan luas objek bumi dan atau bangunan;
- Kesalahan klasifikasi objek bumi dan atau bangunan;
-  Kesalahan penetapan/pengenaan.
b. Dalam hal terdapat perbedaan penafsiran Undang-undang antara WP dengan Fiskus, antara lain :
- Penetapan Subjek Pajak sebagai Wajib Pajak;
- Objek Pajak yang tidak dikenakan PBB.

 

4. Kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat pada SPPT/SKP tidak termasuk masalah keberatan dan hendaknya diselesaikan sesuai SE Dirjen Pajak Nomor. SE-09/PJ.6/1993 tanggal 23 Februari 1993 jo SE-74/PJ.6/1994 tanggal 5 Desember 1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP/STP Pajak Bumi dan Bangunan dan SE Dirjen Pajak Nomor. SE-50/PJ.6/1993 tanggal 1 September 1993 tentang Perubahan Lampiran Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor. SE-09/PJ.6/1993 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pembetulan/Pengurangan/Pembatalan SPPT/SKP/STP PBB.

 

5. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak yang terutang.

 

II. TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

 

1  Pengajuan surat keberatan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala KPPBB yang menerbitkan SPPT/SKP dengan melampirkan SPPT/SKP (asli/foto copy) dan Surat Kuasa dalam hal dikuasakan kepada pihak lain.
b Diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak dengan mengemukakan alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan besarnya PBB menurut perhitungan WP.
c Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya SPPT/SKP oleh WP, kecuali apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

 

2. Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan sampai dengan Rp 100.000,00   (seratus ribu rupiah) dapat diajukan secara perseorangan ataupun kolektif melalui Kepala Desa/Lurah yang bersangkutan. Pengajuan keberatan secara perseorangan dapat mempergunakan formulir seperti Lampiran 1, sedangkan pengajuan keberatan secara kolektif mempergunakan formulir pada Lampiran 2.

 

3. Keberatan terhadap SPPT dan atau SKP dengan ketetapan di atas Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) harus diajukan oleh WP secara perseorangan.

 

4. a. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana butir 1.a dan 1.b tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan untuk diproses  lebih lanjut. Surat dimaksud dianggap sebagai surat biasa dan apabila dianggap perlu dapat diberikan tanggapan.
b. Apabila surat keberatan WP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana butir 1.a. dan 1.b. tetapi masih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1.c., maka dalam rangka pelayanan, Kepala KPPBB dapat meminta WP untuk memenuhi atau melengkapi persyaratan tersebut.
c. Apabila pengajuan surat keberatan melalui pos tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum pada butir 1.a. dan 1.b. dan masih memenuhi batas waktu pengajuan keberatan, maka Kepala KPPBB segera membuat surat kepada WP untuk melengkapi persyaratan dimaksud. Apabila pengajuan keberatan   melalui pos tidak memenuhi persyaratan dan sudah melampaui batas waktu pengajuan keberatan, maka Kepala KPPBB membuat surat penolakan biasa (bukan surat keputusan penolakan keberatan).
d. Apabila WP yang mengajukan surat keberatan melalui Pelayanan Satu Tempat (PST) tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas dan masih memenuhi batas waktu pengajuan keberatan, maka petugas PST tetap menerima berkas WP dengan meminta kelengkapan persyaratan dalam jangka waktu tertentu.  Sedangkan apabila pengajuan surat keberatan tersebut telah melampaui batas   waktu pengajuan keberatan, petugas PST dapat menerangkan alasan penolakan kepada WP atau tetap menerima berkas untuk dibuat surat penolakannya. Surat penolakan keberatan PBB karena pengajuan keberatan melampaui batas waktu yang ditentukan Undang-Undang (dalam jangka waktu tiga bulan sejak diterimanya SPPT dan atau SKP) kepada WP sebagaimana contoh Lampiran 3.

 

5. Dalam pengajuan keberatan, WP dapat memperkuat alasan keberatannya dengan cara melampirkan bukti pendukung antara lain :
a. Foto copy Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, atau identitas WP lainnya;
b. Foto copy bukti pelunasan PBB tahun terakhir;
c. Foto copy bukti pemilikan hak atas tanah/sertifikat;
d. Foto copy bukti surat ukur/gambar situasi;
e. Foto copy Akte Jual-Beli/Segel;
f. Foto copy Surat Penunjukan Kaveling;
g. Foto copy Ijin Mendirikan Bangunan;
h. Foto copy Ijin Penggunaan Bangunan;
i. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa;
j. Foto copy bukti resmi lainnya.

