E. |
MATERI
I. |
Kriteria
BUMN Yang Ditunjuk Sebagai Pemungut PPN
1. |
Mulai
tanggal 1 Juli 2012, BUMN ditunjuk sebagai Pemungut PPN. Dengan
demikian, PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak oleh PKP Rekanan kepada BUMN yang
memenuhi
ketentuan sebagai Pemungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012
wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan
oleh BUMN. |
2. |
BUMN
sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah BUMN yang memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang paling sedikit
51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia, tidak termasuk anak perusahaan dan joint operation
atau
bentuk kerja sama lainnya. |
3. |
Dalam
hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu
badan usaha tidak lagi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung
sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan tersebut,
badan usaha yang bersangkutan secara otomatis tidak lagi ditunjuk
menjadi Pemungut PPN. Namun demikian, kewajiban menyetor dan
melaporkan
PPN dan PPnBM yang telah dipungut dalam Masa Pajak yang bersangkutan
tetap dilakukan sebagaimana mestinya. |
4. |
Dalam
hal terjadi perubahan kepemilikan saham yang menyebabkan suatu
badan usaha menjadi memenuhi kriteria sebagai BUMN, maka terhitung
sejak tanggal akta yang menyatakan perubahan kepemilikan
tersebut,
badan usaha dimaksud secara otomatis ditunjuk menjadi Pemungut
PPN dan
melakukan kewajiban sebagai Pemungut PPN. |
|
II. |
Penerbitan
Faktur Pajak oleh PKP Rekanan
1. |
PKP
Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP)
atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak
kepada BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan. |
2. |
Atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukan pemungutan PPN oleh BUMN, Faktur Pajak diterbitkan dengan
menggunakan Kode Transaksi "03" pada kode dan nomor seri Faktur Pajak. |
3. |
Dalam
hal PKP Rekanan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak yang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh Pemungut PPN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri
Keuangan
Nomor 85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012,
maka Faktur Pajak diterbitkan dengan
menggunakan kode transaksi selain "03" pada kode dan nomor seri Faktur
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang
perpajakan. |
4. |
Terkait
dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012,
dapat diberikan penjelasan
sebagai berikut:
- Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar
Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM di atas Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan
PPnBM yang
terutang dipungut oleh BUMN, sehingga PKP Rekanan wajib membuat Faktur
Pajak dengan menggunakan kode transaksi "03" pada kode Faktur Pajak;
- Untuk Faktur Pajak dengan nilai Dasar
Pengenaan Pajak ditambah PPN dan
PPnBM tidak melebihi Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), PPN dan
PPnBM yang terutang dipungut oleh PKP Rekanan, sehingga PKP
Rekanan
wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi "01" pada
kode Faktur Pajak.
|
5. |
Terkait
dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf d Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012,
dapat diberikan penjelasan
bahwa yang dimaksud dengan rekening telepon adalah tagihan
atas
penyerahan yang dilakukan oleh perusahaan telekomunikasi ke konsumen
akhir. Tagihan atas penyerahan jasa selain tersebut di atas yang
dilakukan ke sesama perusahaan telekomunikasi antara lain
berupa sewa
jaringan, sewa satelit, dan jasa interkoneksi, tidak termasuk dalam
pengertian rekening telepon sebagaimana dimaksud di atas. |
6. |
PKP
Rekanan dapat menerbitkan 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi
seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukan kepada BUMN yang sama selama 1 (satu) bulan kalender (Faktur
Pajak gabungan) yang harus dibuat paling lama pada akhir
bulan penyerahan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
di bidang perpajakan. |
|
III. |
Pemungutan,
Penyetoran dan Pelaporan PPN dan PPnBM oleh BUMN sebagai Pemungut PPN
1. |
PPN
dan PPnBM yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
Jasa Kena Pajak dari BUMN kepada BUMN tidak dikecualikan dari
pemungutan oleh Pemungut PPN, sehingga BUMN yang menerima penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak tetap melakukan
kewajiban
pemungutan PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
85/PMK.03/2012
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 136/PMK.03/2012. |
2. |
Demikian
juga atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak dari BUMN kepada Pemungut PPN selain BUMN, PPN dan PPnBM yang
terutang tetap dipungut oleh Pemungut PPN yang menerima penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. |
3. |
BUMN
wajib menyetorkan PPN dan PPnBM yang telah dipungut ke Kantor
Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan SSP dengan Kode Akun
Pajak 411211 dan Kode Jenis Setoran 900. |
4. |
SSP
sebagaimana dimaksud pada butir 3 diisi dengan membubuhkan NPWP
serta identitas PKP Rekanan, dan penandatanganan SSP dilakukan oleh
BUMN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan. |
5. |
Tanggal
jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada butir 3 tidak
mengacu pada tanggal penerbitan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan, dengan
demikian apabila BUMN terlambat melakukan penyetoran yang disebabkan
karena keterlambatan PKP Rekanan menerbitkan Faktur Pajak,
maka atas
keterlambatan penyetoran tersebut tetap dikenai sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan di bidang perpajakan. |
6. |
Pelaporan
pemungutan PPN dan PPnBM oleh BUMN dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa
PPN) bagi Pemungut PPN Formulir 1107 PUT yang wajib disampaikan dalam
bentuk elektronik (e-SPT). |
7. |
Apabila
dalam suatu bulan, BUMN tidak melakukan pemungutan PPN dan
PPnBM sebagai Pemungut PPN, maka BUMN tetap wajib menyampaikan
SPT Masa
PPN Formulir 1107 PUT dan diisi dengan angka 0 (Nol). |
8. |
BUMN
sebagai Pemungut PPN yang berstatus PKP, mempunyai kewajiban
pelaporan PPN dan PPnBM dengan Formulir 1111 dan Formulir 1107 PUT
setiap bulan. |
9.
|
Terhadap
cabang-cabang BUMN yang telah melakukan pemusatan tempat PPN
terutang, baik berdasarkan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang PPN maupun
berdasarkan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang KUP, pemungutan,
penyetoran,
dan pelaporan PPN dalam rangka memenuhi kewajiban sebagai Pemungut PPN
dilakukan oleh BUMN yang ditunjuk sebagai tempat pemusatan PPN terutang. |
10.
|
Dalam hal
BUMN tidak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka
pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dalam rangka memenuhi
kewajiban sebagai Pemungut PPN dilakukan di masing-masing
tempat
kegiatan usaha yang melakukan transaksi dengan PKP Rekanan. |
|
|
Peraturan Menteri Keuangan - 136/PMK. 03/2012, Tanggal 16 Agust 2012
Peraturan Menteri Keuangan - 85/PMK.03/2012, Tanggal 6 Jun 2012
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 65/PJ/2010 , Tanggal 31 Des 2010
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 23/PJ/2010, Tanggal 22 Apr 2010
Peraturan Dirjen Pajak - 13/PJ/2010, Tanggal 24 Mar 2010
Undang-Undang - 42 TAHUN 2009, Tanggal 15 Okt 2009
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 38/PJ/2009, Tanggal 23 Jun 2009
Peraturan Dirjen Pajak - 6/PJ/2009, Tanggal 20 Jan 2009
Peraturan Dirjen Pajak - PER - 147/PJ./2006, Tanggal 29 Sept 2006
Undang-Undang - 19 TAHUN 2003, Tanggal 19 Jun 2003
Undang-Undang - 8 TAHUN 1983, Tanggal 31 Des 1983