Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 116/PJ/2009

Kategori : KUP

Kebijakan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain


21 Desember 2009


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 116/PJ/2009

TENTANG

KEBIJAKAN PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Sehubungan dengan telah belakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP) dan telah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, maka dalam rangka menciptakan tertib administrasi pemeriksaan untuk tujuan lain serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaannya, dipandang perlu menetapkan kebijakan pemeriksaan untuk tujuan lain sebagai berikut :

  1. KEBIJAKAN UMUM
    1. Pemeriksaan untuk tujuan lain merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk melaksanakan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan bukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak serta tidak dimaksudkan untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.
    2. Ruang lingkup pemeriksaan untuk tujuan lain meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
    3. Terdapat 2 (dua) jenis pemeriksaan untuk tujuan lain yang diatur dalam Undang-Undang KUP, yaitu :
      1. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
      2. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
    4. Jangka waktu pemeriksaan untuk tujuan lain harus mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007, dengan ketentuan sebagai berikut :
      1. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), kecuali untuk pemeriksaan dalam rangka penentuan saat produksi dimulai, jangka waktu pemeriksaannya harus mengacu pada jangka waktu yang ditentukan dalam instruksi pemeriksaan.
      2. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
      3. Jangka waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tidak dapat diperpanjang lagi meskipun terjadi pergantian tim Pemeriksa Pajak.
      4. Terkait dengan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
        1) Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan sepanjang tidak melewati jangka waktu maksimal yang ditetapkan.
        2) Pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan hanya disampaikan 1 (satu) kali.
        3) Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (Kepala UP2) dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada :
        a) Kepala Kantor Wilayah DJP untuk instruksi/persetujuan pemeriksaan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP; atau
        b) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (Direktur P2) untuk instruksi yang diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
        4) Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan dapat disampaikan secara manual dan/atau secara elektronik melalui Modul/Menu Pemeriksaan pada SIDJP.
        5) Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum berakhirnya jangka waktu pemeriksaan.
        6) Apabila jangka waktu 2 (dua) bulan untuk jenis Pemeriksaan Lapangan atau jangka waktu 7 (tujuh) hari untuk jenis Pemeriksaan Kantor telah terlampaui, dan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan atau jangka waktu pemeriksaan telah melewati jangka waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tetapi pemeriksaan belum dapat diselesaikan, maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan tersebut.
        7) Tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 6) dilakukan dengan cara membuat Laporan Hasil Pemeriksaan berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemeriksaan.
    5. Tata cara pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan dengan mengacu pada :
      1. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan;
      2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan; dan
      3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
    6. Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan, meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil pemeriksaan.
    7. Peminjaman buku, catatan, dan dokumen dalam rangka pemeriksaan untuk tujuan lain dapat dilakukan sepanjang berhubungan dengan tujuan pemeriksaan.
    8. Hasil pemeriksaan harus dirumuskan dalam suatu Laporan Hasil Pemeriksaan dan harus mengungkapkan tercapai atau tidaknya tujuan pemeriksaan sesuai dengan penyebab dilakukannya pemeriksaan untuk tujuan lain.
    9. Laporan Hasil Pemeriksaan atas pemeriksaan untuk tujuan lain dibuat dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I sampai dengan Lampiran IX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
    10. Apabila pada saat melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain ditemukan adanya data dan/atau informasi sehubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak baik untuk Tahun Pajak berjalan maupun Tahun Pajak sebelumnya, yang mengindikasikan adanya ketidakpatuhan Wajib Pajak, maka ditentukan sebagai berikut :
      1. Apabila data dan/atau informasi tersebut merupakan keterangan lain yang konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP, maka data dan/atau informasi tersebut dapat langsung ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan pajak berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007.
      2. Apabila data dan/atau informasi tersebut tidak termasuk keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka data dan/atau informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mengusulkan pemeriksaan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan melalui Pemeriksaan Khusus dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
      3. Apabila data dan/atau informasi tersebut ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka berlaku ketentuan sebagai berikut :
        1) Dalam hal usul Pemeriksaan Khusus yang disetujui adalah untuk Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak pemeriksaan untuk tujuan lain dengan kriteria penghapusan NPWP dan/atau pencabutan PKP, maka :
        a) Pemeriksaan untuk tujuan lain tersebut dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir;
        b) Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus juga harus menjelaskan mengenai tercapai atau tidaknya tujuan dilakukannya pemeriksaan untuk tujuan lain, yaitu menjelaskan apakah peghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dapat disetujui atau tidak; dan
        c) Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus harus memperhatikan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) dan ayat (9) Undang-Undang KUP.
