Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 3/PMK.08/2021

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 Tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3/PMK.08/2021

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 149/PMK.08/2018 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI
SURAT UTANG NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa ketentuan mengenai pembelian kembali Surat Utang Negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara;
  2. bahwa untuk memperluas pihak yang dapat mengajukan penawaran penjualan Surat Utang Negara secara langsung atau melalui Dealer Utama kepada Pemerintah dengan metode bilateral buyback dalam rangka pembelian kembali Surat Utang Negara, perlu dilakukan penyempurnaan atas Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara;
 
Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  5. Peraturan  Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1551);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 149/PMK.08/2018 TENTANG PEMBELIAN KEMBALI SURAT UTANG NEGARA.


Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1551), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai masa berlakunya.
  2. Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
  3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
  4. Menteri Keuangan, yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Keuangan Negara.
  5. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah pimpinan unit eselon satu di lingkungan Kementerian Keuangan yang membidangi urusan pengelolaan pembiayaan dan risiko.
  6. Pihak adalah investor yang memiliki SUN baik orang perseorangan warga negara Indonesia maupun warga negara asing, lembaga negara, perusahaan atau usaha bersama baik Indonesia maupun asing di manapun mereka berkedudukan.
  7. Bank Indonesia, yang selanjutnya disingkat BI adalah badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.
  8. Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
  9. Lembaga Penjamin Simpanan, yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.
  10. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial baik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan maupun Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
  11. Badan Usaha Milik Negara yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah dan/atau di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang mendapatkan penugasan khusus dari Pemerintah untuk dapat mengajukan penawaran penjualan SUN dan/atau yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
  12. Badan Layanan Umum di bawah pembinaan Kementerian Keuangan, yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, yang pembinaannya berada di bawah Kementerian Keuangan.
  13. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai Pemerintahan Daerah.
  14. Dealer Utama adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Dealer Utama.
  15. Pembelian Kembali SUN adalah kegiatan pembelian kembali SUN yang dimiliki investor oleh Pemerintah di pasar sekunder sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran.
  16. Pembelian Kembali SUN dengan cara Tunai adalah Pembelian Kembali SUN yang penyelesaian transaksinya dilakukan dengan pembayaran secara tunai oleh Pemerintah.
  17. Pembelian Kembali SUN dengan cara Penukaran (debt switching) adalah Pembelian Kembali SUN yang penyelesaian transaksinya dilakukan dengan penyerahan SUN seri lain oleh Pemerintah dan apabila terdapat selisih nilai penyelesaian transaksinya, dapat dibayar tunai.
  18. Pembelian Kembali SUN dengan metode Lelang, selanjutnya disebut Lelang Pembelian Kembali SUN adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem Lelang Pembelian Kembali SUN yang disediakan oleh Pemerintah.
  19. Pembelian Kembali SUN dengan metode Bookbuilding adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran melalui pengumpulan pemesanan penjualan dalam suatu periode penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
  20. Pembelian Kembali SUN dengan metode Bilateral Buyback adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SUN sesuai kesepakatan.
  21. Pembelian Kembali SUN dengan metode Transaksi SUN Secara Langsung adalah cara pembelian kembali SUN di pasar sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau penukaran, melalui fasilitas dealing room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko.
  22. Peserta Lelang Pembelian Kembali SUN, yang selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah Dealer Utama yang telah memperoleh otorisasi persetujuan mengikuti Lelang Pembelian Kembali SUN.
  23. Penawaran Lelang Pembelian Kembali SUN, yang selanjutnya disebut Penawaran Lelang adalah pengajuan penawaran penjualan SUN oleh Peserta Lelang dengan mencantumkan seri, harga dan nominal.
  24. Pemesanan Penjualan SUN adalah pengajuan penawaran oleh investor untuk menjual SUN kepada Pemerintah pada periode yang telah ditentukan oleh Pemerintah.
  25. Penawaran Penjualan SUN adalah pengajuan penawaran penjualan SUN kepada Pemerintah oleh BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama.
  26. Harga Beragam (Multiple Price) adalah harga yang dibayarkan oleh Pemerintah sesuai dengan harga Penawaran Lelang yang diajukan oleh masing-masing Peserta Lelang.
  27. Setelmen adalah penyelesaian transaksi yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen SUN.
  28. Hari Kerja adalah hari dimana operasional sistem pembayaran diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
   
