Peraturan Dirjen Pajak Nomor : 14/PJ/2010

Kategori : PPN

Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 Tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (Spt Masa PPN)


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR - 14/PJ/2010

TENTANG

PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT
PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

  1. bahwa untuk menyelaraskan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. bahwa untuk mengakomodir perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;
  3. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN);


Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ/2006 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-142/PJ/2007;

 

 

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ/2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN).


Pasal I


1. Ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
  1. KPP adalah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
  2. KP4 adalah Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan dalam wilayah KPP yang sekarang menjadi Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan.
  3. SPT adalah Surat Pemberitahuan, yaitu :
    1. bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menerbitkan tidak lebih dari 30 (tiga puluh) Faktur Pajak yang memuat keterangan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk data elektronik;
    2. bagi PKP yang menerbitkan lebih dari 30 (tiga puluh) Faktur Pajak yang memuat keterangan  lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik.
  4. Lampiran SPT adalah Lampiran 1 SPT dan Lampiran 2 SPT.
  5. e-SPT adalah Aplikasi Pengisian SPT.
  6. Data elektronik adalah data SPT yang dihasilkan dari e-SPT.
  7. Media elektronik adalah sarana penyimpanan data elektronik yang dapat digunakan untuk memindahkan data dari suatu komputer ke komputer lainnya, antara lain : diskette, flash disk, dan Compact Disc (CD).
  8. e-Filing adalah cara penyampaian dengan sistem on-line yang real time melalui satu atau beberapa perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
  9. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  10. Pengujian data adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT dan Lampiran SPT.
  11. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,  melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
  12. PKP adalah Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 11 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
   
2. Menyempurnakan beberapa bagian pada lampiran II PER-146/PJ/2006 tentang Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN sebagai berikut :
  1. Mengubah sub judul petunjuk pengisian SPT Masa PPN
    •  
    Huruf D : Hal-hal penting yang perlu diketahui
    •  
    Nomor urut 2 : Tata cara pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM, bentuk pelaporan dan penyampaian SPT Masa PPN
    •  
    Huruf a : batas waktu penyetoran
    •  
    Huruf c : batas waktu pelaporan SPT Masa PPN
    sehingga huruf D nomor urut 2 huruf a dan huruf c berbunyi sebagai berikut :
    "a Batas waktu penyetoran

    PPN atau PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

    c. Batas waktu pelaporan SPT Masa PPN

    SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalah hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja berikutnya"

  2. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1107A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.01) :
    •  
    Huruf B : petunjuk pengisian
    •  
    Nomor urut 3 : Bagian Ketiga
    •  
    Angka romawi I : Ekspor
    sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi I, "bagian Ekspor", berbunyi sebagai berikut :
    I EKSPOR
    - Kolom Nomor
    Cukup jelas.
    - Kolom Nama Pembeli BKP/Penerima JKP
    Diisi dengan nama pembeli BKP/penerima manfaat BKP Tidak Berwujud/penerima JKP sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen ekspor atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
    - Kolom Nomor dan tanggal PEB
    Diisi dengan Nomor dan Tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah mendapat persetujuan ekspor dari Ditjen Bea dan Cukai atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
    - Kolom DPP (Rupiah)
    Diisi dengan DPP sesuai dengan :
    - nilai ekspor BKP, baik dengan L/C maupun tanpa L/C, yang tercantum dalam PEB yang dilampiri Faktur Penjualan (invoice) sebagai suatu kesatuan dokumen yang tidak terpisahkan; atau
    - DPP Nilai Penggantian pada dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.
    DPP atas ekspor ini dilaporkan dalam Masa Pajak sesuai tanggal :
    - pendaftaran pada PEB atau Persetujuan Ekspor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; atau
    - pada dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak untuk ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

    Baris Jumlah Ekspor  gambar 2

    Diisi dengan jumlah DPP dari butir I, kemudian jumlah DPP dipindahkan ke Induk SPT Masa PPN (Formulir 1107) butir I.A.1.