 

6. Apabila diminta oleh WP untuk keperluan pengajuan keberatan, Kepala KPPBB wajib memberikan penjelasan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan PBB.

 

7. Tanda terima surat keberatan dapat berupa :
a. Resi dari PT. Pos Indonesia, dalam hal surat pengajuan keberatan disampaikan oleh WP melalui pos. Permohonan WP yang diterima melalui PT. Pos Indonesia setelah mendapat disposisi Kepala KPPBB oleh Sub Bagian Tata Usaha diteruskan ke PST guna proses penyelesaian lebih lanjut. Dalam pengisian Tanda Pendaftaran Pelayanan, pada Formulir Pelayanan Wajib Pajak PBB, kolom tanggal penerimaan diisi dengan tanggal stempel pos.
b. Tanda Pendaftaran Pelayanan yang diberikan oleh petugas KPPBB, dalam hal pengajuan keberatan disampaikan langsung ke KPPBB setempat. Pelaksanaan selanjutnya sebagaimana diatur dengan SE Dirjen Pajak No. SE-19/PJ.6/1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Satu Tempat dalam Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).

 

III. PENYELESAIAN KEBERATAN

 

1. Setiap surat keberatan yang selesai diagendakan TU/PST dicatat atau dibukukan pada formulir seperti Lampiran 4.

 

2. Surat Keberatan dengan pokok ketetapan pajak di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) yang diterima oleh KPPBB harus segera diteruskan kepada Kepala Kanwil Ditjen Pajak setempat, dengan dilengkapi analisa serta usulan dalam rangka proses pengambilan keputusan oleh Kepala Kanwil Ditjen Pajak yang bersangkutan.

 

3. Setiap surat keberatan yang diajukan secara perseorangan atau kolektif diperiksa secara administratif (pemeriksaan sederhana kantor) yang meliputi :
a. Penelitian persyaratan batas waktu pengajuan keberatan atas SPPT/SKP, yaitu memenuhi ketentuan jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterimanya SPPT/SKP dimaksud kecuali apabila WP menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
b. Pencocokan bukti lampiran surat keberatan dengan data yang ada di KPPBB (DHR, peta blok, peta ZNT, SK Kakanwil DJP tentang NJOP dan DBKB). Atas dasar hasil pemeriksaan tersebut dibuat Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Kantor seperti Lampiran 5, untuk pengajuan keberatan secara perseorangan maupun kolektif.

 

4. a. Apabila diperlukan untuk membuat dasar surat keputusan penyelesaian keberatan, dapat dilakukan pemeriksaan sederhana lapangan oleh petugas teknis  atau pejabat fungsional yang ditunjuk dengan Surat Perintah Pemeriksaan Sederhana Lapangan Keberatan PBB sebagaimana Lampiran 6. Sebelum melakukan pemeriksaan sederhana lapangan, Kepala Kanwil DJP atau Kepala KPPBB harus terlebih dahulu memberitahukan waktu pemeriksaan sederhana lapangan kepada WP dengan menggunakan formulir seperti Lampiran 7.  Atas hasil pemeriksaan sederhana lapangan dibuat Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan dengan menggunakan formulir Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana Lampiran 8.
b. Pemeriksaan sederhana lapangan dapat dilakukan terutama untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Wajib Pajak mengajukan keberatan terhadap pokok pajak :
- Untuk wilayah DKI Jaya sama dengan atau lebih dari Rp 2.000.000,00;
- Untuk wilayah lainnya sama dengan atau lebih dari Rp 500.000,00.
2. Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan PBB terhadap objek pajak yang lokasinya terletak dalam beberapa wilayah KPPBB.
3. Perbedaan data luas objek pajak dan atau NJOP/m2 antara KPPBB dengan WP sama dengan atau lebih besar dari 20%

 

5. Dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Kantor maupun Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a Berita Acara harus memuat tanggapan atau bantahan atas hal-hal yang diajukan keberatan oleh WP;
b Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan agar menyebutkan tentang keadaan objek pajak serta data pendukung yang menjadi dasar perhitungan penetapan PBB, misalnya :
- Data pembanding objek pajak yang mendukung penentuan NJOP;
- Data tanah yang meliputi uraian lokasi, zoning/peruntukan, pemanfaatan, akses ke jalan besar, prasarana/fasilitas, infrastruktur, dan lain sebagainya;
- Data bangunan yang meliputi uraian konstruksi, komponen, dan pemanfaatan bangunan;
- Data perkebunan/perhutanan yang meliputi pemanfaatan tanah serta jenis dan produktifitas tanaman;
- Data pertambangan yang meliputi pemanfaatan serta jenis dan produktifitas tambang.
c. Dalam hal WP keberatan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Sederhana Lapangan, WP harus membuat surat pernyataan.

 

6. Keputusan keberatan atas SPPT dan atau SKP PBB dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana kantor dan atau hasil pemeriksaan sederhana lapangan.

 

7. a. Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1985, dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, Kepala Kanwil DJP/Kepala KPPBB harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan secara perseorangan oleh WP ataupun kolektif oleh Lurah/Kepala Desa. Bentuk Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penyelesaian Keberatan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana Lampiran 9, baik untuk pengajuan keberatan secara perseorangan maupun kolektif.
b. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Kepala Kanwil DJP/Kepala KPPBB tidak memberikan suatu keputusan, maka pengajuan keberatan WP dianggap dikabulkan. Dalam hal demikian, Kepala Kanwil DJP/Kepala KPPBB harus menerbitkan surat keputusan atas pengajuan keberatan yang berisi menerima seluruh pengajuan keberatan WP.
c. Selanjutnya Kepala Kanwil DJP/Kepala KPPBB melaporkan secara tertulis sebab-sebab tidak dapat dipenuhinya jangka waktu penyelesaian keberatan tersebut kepada Direktur Jenderal Pajak dengan tembusan kepada Kepala Kanwil DJP dalam hal keputusan penyelesaian keberatan tersebut merupakan wewenang Kepala KPPBB.

 

8. Surat Keputusan Keberatan PBB sebagaimana dimaksud pada butir 7.a. di atas disampaikan kepada WP apabila pengajuan keberatan dilakukan secara perseorangan atau disampaikan kepada Kepala Desa/Lurah apabila pengajuan keberatan dilakukan secara kolektif dan tembusannya disampaikan kepada :
- Kepala Kanwil DJP dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta) serta instansi terkait lainnya, apabila surat keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB;
- Kepala Kantor Pelayanan PBB dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta) serta instansi terkait lainnya, apabila surat keputusan keberatan atas nama Direktur Jenderal Pajak ditetapkan oleh Kepala Kanwil DJP.

 

9. Untuk menghindari perselisihan antara pihak Fiskus dengan WP mengenai tanggal penyelesaian keberatan yang melebihi batas waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan WP diterima oleh Kanwil DJP/KPPBB, dalam hal ini bisa terjadi karena tanggal penerimaan sesuai tanda terima surat keberatan di Kanwil DJP/KPPBB berbeda dengan tanggal tanda terima surat keberatan yang ada pada WP, maka keputusan keberatan agar diselesaikan paling lambat 12 (dua belas) bulan kurang 1 (satu) hari dihitung dari tanggal surat keberatan WP.
Contoh : Apabila tanggal surat keberatan WP tanggal 17 April 1997 dan diterima oleh Kanwil DJP/KPPBB tanggal 26 April 1997, maka keputusan keberatan diusahakan diterbitkan paling lambat tanggal 16 April 1998.

 

10. Keputusan penyelesaian keberatan PBB yang telah diterbitkan dicatat dalam Daftar Himpunan Keputusan Penyelesaian Keberatan sebagaimana Lampiran 10.

 

11. Dengan diberlakukannya surat edaran ini, maka SE Dirjen Pajak Nomor. SE-93/PJ.7/1987 dan No. SE-97/PJ.7/1987 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan PBB dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diperhatikan dan dilaksanakan.






A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

 

ttd

 

MACHFUD SIDIK