Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 43/PJ/2016

Kategori : KUP, PPh

Petunjuk Teknis Mengenai Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 Tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak


23 September 2016


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 43/PJ/2016

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS MENGENAI PELAKSANAAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-11/PJ/2016
TENTANG PENGATURAN LEBIH LANJUT MENGENAI PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK


DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


A. Umum
Sehubungan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai petunjuk pelaksanaan dan penegasan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut.
   
B. Maksud dan Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan memberikan petunjuk pelaksanaan dan penegasan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, agar pelayanan program Pengampunan Pajak dapat berjalan dengan baik dan seragam, serta memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Wajib Pajak.
   
C. Ruang Lingkup
Surat Edaran Direktur Jenderal ini menjelaskan hal-hal sebagai berikut:
1. batasan maksimal penghasilan bagi Wajib Pajak orang pribadi, seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang dapat memilih tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak; dan
2. perlakuan terhadap Harta tambahan berupa harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan atau tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.
   
D. Dasar
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
   
E. Materi
1. Batasan maksimal penghasilan bagi orang pribadi yang memilih tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.
a. Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada Tahun Pajak Terakhir di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dapat memilih tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak dan kepadanya tidak diterapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
b. Penggunaan PTKP sebagaimana dimaksud pada huruf a semata-mata ditujukan untuk memberikan pedoman dalam menentukan batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir bagi Wajib Pajak yang dapat memilih tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.
c. Batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud pada huruf b yaitu:

Status Perkawinan Jumlah
Tanggungan
 Keterangan   Batasan Maksimal Penghasilan
TIDAK KAWIN 0 TK/0 Rp  54.000.000,00
1 TK/1 Rp  58.500.000,00
2 TK/2 Rp  63.000.000,00
3 TK/3 Rp  67.500.000,00
KAWIN 0 K/0 Rp  58.500.000,00
1 K/1 Rp  63.000.000,00
2 K/2 Rp  67.500.000,00
3 K/3 Rp  72.000.000,00
KAWIN & PENGHASILAN ISTRI DIGABUNG 0 K/I/0 Rp112.500.000,00
1 K/I/1 Rp117.000.000,00
2 K/I/2 Rp121.500.000,00
3 K/I/3 Rp126.000.000,00
d. Penentuan batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf c adalah sesuai dengan keadaan:
1) Wajib Pajak pada awal Tahun Pajak Terakhir;
2) pewaris pada awal Tahun Pajak saat pewaris meninggal, bagi subjek pajak warisan yang belum terbagi.
Contoh bagi subjek pajak warisan belum terbagi:
Tuan A meninggal dunia pada tahun 2014 dan meninggalkan warisan berupa toko kelontong. Pada awal tahun 2014, Tuan A berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak (K/1).
Besarnya batasan maksimal penghasilan pada Tahun Pajak Terakhir untuk subjek pajak warisan yang belum terbagi dari Tuan A adalah Rp63.000.000,00
e. Penghasilan dari subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagaimana dimaksud pada huruf d misalnya:
1) penghasilan dari warisan belum terbagi berupa toko; dan
2) penghasilan sewa dari warisan belum terbagi berupa rumah yang disewakan.
f. Jumlah penghasilan Tahun Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan jumlah penghasilan pada tahun 2015 yang dihitung dengan menjumlahkan seluruh penghasilan selain penghasilan yang berupa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan harta warisan.
g. Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf f merupakan gabungan penghasilan dari satu kesatuan ekonomi dalam keluarga orang pribadi tersebut termasuk istri dan/atau anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah).
h. Dalam hal suami-istri menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau istri memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakan sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan, penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf f didasarkan pada penghasilan masing-masing secara terpisah.
i. Penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf f diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, besarnya penghasilan adalah penghasilan neto dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Wajib Pajak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan atau memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, penghasilan neto ditentukan berdasarkan pembukuan Wajib Pajak;
2) penghasilan neto ditentukan berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto sebesar 20% dari peredaran bruto, dalam hal Wajib Pajak:
a) tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan; atau
b) diwajibkan menyelenggarakan pembukuan tetapi pada Tahun Pajak Terakhir tidak menyelenggarakan pembukuan;
2. Perlakuan terhadap Harta tambahan berupa harta warisan dan harta hibahan bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan atau tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.
a. Termasuk dalam pengertian Harta tambahan sebagaimana dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, antara lain;
1) harta warisan; dan/atau
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah maupun ahli waris atau penerima hibah.
b. Harta warisan atau harta hibahan sebagaimana dimaksud pada huruf a bukan merupakan objek Pengampunan Pajak dalam hal:
1) diterima oleh ahli waris atau penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c; atau
2) harta warisan atau harta hibahan telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah dan pemberian hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
c. Dalam hal ahli waris atau penerima hibah hanya memiliki Harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir ahli waris atau penerima hibah berupa harta warisan atau harta hibahan sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 2), maka:
1) ahli waris atau penerima hibah tidak perlu mengikuti Pengampunan Pajak; dan
2) untuk ahli waris atau penerima hibah yang memiliki NPWP, harta warisan atau harta hibahan dimaksud harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
d. Dalam hal ahli waris atau penerima hibah:
1) memperoleh penghasilan di bawah batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c namun memiliki NPWP; dan
2) menerima harta warisan atau harta hibahan yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah,
memilih untuk:
a) menyampaikan Surat Pernyataan, atas:
(1) harta warisan atau harta hibahan tidak dicantumkan sebagai Harta tambahan, namun harus dilaporkan melalui SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2016;
(2) harta sebagaimana dimaksud pada angka (1), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan;
(3) dalam hal terdapat harta lainnya yang belum dilaporkan pada SPT PPh Terakhir, diungkapkan sebagai harta tambahan; dan
(4) dalam hal terdapat harta selain sebagaimana dimaksud pada angka (3) yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.
b) tidak menyampaikan Surat Pernyataan, atas harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya:
(1) harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak saat diperolehnya harta dimaksud dan Tahun Pajak berikutnya;
(2) yang diperoleh sebelum tahun 2011, atas harta dimaksud harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2011 dan Tahun Pajak berikutnya; dan
(3) yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan pembetulan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan.
e. Dalam hal ahli waris atau penerima hibah:
1) memperoleh penghasilan di atas batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c; dan
2) menerima harta warisan atau harta hibahan yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah,
memilih untuk:
a) menyampaikan Surat Pernyataan, atas:
(1) harta warisan atau harta hibahan tidak dicantumkan sebagai Harta tambahan, namun dilaporkan melalui SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2016;
(2) harta sebagaimana dimaksud pada angka (1), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan;
(3) dalam hal terdapat harta lainnya yang belum dilaporkan pada SPT PPh Terakhir, diungkapkan sebagai harta tambahan; dan
(4) dalam hal terdapat harta selain sebagaimana dimaksud pada angka (3) yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.
b) tidak menyampaikan Surat Pernyataan, atas:
(1) harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak saat diperolehnya harta dimaksud dan Tahun Pajak berikutnya;
(2) harta sebagaimana dimaksud pada angka (1) yang diperoleh sebelum tahun 2011 harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2011 dan Tahun Pajak berikutnya;
(3) harta warisan atau harta hibahan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan pembetulan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan; dan
(4) harta lainnya yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan pembetulan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.
f. Dalam hal ahli waris atau penerima hibah:
1) memperoleh penghasilan di bawah batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c namun memiliki NPWP;dan
2) menerima harta warisan atau harta hibahan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah,
memilih untuk:
a) menyampaikan Surat Pernyataan, atas:
(1) harta warisan atau harta hibahan tidak dicantumkan sebagai Harta tambahan, namun dilaporkan melalui SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2016;
(2) harta sebagaimana dimaksud pada angka (1), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan;
(3) dalam hal terdapat harta lainnya yang belum dilaporkan pada SPT PPh Terakhir, diungkapkan sebagai harta tambahan; dan
(4) dalam hal terdapat harta selain sebagaimana dimaksud pada angka (3) yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.
b) tidak menyampaikan Surat Pernyataan, atas harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya:
(1) harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak saat diperolehnya harta dimaksud dan Tahun Pajak berikutnya;
(2) yang diperoleh sebelum tahun 2011, atas harta dimaksud harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2011 dan Tahun Pajak berikutnya; dan
(3) yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan pembetulan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tidak diterapkan.
g. Dalam hal ahli waris atau penerima hibah:
1) memperoleh penghasilan di atas batasan maksimal penghasilan sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c; dan
2) menerima harta warisan atau harta hibahan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris atau pemberi hibah,
memilih untuk:
a) menyampaikan Surat Pernyataan, atas:
(1) harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya harus dicantumkan sebagai Harta tambahan; dan
(2) dalam hal terdapat harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan Harta, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.
b) tidak menyampaikan Surat Pernyataan, atas harta warisan atau harta hibahan dan harta lainnya:
(1) harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak saat diperolehnya harta dimaksud dan Tahun Pajak berikutnya;
(2) yang diperoleh sebelum tahun 2011, atas harta dimaksud harus dilaporkan melalui penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2011 dan Tahun Pajak berikutnya; dan
(3) yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau SPT Tahunan Pajak Penghasilan pembetulan sampai dengan Tahun Pajak Terakhir, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2016
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

KEN DWIJUGIASTEADI
NIP 195711081984081001