        2) Dalam hal usul Pemeriksaan Khusus yang disetujui adalah selain sebagaimana dimaksud pada angka 1), maka pemeriksaan untuk tujuan lain tersebut tetap dilanjutkan sesuai dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan.
    11. Pemeriksaan untuk tujuan lain dapat dilakukan oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak atau pegawai selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak yang memiliki keahlian di bidang pemeriksaan yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.
    12. Dalam hal pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan oleh pegawai selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 11, maka jabatan Supervisor tetap diisi oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak.
    13. Ketentuan mengenai pembatalan, pengalihan, atau penghentian pemeriksaan untuk tujuan lain ditetapkan sebagai berikut :
      1. Pembatalan pemeriksaan untuk tujuan lain pada prinsipnya dilakukan karena terdapat kesalahan administrasi yang bersifat manusiawi (human error) seperti kesalahan tahun pajak, kesalahan nama Wajib Pajak yang akan diperiksa, atau kesalahan administrasi lainnya.
      2. Pembatalan pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
        1) Terhadap instruksi/persetujuan pemeriksaan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, pembatalan penugasan pemeriksaannya harus dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP.
        2) Terhadap instruksi pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, pembatalan pemeriksaannya harus dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
        3) Usul pembatalan pemeriksaan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dilakukan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran X Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
        4) Persetujuan atau penolakan pembatalan pemeriksaan atas usulan sebagaimana dimaksud pada angka 3) disampaikan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XI atau Lampiran XI.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
        5) Surat persetujuan pembatalan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 4) digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembatalan Lembar Penugasan Pemeriksaan melalui aplikasi Modul/Menu Pemeriksaan pada SIDJP
      3. Pengalihan pemeriksaan untuk tujuan lain pada prinsipnya dilakukan karena Wajib Pajak pindah tempat terdaftar (domisili) dari satu Kantor Pelayanan Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak lain sepanjang Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)-nya telah diterbitkan pada Modul/Menu Pemeriksaan pada SIDJP dan Surat Perintah Pemeriksanya belum diterbitkan atau Surat Perintah Pemeriksaan telah diterbitkan tetapi pemberitahuan pemeriksaan atau panggilan dalam rangka pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
      4. Pengalihan pemeriksaan untuk tujuan lain terhadap Wajib Pajak yang pindah domisili ke Kantor Pelayanan Pajak lain tetapi masih dalam wilayah kerja Kantor Wilayah DJP yang sama, dilakukan oleh : 
        1) Kepala Kantor Wilayah DJP untuk pemeriksaan yang instruksi/persetujuannya diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP; atau
        2) Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk pemeriksaan yang instruksinya diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
      5. Pengalihan pemeriksaan untuk tujuan lain terhadap Wajib Pajak yang pindah domisili ke Kantor Pelayanan Pajak lain di luar wilayah kerja Kantor Wilayah DJP atasan Kantor Pelayanan Pajak lama, dilakukan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
      6. Usul pengalihan pemeriksaan untuk tujuan lain disampaikan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lama kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XII Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
      7. Persetujuan pengalihan pemeriksaan untuk tujuan lain diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP terkait atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan yang baru apabila disetujui pengalihan pemeriksaannya, atau kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lama apabila ditolak pengalihan pemeriksaannya dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII atau Lampiran XIII.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
      8. Surat persetujuan pengalihan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf g digunakan sebagai dasar untuk mengalihkan Lembar Penugasan Pemeriksaan melalui Modul/Menu Pemeriksaan pada SIDJP.