    Catatan :

    • Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang dilampiri dengan invoice merupakan dokumen yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
    • Dalam hal ekspor BKP Tidak Berwujud juga memerlukan dokumen PEB yang di endorse oleh Ditjen Bea dan Cukai maka PKP cukup melaporkan dokumen Pemberitahuan Ekspor BKP Tidak Berwujud dalam SPT Masa PPN.
  3. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1107A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.01) :
    •  
    Huruf B : petunjuk pengisian
    •  
    Nomor urut 3 : Bagian Ketiga
    •  
    Angka romawi II : Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak
    sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi II, "bagian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak", berbunyi sebagai berikut :
    II

    PENYERAHAN DALAM NEGERI DENGAN FAKTUR PAJAK
    Bagian ini juga digunakan untuk melaporkan penyerahan yang menggunakan dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

    - Kolom Nomor
    Cukup jelas.
    - Kolom Nama Pembeli BKP/Penerima JKP
    Diisi dengan nama pembeli BKP/penerima JKP (termasuk Pemungut PPN) sesuai dengan nama yang tercantum dalam Faktur Pajak.
    - Kolom NPWP
    Diisi dengan NPWP dari masing-masing pembeli BKP/penerima JKP (termasuk Pemungut PPN) sesuai dengan yang tercantum dalam Faktur Pajak.
    - Kolom Faktur Pajak/Nota Retur
    Kolom Kode dan Nomor Seri serta kolom Tanggal diisi dengan Kode dan Nomor Seri serta tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen-dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
    Dalam hal Nota Retur atau Nota Pembatalan, maka yang dicantumkan adalah nomor Nota Retur atau Nota Pembatalan dan tanggal yang tercantum pada Nota Retur atau Nota Pembatalan.
    Dalam hal terjadi retur (pengembalian), maka kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM diisi dengan jumlah harga jual, PPN atau PPN dan PPnBM, atas BKP yang dikembalikan yang tercantum dalam Nota Retur dengan penulisan angka dalam tanda kurung ( ) sebagai pengurang.
    - Kolom DPP (Rupiah), kolom PPN (Rupiah) dan kolom PPnBM (Rupiah)
    Kolom-kolom ini diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM yang tercantum dalam Faktur Pajak atau Nota retur atau Nota Pembatalan.
    Kolom PPnBM (Rupiah) hanya diisi jika PKP adalah pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah dan melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah pada Masa Pajak yang bersangkutan.
    - Kolom Kode dan Nomor Seri FP yang Diganti
    Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti dalam hal terdapat Faktur Pajak Pengganti.

    Baris Jumlah Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak

    Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPnBM dari butir II.


    Contoh apabila terdapat pembatalan Faktur Pajak, penggantian Faktur Pajak, BKP yang diretur atau JKP yang dibatalkan.