2. Ketentuan Pasal 2 ditambahkan dua ayat yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2


(1) Pemerintah dapat melakukan Pembelian Kembali SUN di pasar sekunder sebelum jatuh tempo.
(2) Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan metode:
  1. Lelang; atau
  2. tanpa Lelang dengan:
    1. Bookbuilding;
    2. Bilateral Buyback; atau
    3. Transaksi SUN secara langsung.
(3) Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan cara:
  1. Tunai; dan/atau
  2. Penukaran.
(4) Pembelian Kembali SUN dengan cara Penukaran (debt switching) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat dilakukan melalui penerbitan SUN seri baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali SUN (reopening) sebagai seri SUN penukar.
(5) Penerbitan SUN seri baru (new issuance) dan/atau penerbitan kembali SUN (reopening) sebagai seri SUN penukar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan satu kesatuan transaksi dari Pembelian Kembali SUN di pasar sekunder.
   
3. Ketentuan Pasal 14 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14


(1) Pemerintah dapat melakukan Pembelian Kembali SUN dengan metode Bilateral Buyback sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b angka 2).
(2) Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah, dan/atau Dealer Utama, setelah terjadinya kesepakatan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) atas Penawaran Penjualan SUN.
   
4. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15


(1) Penawaran Penjualan SUN kepada Pemerintah oleh BI, OJK, LPS hanya dapat dilakukan secara langsung kepada Pemerintah tanpa melalui Dealer Utama.
(2) Penawaran Penjualan SUN kepada Pemerintah oleh BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah, dan/atau Dealer Utama dapat dilakukan secara langsung kepada Pemerintah atau melalui Dealer Utama.
(3) Penawaran Penjualan SUN kepada Pemerintah oleh Pihak selain BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, dan Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan melalui Dealer Utama.
   
5. Ketentuan Pasal 16 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 16


(1) Penawaran Penjualan SUN dengan cara Bilateral Buyback oleh BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, dan Pemerintah Daerah hanya dapat dilakukan untuk dan atas nama sendiri.
(2) Penawaran Penjualan SUN dengan cara Bilateral Buyback oleh Dealer Utama dapat dilakukan untuk dan atas nama diri sendiri dan/atau untuk dan atas nama Pihak selain BI, OJK, LPS.
   
6. Ketentuan Pasal 17 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17


(1) Penjualan SUN dengan cara Bilateral Buyback dilakukan dengan mengajukan surat Penawaran Penjualan SUN kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur Surat Utang Negara.
(2) Surat Penawaran Penjualan SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat:
  1. harga dan seri SUN yang akan ditawarkan kepada Pemerintah untuk dilakukan Pembelian Kembali SUN;
  2. harga dan seri SUN penukar, dalam hal transaksi Pembelian Kembali SUN dengan cara Penukaran (debt switching);
  3. volume SUN yang akan ditawarkan kepada Pemerintah untuk dilakukan Pembelian Kembali SUN; dan/atau
  4. tanggal Setelmen.
(3) Dalam hal pejabat yang berwenang mewakili BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah, dan/atau Dealer Utama berhalangan untuk melakukan pembahasan dan/atau menandatangani dokumen kesepakatan, surat Penawaran Penjualan SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan surat kuasa untuk melakukan pembahasan dan/atau menandatangani dokumen kesepakatan.
(4) Surat Penawaran Penjualan SUN dan surat kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Bagian E dan Lampiran Bagian F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
   
7. Ketentuan ayat (1) Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18


(1) Minimal nominal Penawaran Penjualan SUN yang dapat diajukan kepada Pemerintah oleh BI, OJK, LPS, dan/atau Dealer Utama adalah sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah), dengan minimal sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan berlaku kelipatannya untuk 1 (satu) seri.
(2) Minimal nominal Penawaran Penjualan SUN yang dapat diajukan kepada Pemerintah oleh BPJS, BUMN, BLU, dan/atau Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), dengan minimal sebesar Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan berlaku kelipatannya untuk 1 (satu) seri.
(3) Dalam hal SUN yang ditawarkan untuk dibeli kembali oleh Pemerintah adalah SUN dalam valuta asing yang penerbitannya dilakukan di pasar perdana domestik, maka minimal nominal Penawaran Penjualan SUN yang dapat diajukan adalah sebesar US$50.000.000 (lima puluh juta dollar Amerika Serikat) atau ekuivalen dengan mata uang asing lain, dengan minimal sebesar US$5.000.000 (lima juta dollar Amerika Serikat) dan berlaku kelipatannya untuk 1 (satu) seri.
   
8. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19


(1) Penawaran Penjualan SUN yang diajukan BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Surat Utang Negara dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya surat Penawaran Penjualan SUN secara lengkap.
(2) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
  1. pembahasan lebih lanjut antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko c.q. Direktorat Surat Utang Negara dengan BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama; atau
  2. penolakan Pemerintah atas Penawaran Penjualan SUN oleh BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama.
   
9. Ketentuan Pasal 20 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20


(1) Pembahasan lebih lanjut atas Penawaran Penjualan SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf a dapat berupa kesepakatan atau tidak tercapainya kesepakatan.
(2) Dalam hal terjadi kesepakatan dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hasil pembahasan dituangkan dalam dokumen kesepakatan yang ditandatangani oleh Direktur Surat Utang Negara dengan pejabat yang berwenang atau pejabat yang diberi kuasa mewakili BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama, yang paling sedikit meliputi:
  1. seri, nominal dan harga SUN yang akan dibeli kembali;
  2. seri, nominal dan harga SUN penukar, dalam hal Pembelian Kembali SUN dengan cara Penukaran (debt switching); dan
  3. tanggal Setelmen.
(3) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal menyampaikan surat kepada BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama.
   
10. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21


(1) Penolakan Penawaran Penjualan SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b, dapat dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain:
  1. strategi pengelolaan portofolio SUN;
  2. posisi kas Pemerintah;
  3. harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan benchmark harga yang ditentukan oleh Pemerintah; dan/atau
  4. tidak tercapainya kesepakatan dalam pembahasan lebih lanjut atas Penawaran Penjualan SUN.
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah atau Dealer Utama melalui surat Direktur Jenderal atas nama Menteri.
   
11. Menambahkan Bagian Keempat mengenai Penentuan Harga dalam Bab III dengan menyisipkan satu Pasal di antara Pasal 21 dan Pasal 22 yakni Pasal 21A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Keempat
Penentuan Harga

Pasal 21A


Ketentuan mengenai penentuan harga untuk transaksi Pembelian Kembali SUN diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal.
   
12. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23


Direktorat Surat Utang Negara mengumumkan hasil Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) kepada:
a. Peserta Lelang, BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama, yang paling sedikit meliputi:
1) seri-seri SUN;
2) harga SUN; dan
3) jumlah nominal SUN.
b. publik, yang paling sedikit meliputi:
1) seri-seri SUN;
2) harga atau yield rata-rata tertimbang dari masing-masing seri SUN, untuk transaksi Lelang Pembelian Kembali SUN; dan
3) jumlah nominal SUN.
   
13. Ketentuan ayat (1) Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24


(1) Setelmen Pembelian Kembali SUN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang Pembelian Kembali SUN, untuk transaksi Lelang Pembelian Kembali SUN;
  2. paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal penetapan hasil Pembelian Kembali SUN, untuk transaksi Pembelian Kembali SUN dengan metode Bookbuilding; dan/atau
  3. paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal kesepakatan, untuk transaksi Pembelian Kembali SUN dengan metode Bilateral Buyback.
(2) Perhitungan harga Setelmen per unit SUN dilakukan berdasarkan formula sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Bagian G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan Setelmen mengikuti ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia.
   
14. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 25


(1) Setelmen Pembelian Kembali SUN hanya dilakukan kepada:
  1. Peserta Lelang yang dinyatakan menang baik atas nama dirinya sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain, untuk Setelmen Lelang Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a;
  2. Dealer Utama yang dinyatakan ditetapkan dalam penetapan hasil Pembelian Kembali SUN baik atas nama dirinya sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain, untuk Setelmen Pembelian Kembali SUN dengan metode Bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b; atau
  3. BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama sesuai dengan kesepakatan, untuk Setelmen Pembelian Kembali SUN dengan metode Bilateral Buyback sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c.
(2) Peserta Lelang, BI, OJK, LPS, BPJS, BUMN, BLU, Pemerintah Daerah dan/atau Dealer Utama bertanggung jawab atas Setelmen hasil Pembelian Kembali SUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
   
15. Lampiran huruf E Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1551) diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal II


1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, terhadap transaksi pembelian kembali Surat Utang Negara yang telah dilaksanakan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan masih dalam proses, tetap dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.08/2018 tentang Pembelian Kembali Surat Utang Negara.
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Januari 2021
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 29