      9. Terhadap pemeriksaan yang tidak disetujui untuk dialihkan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 
        1) Pemeriksaan diselesaikan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lama sampai dengan penerbitan Laporan Hasil Pemeriksaan;
        2) Laporan Hasil Pemeriksaan harus menggunakan identitas baru; 
        3) Laporan Hasil Pemeriksaan harus dikirimkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang baru dan pihak yang berkepentingan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan, untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
      10. Penghentian pemeriksaan pada prinsipnya dilakukan apabila Wajib Pajak yang diperiksa atau Wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP ternyata tidak ditemukan berdasarkan berita acara dari pejabat kelurahan/RT/RW/pengelola gedung setempat.
      11. Dalam hal pemeriksaan dihentikan karena kondisi sebagaimana dimaksud pada huruf j, tim Pemeriksa Pajak membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dan melakukan perekaman Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut ke Modul/Menu Pemeriksaan pada SIDJP.
      12. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir, tim Pemeriksa Pajak mengirimkan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi terkait untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
      13. Mengirimkan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir tersebut kepada yang menerbitkan instruksi pemeriksaan. 
  1. KRITERIA PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
    1. Kriteria pemeriksaan untuk tujuan lain merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan untuk tujuan lain terhadap Wajib Pajak.
    2. Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut :
      1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan;
      2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP;
      3. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
      4. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
      5. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
      6. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
      7. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
      8. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
      9. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
    3. Ketentuan dari masing-masing kriteria pemeriksaan diuraikan sebagai berikut :
      1. Pemeriksaan dalam rangka pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan
        1) Terhadap Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya dapat diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang KUP.
        2) Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak telah memenuhi syarat untuk diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KUP.
        3) Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan untuk tujuan lain atau hasil penelitian.
        4) Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak badan/BUT atau Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan untuk tujuan lain.
        5) Penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan berdasarkan hasil penelitian oleh Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
        6) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak badan/BUT atau Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan setelah Kepala Kantor Pelayanan Pajak c.q Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menghimbau Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak untuk mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya.
        7) Usulan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak badan/BUT atau Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas disampaikan oleh Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan kepada Kepala Seksi Pemeriksaan, apabila :
        a) Setelah 14 (empat belas) hari sejak surat himbauan untuk mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya, Wajib Pajak atau Pengusaha Kena Pajak tidak menanggapi surat himbauan untuk mendaftarkan diri atau melaporkan usahanya;
        b) Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan tidak mempunyai NPWP dan/atau belum memenuhi syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP; atau
        c) Wajib Pajak menanggapi surat himbauan dengan menyatakan sudah memiliki NPWP dan/atau telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi berdasarkan Master File Nasional Wajib Pajak ternyata tidak mendaftar.
        8) Berdasarkan usulan dari Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan, Kepala Seksi Pemeriksaan melakukan penelaahan serta menentukan prioritas yang akan diperiksa dan selanjutnya membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa.
        9) Setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Seksi Pemeriksaan menyampaikan daftar nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa kepada Kepala kantor Wilayah DJP.
        10) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan sebagai PKP secara jabatan terhadap Wajib Pajak badan/BUT atau Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dilakukan terbatas pada penentuan terpenuhinya syarat-syarat pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP serta penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25. Dengan demikian, peminjaman buku, catatan dan/atau dokumen dilakukan sepanjang diperlukan untuk penghitungan besarnya angsuran tersebut. Apabila ada kewajiban perpajakan lainnya, kepada Wajib Pajak diminta untuk memenuhinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak setelah diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP.
        11) Kepala Seksi Pemeriksaan harus menyampaikan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan kepada Kepala Seksi Pelayanan dan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
        12) Apabila berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak, ternyata :
        a) Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan; dan
        b) Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tersebut,
        maka kepada wajib Pajak dapat diterbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Berdasarkan Undang-Undang KUP.
        13) Penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 12) dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian atau hasil pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang KUP.
        14) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penerbitan NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
      2. Pemeriksaan dalam rangka Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
        1) Penghapusan NPWP dilakukan apabila kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) Undang-Undang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008 beserta aturan pelaksanaannya terpenuhi, yaitu :
        a) Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
        b) Wajib Pajak badan likuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha (dapat berdasarkan permohonan atau secara jabatan);
        c) Wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (dapat berdasarkan permohonan atau secara jabatan);
        d) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia (dapat berdasarkan permohonan atau secara jabatan); atau
        e) Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (secara jabatan).