    1. Contoh apabila terdapat pembatalan Faktur Pajak.
    Pada tanggal 1 Januari 2011 PT Ceria (PKP) melakukan penjualan kepada PT Cantik (PKP) dengan nilai penjualan sebesar Rp 100.000.000,-. PT Ceria menerbitkan Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp 100.000.000,- dan PPN sebesar Rp 10.000.000,-. Pada tanggal 15 Februari 2011 PT Cantik membatalkan pembelian, sehingga PT Ceria harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.
    Sebagai konsekuensi dari pembatalan tersebut, maka :
    1. PT Ceria melakukan hal-hal sebagai berikut :
      • Dalam hal PT Ceria belum melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari, maka PT Ceria harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
      • Dalam hal PT Ceria telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Januari sebagai Faktur Pajak Keluaran, maka PT Ceria harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari, dengan cara sebagai berikut : Faktur Pajak tersebut tetap dilaporkan dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
    2. Dalam hal PT Cantik telah melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak Masukan, maka PT Cantik harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan dengan cara sebagai berikut: Faktur Pajak tersebut tetap dilaporkan dengan mencantumkan nilai 0 pada kolom DPP, PPN atau PPN dan PPnBM.
    2. Contoh apabila terdapat penggantian Faktur Pajak.
    pada tanggal 5 Januari 2011 PT Cerdik (PKP) melakukan penjualan kepada PT Pandai (PKP) dengan nilai penjualan sebesar Rp 200.000.000,-. PT Cerdik menerbitkan Faktur Pajak dengan DPP sebesar Rp 200.000.000,-. dan PPN sebesar Rp 20.000.000,-. Pada bulan Juni 2011 PT Cerdik melakukan penggantian Faktur Pajak karena ternyata nilai penjualan adalah sebesar Rp 250.000.000,-. Atas penggantian tersebut PT Cerdik menerbitkan Faktur Pajak Pengganti pada tanggal 5 Juni 2011 dengan DPP sebesar Rp 250.000.000,- dan PPN sebesar Rp 25.000.000,-
    a. Tata cara pelaporan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN bagi PT Cerdik adalah sebagai berikut :
    Pada Masa Pajak Januari 2011, Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Faktur Pajak yang diganti dilaporkan pada SPT Masa PPN dengan DPP Rp 200.000.000,- dan PPN Rp 20.000.000,-.
    Pada bulan Juni 2011, PT Cerdik melakukan hal-hal sebagai berikut :
    • Melakukan pelaporan Faktur Pajak Pengganti tersebut pada SPT Masa PPN Masa Pajak Juni 2011. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP, PPN dan PPnBM diisi dengan '0', sedangkan kolom kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti.
    • Melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 dan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP dan PPN diisi dengan Nilai Rp 250.000.000,- dan Rp 25.000.000,- sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan Masa Pajak Januari 2011.
    b. Tata cara pelaporan Faktur Pajak pada SPT Masa PPN bagi PT Pandai adalah sebagai berikut :
    Pada bulan Juni 2011, PT Pandai harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti tersebut dilaporkan sebagai Faktur Pajak Masukan, dan melaporkan Faktur Pajak Pengganti tersebut. Kolom Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak Pengganti, kolom DPP dan PPN diisi dengan Nilai Rp 250.000.000,- dan Rp 25.000.000,- sedangkan kolom Kode dan No. Seri FP Yang Diganti diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang diganti. Faktur Pajak yang diganti tidak perlu dilaporkan lagi pada SPT Masa PPN Pembetulan.
    3. Contoh apabila terdapat BKP yang diretur.
    Pada tanggal 10 Juni 2011 PT Aman (PKP) melakukan retur BKP atas pembelian dari PT Bahagia (PKP) dengan nilai BKP sebesar Rp 15.000.000,-. PT Aman menerbitkan Nota Retur atas pengembalian BKP tersebut.
    Tata cara pelaporan Nota Retur bagi PT Aman dan PT Bahagia adalah sebagai berikut :
    a. PT Aman sebagai pembeli melaporkan retur pembelian tersebut pada Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Retur, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai BKP yang diretur dan PPN atas BKP yang diretur tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
    b. PT Bahagia sebagai penjual melaporkan retur pembelian dari PT Aman pada Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Retur, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai BKP yang diretur dan PPN atas BKP yang diretur tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
    4. Contoh apabila terdapat JKP yang dibatalkan.
    Pada tanggal 10 Juni 2011 PT Sentosa (PKP) melakukan pembatalan JKP atas sewa ruangan dari PT Damai (PKP) dengan nilai JKP sebesar Rp 12.000.000,-. PT Sentosa menerbitkan Nota Pembatalan atas JKP yang dibatalkan tersebut.
    Tatat cara pelaporan Nota pembatalan bagi PT Sentosa dan PT Damai adalah sebagai berikut :
    a. PT Sentosa sebagai penerima jasa melaporkan nota pembatalan atas sewa tersebut pada Lampiran 2 Daftar Pajak Masukan dan PPnBM. Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Pembatalan, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai JKP yang dibatalkan dan PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang.
    b. PT Damai sebagai pemberi jasa melaporkan nota pembatalan dari PT Damai pada Lampiran 1 Daftar Pajak Keluaran dan PPnBM, Kolom Kode dan Nomor serta Tanggal Nota Retur diisi dengan nomor dan tanggal Nota Pembatalan, sedangkan kolom DPP dan PPN diisi dengan nilai JKP yang dibatalkan dan PPN atas JKP yang dibatalkan tersebut. Nilai ditulis dalam tanda kurung sebagai pengurang."

