Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : P - 27/BC/2010

Kategori : Lainnya

Perubahan Ketiga Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 Tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR P - 27/BC/2010

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan dan pengawasan kepabeanan di bidang ekspor khususnya pemeriksaan fisik barang ekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan di Bidang Ekspor;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 39 tahun 2007 (Lembaran Negara tahun 2007 nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dan Pengawasannya sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.010/2006;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.04/2007 tentang Ketentuan Kepabeanan di Bidang Ekspor;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 214/PMK.04/2008 tentang Pemungutan Bea Keluar;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.01/2009;
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  9. Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 Tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2009;


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR.


Pasal I


Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-40/BC/2008 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan P-30/BC/2009 diubah sebagai berikut :

1. Ketentuan dalam Pasal 10 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dihapus, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10


(1) Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap Barang Ekspor yang:
  1. akan diimpor kembali;
  2. pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali;
  3. mendapat fasilitas KITE;
  4. dikenai Bea Keluar;
  5. berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak; atau
  6. berdasarkan hasil analisis informasi dari Unit Pengawasan terdapat indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
(4) Pemeriksaan fisik atas Barang Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan di :
  1. Kawasan Pabean pelabuhan muat;
  2. gudang Eksportir; atau
  3. tempat lain yang digunakan oleh Eksportir untuk menyimpan barang setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(5) Dihapus.
(6) Dalam hal terhadap barang ekspor dilakukan pemeriksaan oleh Surveyor, pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersama-sama oleh Pemeriksa dengan Surveyor.
(7) Dalam hal pemeriksaan fisik secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeriksa melakukan pemeriksaan setelah barang ekspor diperiksa oleh Surveyor.
2. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 A


(1) Pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan secara selektif terhadap barang ekspor yang:
  1. mendapat fasilitas KITE dengan pembebasan bea masuk dan/atau cukai; atau
  2. dikenai Bea Keluar.
(2) Terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diekspor oleh eksportir tertentu tidak dilakukan pemeriksaan fisik.
(3) Terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diekspor oleh eksportir yang merangkap sebagai importir dengan kategori low risk dapat tidak dilakukan pemeriksaan fisik.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal terdapat indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan.
3. Ketentuan dalam Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14


(1) Penetapan eksportir tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (2) dilakukan oleh Direktur Penindakan dan Penyidikan.
(2) Penetapan eksportir tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan reputasi eksportir yang meliputi:
  1. tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai yang dikenai sanksi administrasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir;
  2. tidak mempunyai tunggakan hutang bea masuk, Bea Keluar, cukai, dan pajak;
  3. telah menyelenggarakan pembukuan berdasarkan rekomendasi Direktur Audit; dan
  4. telah memperoleh rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai wajib pajak patuh.
4. Ketentuan dalam Pasal 15 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 15


(1) Terhadap eksportir yang berstatus sebagai importir jalur prioritas atau importir lain yang mendapat status yang dipersamakan dengan importir jalur prioritas diperlakukan sebagai Eksportir tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (2).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal terdapat indikasi yang kuat akan terjadi pelanggaran atau terdapat bukti permulaan yang cukup telah terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan yang dilakukan oleh Eksportir yang berstatus sebagai importir jalur prioritas atau importir lain yang mendapat status yang dipersamakan dengan importir jalur prioritas.


Pasal II


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Mei 2010
DIREKTUR JENDERAL,

ttd,-

THOMAS SUGIJATA
NIP 19510621 197903 1 001