        2) Pencabutan pengukuhan PKP dilakukan apabila Pengusaha Kena Pajak :
        a) Pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;
        b) Sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai PKP termasuk Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan brutonya untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas jumlah peredaran usaha dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha Kecil; atau
        c) Pengusaha Kena Pajak menyalahgunakan pengukuhan PKP.
        3) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan secara jabatan atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak.
        4) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dapat dilakukan apabila berdasarkan hasil penelitian administrasi perpajakan atau penelitian lapangan terhadap data/informasi yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak ternyata Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif yang antara lain disebabkan :
        a) Orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan yang belum dibagi;
        b) Bendahara Pemerintah/Bendahara Proyek yang tidak lagi memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi ditunjuk menjadi Bendahara;
        c) Orang pribadi yang telah meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
        d) Wajib Pajak memiliki lebih dari 1 (satu) NPWP untuk menentukan NPWP yang dapat digunakan sebagai sarana administratif pemenuhan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan;
        e) Wajib Pajak badan kantor perwakilan perusahaan asing yang tidak mempunyai kewajiban PPh Badan telah menghentikan kegiatan usahanya; atau
        f) Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi.
        5) Penelitian dalam rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan sebagaimana dimaksud pada angka 4) dilakukan oleh suatu Tim Peneliti yang ditunjuk Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan di-supervisi oleh Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi terkait.
        6) Laporan Hasil Penelitian dalam rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan disampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan tentang penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP.
        7) Laporan Hasil Penelitian dalam rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dibuat dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
        8) Dalam hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, maka penghapusan dan/atau pencabutan tersebut dilakukan apabila Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (7) dan 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.
        9) Pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada angka 8) dapat dilakukan melalui :
        a) Pemeriksaan rutin; atau
        b) Pemeriksaan untuk tujuan lain.
        10) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP didahului dengan pemeriksaan rutin dalam hal permohonan tersebut terkait dengan :
        a) Wajib Pajak Badan yang melakukan penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, pemecahan usaha, likuidasi/penutupan usaha, pengambilalihan usaha;
        b) Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
        c) Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
        sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008.
        11) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP didahului dengan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam hal permohonan tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi selain sebagaimana dimaksud pada angka 4) huruf a) dan huruf c) serta angka 10) huruf c).
        12) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor atau Pemeriksaan Lapangan berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
        13) Dalam hal penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak, tim Pemeriksa Pajak dan pejabat lain yang terkait dengan proses penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP tersebut harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (7) dan ayat (9) Undang-Undang KUP.
        14) Dalam hal permohonan pencabutan pengukuhan PKP tidak diikuti dengan permohonan penghapusan NPWP dan diajukan baik oleh Wajib Pajak badan maupun Wajib Pajak orang pribadi, maka pencabutan pengukuhan PKP tersebut dilakukan setelah Pengusaha Kena Pajak dilakukan pemeriksaan untuk tujuan lain.
        15) Apabila setelah penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007.
      3. Pemeriksaan dalam rangka Wajib Pajak mengajukan keberatan 
        1) Pemeriksaan dalam rangka Wajib Pajak mengajukan keberatan (pemeriksaan dalam rangka keberatan) dapat dilakukan apabila terdapat perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan fakta dan data serta penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan yang memerlukan pengecekan lapangan.
        2) Pemeriksaan dalam rangka keberatan dilakukan terbatas pada hal-hal atau materi sengketa yang diminta oleh unit yang memproses penyelesaian keberatan Wajib Pajak.
        3) Unit Pelaksana Pemeriksaan yang melakukan pemeriksaan dalam rangka keberatan meliputi :
        a) Kantor Wilayah DJP, dalam hal proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP.
        b) Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak dilakukan oleh Direktorat Keberatan dan Banding.
        4) Apabila pemeriksaan dalam rangka keberatan dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP, instruksi pemeriksaan untuk tujuan lain diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP berdasarkan permintaan dari Kepala Bidang Keberatan dan Banding Kantor Wilayah DJP.
        5) Apabila pemeriksaan dalam rangka keberatan dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, instruksi pemeriksaan untuk tujuan lain diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan berdasarkan permintaan dari Direktur Keberatan dan Banding.