    Jenis-jenis transaksi yang terkait dengan Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak:
    1. Penyerahan kepada Selain Pemungut PPN
    Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan Pemungut PPN, termasuk penyerahan BKP/JKP antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak yang menyerahkan BKP/JKP.
    Khusus untuk penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPnBM saja dan PKP yang melakukan penyerahan telah memiliki SKB, maka jumlah DPP dan PPN tetap dimasukkan ke kolom DPP dan kolom PPN, tetapi jumlah PPnBM yang mendapat fasilitas, tidak diisi atau ditambahkan pada kolom PPnBM.
    Bagian ini juga digunakan untuk melaporkan penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan.
    2. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah
    Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP/JKP kepada Bendahara Pemerintah selaku Pemungut PPN.
    Penyerahan kepada Bendahara Pemerintah dilaporkan dalam Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak kepada Bendahara Pemerintah.

    Contoh :

    Bulan Januari 2011:
    PT A menyerahkan BKP kepada :
    • Departemen Pertanian Rp 100 juta (tidak termasuk PPN);
    • Departemen Keuangan Rp 50 juta (tidak termasuk PPN);

    Bulan Maret 2011:
    PT A mengajukan penagihan Faktur Pajak dan SSP harus dibuat dalam bulan Maret 2011 tersebut.

    Bulan April 2011:
    Diterima pembayaran (termasuk PPN) dari :
    • Departemen Pertanian Rp 110 juta;
    • Departemen Keuangan Rp 55 juta.

    Pelaporan:
    Penyerahan ini tidak dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2011 atau Masa Pajak Februari 2011 atau Masa Pajak April 2011, tetapi dilaporkan pada SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2011 yaitu pada saat PT A menerbitkan Faktur Pajak, sebagai berikut :
    Lampiran 1 SPT Masa PPN (Formulir 1107 A) Masa Pajak Maret 2011, butir II kolom DPP (Rupiah) dan kolom PPN (Rupiah) diisi dengan transaksi kepada Departemen Pertanian sebesar Rp 100 juta (DPP) dan Rp 10 juta (PPN), serta transaksi kepada Departemen Keuangan sebesar Rp 50 juta (DPP) dan Rp 5 juta (PPN).
    3. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah)
    Diisi dengan jumlah DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN. Penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (Selain Bendahara Pemerintah) dilaporkan dalam Masa Pajak diterbitkannya Faktur Pajak.

    Catatan:
    Khusus untuk transaksi kepada Pemungut PPN (Bendahara Pemerintah atau lainnya), tetap dimasukkan ke dalam transaksi kepada Pemungut PPN meskipun transaksi yang dilakukan dapat dikategorikan sebagai jenis transaksi lain.
    4. Penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain
    Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM, atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP dengan Nilai Lain.

    Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak antara lain:
    1. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
    2. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
    3. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;
    4. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
    5. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;
    6. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
    7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;
    8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
    9. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
    10. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
    11. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

    Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan jasa yang dilakukan oleh :
    • Pengusaha jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata; dan
    • Pengusaha jasa pengiriman paket,
    tidak dapat dikreditkan karena dalam Nilai Lain tersebut telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam rangka usaha tersebut.
    5. Penyerahan yang Pajak Masukannya di Deemed.
    Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dihitung dengan menggunakan Deemed Pajak Masukan.
    Catatan:
    Untuk jenis penyerahan ini tidak digunakan lagi sejak 1 April 2010.
    6. Penyerahan Lainnya
    Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada nomor 1 sampai dengan nomor 5, antara lain:
    1. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%, contohnya penyerahan JKP di bidang pertambangan yang bersifat lex specialis, yang terutang Pajak Penjualan dengan tarif 5%.
    2. Penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing).
    7. Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya Tidak Dipungut
    Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya Tidak Dipungut berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
    1. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan Pajak Penghasilan dalam rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
    2. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB).
    3. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
    4. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
    5. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional.
    6. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
    7. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan PPN dan PPnBM atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
    8. Ketentuan yang mengatur mengenai Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya Ditanggung Pemerintah (DTP).
    9. Ketentuan yang mengatur mengenai Kawasan Bebas dan Kawasan Ekonomi Khusus.
    8. Penyerahan yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM
    Diisi dengan DPP, PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:
    1. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    2. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
    3. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya.
    9. Penyerahan Aktiva Pasal 16D
    Kolom DPP diisi dengan Harga Jual dari Aktiva yang diserahkan, kecuali ditetapkan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku. Kolom PPN diisi jumlah PPN terutang yaitu 10% dari nilai DPP sedangkan kolom PPnBM tidak perlu diisi.
  4. Memberikan penegasan judul Petunjuk Pengisian Formulir 1107A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.01):
    •  
    Huruf B : petunjuk pengisian
    •  
    Nomor urut 3 : Bagian Ketiga
    •  
    Angka romawi III : Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana
    sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi III, "bagian Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana", berbunyi sebagai berikut :
    III Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak Sederhana
    Jumlah seluruh DPP, PPN atau PPN dan PPnBM, atas penyerahan BKP atau JKP:
    • yang Faktur Pajaknya tidak diisi nama dan NPWP Pembeli;
    • kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
    PKP toko retail yang ditunjuk, yang melakukan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, wajib membuat rincian penyerahan BKP tersebut dengan format yang ditetapkan oleh DJP. Rincian penyerahan BKP tersebut dilampirkan dalam SPT Masa PPN dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPT Masa PPN PKP yang bersangkutan.

    Catatan:
    Bagi PKP toko retail yang ditunjuk, yang melakukan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri, Faktur Pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN hanya Faktur Pajak Khusus (kode transaksi 06).
  5. Menghapus pada sub judul Petunjuk Pengisan Formulir 1107A Lampiran I Pajak Keluaran dan PPnBM (D.1.2.32.01):
    •  
    Huruf C : Contoh pengisian SPT Masa PPN Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Tertentu
    •  
    Nomor urut 4 : Pengusaha Toko Emas Perhiasan
  6. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian Formulir 1107B Lampiran II Pajak Masukan dan PPnBM (D.1.2.32.02):
    •  
    Huruf B : petunjuk pengisian
    •  
    Nomor urut 3 : Bagian Ketiga
    •  
    Angka romawi I : Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan dan PPnBM
    •  
    Angka 2 : Bagi PKP Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

    Sehingga huruf B, nomor urut 3, angka romawi I, angka 2, "Bagi PKP Yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan", berbunyi sebagai berikut:

    1. BAGI PKP YANG MENGGUNAKAN PEDOMAN PENGHITUNGAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

    Hanya diisi oleh PKP yang menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan yang berlaku.

  7. Memberikan penegasan tambahan pada sub judul Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN Formulir 1107 (F.1.2.32.01):
    •  
    Huruf B : petunjuk pengisian
    •  
    Nomor urut 2 : Bagian Kedua
    •  
    Angka romawi II : Penghitungan PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar
    •  
    Bagian : PPN lebih dibayar pada: ....

    Sehingga huruf B, nomor urut 2, angka romawi II, bagian "PPN lebih dibayar pada", berbunyi sebagai berikut:

    - PPN lebih dibayar pada:
     







    Butir II.D (Diisi dalam hal SPT Bukan Pembetulan)
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan

     
    Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan yang dimintakan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya, kecuali Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN atau Pasal 9 ayat (4c) UU PPN yang mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
    Apabila atas Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada contoh-contoh penghitungan PPN pada butir II.D pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan dimintakan kompensasi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut:
    PPN lebih dibayar pada :
     X
    Butir II.D
     X
    Dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya "
     
    Butir II.D atau
     
    Butir II. F  (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)

    Diisi dengan tanda X pada salah satu kotak jika terdapat pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Pembetulan sesuai dengan nilai yang akan dikompensasikan atau direstitusikan.

     

    Dikompensasikan ke Masa Pajak ...................

    Diisi dengan tanda X pada kotak jika pajak yang lebih dibayar pada SPT Masa PPN Pembetulan diminta untuk dikompensasikan dengan PPN dalam Masa Pajak berikutnya atau Masa Pajak saat SPT Masa PPN Pembetulan disampaikan. Ketentuan ini tidak berlaku bagi :

    1. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN;
    2. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
    3. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4a) UU PPN yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN masa akhir tahun,

    yang mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

    Apabila atas Lebih Bayar sebagaimana dimaksud pada contoh penghitungan PPN (contoh nomor 2.1) pada butir II.F pada SPT Masa PPN Pembetulan dimintakan kompensasi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :
    - Contoh nomor 2.1.1.
       PPN lebih dibayar pada :

    X
    Butir II.D atau
     
    Butir II. F  (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)
    X
    Dikompensasikan ke Masa Pajak Februari

    - Contoh nomor 2.1.2.
       PPN lebih dibayar pada :

     
    Butir II.D atau
    X
    Butir II. F  (Diisi dalam hal SPT Pembetulan)
    X
    Dikompensasikan ke Masa Pajak April
     

    Dikembalikan (Restitusi)
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika pajak yang lebih dibayar (baik pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan maupun pada SPT Masa PPN Pembetulan) diminta untuk dikembalikan (restitusi), oleh :

    1. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN; 
    2. Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
    3. Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, pada akhir tahun buku atau Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan pembukuan, pada akhir tahun kalender.
     

    Kegiatan Tertentu
    Diisi dengan tanda X oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN yang atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak yaitu :

    1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
    2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
    3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
    4. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
    5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau 
    6. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) UU PPN.
     
    Dokumen Terlampir
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika dokumen permohonan pengembalian (restitusi) dilampirkan lengkap sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
     

    Dokumen disusulkan
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika dokumen permohonan pengembalian (restitusi) disusulkan atau diserahkan kemudian.
    Apabila atas Lebih Bayar pada SPT Masa PPN Bukan Pembetulan dimintakan restitusi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :

    PPN lebih dibayar pada :

    X
    Butir II.D
    X
    Dikembalikan (Restitusi)

    Apabila atas Lebih Bayar pada SPT Masa Pembetulan pada contoh soal 2.1.2 dimintakan restitusi maka pengisian pada formulir SPT Masa PPN adalah sebagai berikut :
    PPN lebih dibayar pada :

     
    Butir II.D atau
    X
    Butir II. F  
     X
    Dikembalikan (Restitusi)
    - Khusus Restitusi untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu :

     
    Prosedur Biasa
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU KUP atau Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D UU KUP menginginkan prosedur pengembaliannya (restitusi) diproses dengan prosedur biasa (pemeriksaan).
     
    Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17C UU KUP)
    Diisi dengan tanda X pada kotak jika :
    1. Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 17C UU KUP;
    2. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 D UU KUP;
    3. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (4c) UU PPN,
    menginginkan prosedur pengembaliannya (restitusi) diproses dengan pengembalian pendahuluan.
    Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP berisiko rendah wajib melampirkan SK Penetapan sebagai PKP berisiko rendah.
    Dalam hal yang mengajukan permohonan adalah PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 17D UU KUP wajib melampirkan surat keterangan/pernyataan yang menyatakan bahwa permohonan pengembalian yang diajukannya berdasarkan Pasal 17D UU KUP. Surat keterangan ini tidak diperlukan dalam hal PKP juga berstatus sebagai PKP berisiko rendah dan melampirkan SK Penetapan PKP berisiko rendah
    Fotokopi SK atau Surat Pernyataan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kelengkapan SPT Masa PPN.
    Catatan :
    Dalam hal jumlah lebih dibayar diminta untuk dikembalikan, maka SPT Masa PPN ini dapat berfungsi sebagai surat permohonan pengembalian (restitusi) sepanjang telah dilengkapi dengan dokumen dan kelengkapan permohonan pengembalian (restitusi).
   
3. Menambah 1 (satu) lampiran baru yaitu Daftar Rincian Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) Kepada Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri yang menjadi Lampiran III pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-146/PJ./2006 sebagaimana terlampir dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal II


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk pelaporan SPT Masa PPN mulai Masa Pajak April 2010.


 


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 060044911