        6) Permintaan pemeriksaan dalam rangka keberatan sebagaimana dimaksud pada angka 4) dan angka 5) harus disampaikan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jatuh tempo penyelesaian keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XV Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
        7) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan dan harus mengungkapkan pendapat tim Pemeriksa Pajak tentang hal-hal atau materi sengketa yang diminta oleh unit yang memproses keberatan. Laporan Hasil Pemeriksaan dikirim kepada pihak yang meminta untuk dilakukan pemeriksaan dalam rangka keberatan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya jatuh tempo penyelesaian keberatan.
        8) Hasil pemeriksaan hanya bersifat sebagai bahan pembanding (second opinion), bahan pertimbangan, dan tidak mengikat baik Wajib Pajak maupun pihak Direktorat Jenderal Pajak yang memproses keberatan Wajib Pajak.
        9) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
      4. Pemeriksaan dalam rangka pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
        1) Pemeriksaan dilakukan berdasarkan instruksi dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan terkait dengan adanya permintaan atau rekomendasi dari Ketua Tim Penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang dibentuk berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Apabila data untuk penyusunan norma dimaksud sudah ada atau tersedia dalam jumlah yang cukup dari Laporan Hasil Pemeriksaan yang sudah ada, permintaan dapat tidak dilakukan.
        2) Instruksi untuk melakukan pemeriksaan dikirimkan langsung kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
        3) Fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan dikirimkan langsung kepada Ketua Tim Penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
        4) Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan.
      5. Pemeriksaan dalam rangka penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
        1) Pemeriksaan dalam rangka penentuan bahwa Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil dilakukan apabila ada permohonan tertulis dari Wajib Pajak untuk penetapan lokasi usaha Wajib Pajak sebagai daerah terpencil.
        2) Pemeriksaan dalam rangka penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil dapat dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar (KPP domisili) atau oleh Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi usaha tersebut (KPP lokasi).
        3) Apabila pemeriksaan dalam rangka penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil akan dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Lokasi sebagaimana dimaksud pada angka 2), maka Kepala Kantor Wilayah DJP atasan KPP domisili harus menyampaikan permintaan dilakukan pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasan Kantor Pelayanan Pajak Lokasi.
        4) Pemeriksaan dalam rangka penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil dilakukan berdasarkan instruksi Kepala Kantor Wilayah DJP.
        5) Mengingat Laporan Hasil Pemeriksaan akan digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil, maka laporan tersebut harus dikirimkan langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak mengajukan permohonan penetapan daerah terpencil paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
        6) Pemeriksaan dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
      6. Pemeriksaan dalam rangka penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
        1) Pemeriksaan dalam rangka penentuan 1 (satu) atau lebih tempat terutang PPN dilakukan apabila ada permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat pemusatan PPN.
        2) Pemeriksaan dilaksanakan baik oleh Kantor Pelayanan Pajak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan calon tempat pemusatan PPN terutang berada maupun Kantor Pelayanan Pajak sebagai Unit Pelaksana Pemeriksaan tempat Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berada.
        3) Dalam hal permohonan Pengusaha Kena Pajak berupa penambahan tempat penyerahan barang kena pajak, pemeriksaan hanya dilakukan oleh Unit Pelaksana Pemeriksaan tempat penyerahan Barang Kena Pajak dimaksud.
        4) Berdasarkan permintaan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1), Kepala Kantor Wilayah DJP menerbitkan instruksi pemeriksaan kepada :
        a) Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tempat pemusatan PPN; dan
        b) Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tempat Wajib Pajak yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
        5) Dalam hal Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak berada di luar wilayah Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak mengajukan pemusatan PPN, berlaku ketentuan sebagai berikut :
        a) Kepala Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak mengajukan pemusatan PPN menyampaikan permintaan dilakukan pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan menggunakan formulir seperti terdapat pada Lampiran XVI;
        b) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud pada huruf a) Kepala kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak menerbitkan instruksi pemeriksaan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa tempat Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak; dan
        c) Unit Pelaksana Pemeriksaan tempat Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak harus menyelesaikan pemeriksaan sesuai dengan tanggal yang ditentukan dalam surat permintaan Kepala Kantor Wilayah DJP tempat Wajib Pajak mengajukan pemusatan.
        6) Pemeriksaan terbatas pada kegiatan Pengusaha Kena Pajak dan dokumen pendukungnya untuk memastikan terpenuhinya syarat-syarat pemusatan PPN terutang :
        a) Bagi Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran :
        1. Tempat melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dipusatkan tidak melakukan kegiatan penjualan maupun pembelian. Semua kegiatan penjualan dan pembelian serta administrasinya hanya dilakukan di tempat usaha yang dipilih sebagai tempat pemusatan PPN;
        2. Fungsi tempat kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang dipusatkan hanya menyimpan dan menyerahkan Barang Kena Pajak tersebut kepada pembeli atas perintah tempat pemusatan PPN; dan
        3. Tempat kegiatan penyerahan yang dipusatkan tidak membuat Faktur Pajak maupun Faktur Penjualan. Semua Faktur Pajak dan Faktur Penjualan hanya diterbitkan oleh tempat pemusatan PPN terutang.
        b) Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran :
        1. Kegiatan dan administrasi pembelian untuk jaringan penjualan yang tersebar di berbagai tempat dalam satu kota yang terdapat lebih dari satu Kantor Pelayanan Pajak, dipusatkan pada salah satu jaringan penjualan tempat pemusatan PPN yang dimohonkan di kota tersebut; dan
        2. Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran tersebut tidak memilih Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dalam menghitung pajak terutang.
        7) Laporan Hasil Pemeriksaan dikirim langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJP tempat Pengusaha Kena Pajak mengajukan permohonan penetapan 1 (satu) atau lebih tempat terutang PPN paling lambat 1 (satu) hari sejak tanggal Laporan Hasil Penerimaan.
        8) Pemeriksaan dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
      7. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak ( Delinquency Audit)     
        1) Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan :
        a) Identitas Penanggung Pajak/Wajib Pajak pada saat pemeriksaan dilakukan;
        b) Harta yang dimiliki Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada saat pemeriksaan dilakukan;
        c) Kegiatan penagihan aktif yang sedang dan sudah dilakukan dalam hal Wajib Pajak sudah mempunyai hutang pajak sebelumnya; dan
        d) Upaya hukum dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak dalam hal Wajib Pajak sudah mempunyai hutang pajak sebelumnya.
        2) Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak hanya dapat dilakukan secara bersama-sama dengan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
        3) Usulan pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak dilakukan oleh Kepala Seksi Penagihan kepada Kepala Seksi Pemeriksaan.
        4) Berdasarkan usulan dari Kepala Seksi Penagihan, Kepala Seksi Pemeriksaan membuat daftar nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa dalam rangka penagihan pajak untuk dimintakan persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
        5) Pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang sama dengan Pemeriksa Pajak untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan dapat didampingi oleh Jurusita pajak yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang dicantumkan dalam Surat Perintah Pemeriksaan untuk Tujuan Lain.
        6) Dalam pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak, agar diperhatikan juga hal-hal sebagai berikut :
        a) Meminta daftar harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang sesuai dengan kondisi terkini;
        b) Meminta/mencari alamat tempat/gudang penyimpanan harta Wajib Pajak/Penaggung Pajak;
        c) Meminta daftar wakil dari penaggung pajak, antara lain keluarga, daftar direksi, komisaris dan pemegang saham mayoritas, beserta alamat sesuai dengan bukti identitas terakhir;
        d) Melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak melakukan konfirmasi dan permintaan keterangan serta bukti tentang identitas harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak berdasar Pasal 35 Undang-Undang KUP antara lain kepada : Notaris/PPAT, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Lurah/Kepala Desa, Bank, Kepolisian dan Konsultan Pajak.
        7) Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak tersendiri dan harus mencakup hal-hal sebagai berikut :
        a) penugasan pemeriksaan;
        b) identifikasi Wajib Pajak/Penanggung Pajak;
        c) daftar harta kekayaan Wajib Pajak;
        d) daftar bukti kepemilikan harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak; dan
        e) daftar lampiran.
        8) Kepala Seksi Pemeriksaan harus menyampaikan fotokopi Laporan Hasil Pemeriksaan untuk tujuan penagihan pajak kepada Kepala Seksi Penagihan.
        9) Pemeriksaannya dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
      8. Pemeriksaan dalam rangka penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
        1) Pemeriksaan dilakukan apabila Wajib Pajak yang telah mendapat Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan tentang Persetujuan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, untuk :
        a) Penetapan Saat Dimulainya Produksi Komersial; atau
        b) Penetapan Penambahan Kompensasi Kerugian.
        2) Berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1), Direktur Pemeriksaan dan Penagihan menerbitkan instruksi pemeriksaan dalam rangka Penetapan Saat Mulai Produksi Komersial atau instruksi pemeriksaan dalam rangka Penetapan Penambahan Kompensasi Kerugian kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa yang ditunjuk.
        3) Pemeriksaan harus diselesaikan sesuai jangka waktu yang ditentukan dalam instruksi pemeriksaan.
        4) Mengingat Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Saat Dimulainya Produksi Komersial atau Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penetapan Penambahan Jangka Waktu Kompensasi Kerugian dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan Wajib Pajak diterima, maka Laporan Hasil Pemeriksaan sudah harus dikirim kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan paling lama 1 (satu) hari setelah tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
        5) Pelaksanaan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian juga harus memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008 beserta aturan pelaksanaannya.
        6) Pemeriksaan dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
      1. Pemeriksaan dalam rangka memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)         
        1) Pemeriksaan dilakukan berdasarkan instruksi pemeriksaan dari Direktur Pemeriksaan dan Penagihan sehubungan dengan adanya permintaan informasi dari negara mitra P3B terkait dengan Wajib Pajak tertentu dan memerlukan pemeriksaan pajak.
        2) Laporan Hasil Pemeriksaan dikirimkan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan untuk ditindaklanjuti dalam rangka memenuhi permintaan informasi dari negara mitra P3B.
        3) Pemeriksaannya dilakukan melalui jenis Pemeriksaan Lapangan.
  1. PROSEDUR USULAN DAN PENUGASAN/INSTRUKSI PEEMRIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
    1. Daftar Nominatif Wajib Pajak dan Penugasan Pemeriksaan
      1. Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa untuk tujuan lain dibuat oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVII dan Lampiran XVII.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, apabila pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka :
        1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan;
        2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP; atau
        3. Penagihan pajak.
      2. Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada angka 1 dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP tanpa tembusan kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
      3. Daftar Nominatif yang disampaikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya harus dilengkapi dengan data atau informasi pendukung sesuai dengan tujuan dilakukannya pemeriksaan.
      4. Berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang akan diperiksa, Kepala Kantor Wilayah DJP membuat Surat Penugasan Pemeriksaan dan mengirimkannya kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVIII dan Lampiran XVIII.1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini.
    2. Instruksi Pemeriksaan
      1. Instruksi pemeriksaan untuk tujuan lain dapat diterbitkan oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah DJP dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIX Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, berdasarkan surat permohonan atau surat permintaan.
      2. Instruksi pemeriksaan untuk tujuan lain diterbitkan apabila terdapat permohonan atau permintaan yang terkait dengan :
        1. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
        2. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
        3. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
        4. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
        5. Penagihan pajak;
        6. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; atau
        7. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
  1. LEMBAR PENUGASAN PEMERIKSAAN (LP2) DAN KODE PEMERIKSAAN
A. Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2)

Ketentuan umum mengenai LP2 baik yang menyangkut dasar penerbitan LP2, format LP2 dan struktur LP2 dalam pemeriksaan untuk tujuan lain mengacu pada angka romawi V huruf A Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
B. Daftar Kode Pemeriksaan

Ketentuan mengenai struktur kode pemeriksaan dalam pemeriksaan untuk tujuan lain juga mengacu pada angka romawi V huruf B Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yaitu :
  1. Kode Pemeriksaan mencerminkan alasan dilakukannya pemeriksaan dan harus dicantumkan dalam setiap penugasan/persetujuan/instruksi pemeriksaan.
  2. Struktur Kode Pemeriksaan terdiri dari 4 (empat) digit dengan pengelompokkan sebagai berikut :
    • Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup Pemeriksaan;
    • Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan;
    • Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan; dan
    • Digit keempat menunjukkan Jenis Wajib Pajak yang diperiksa.
  3. Digit pertama menunjukkan Jenis Pajak/Ruang Lingkup terdiri dari :
    • 1 --> Semua Jenis Pajak (All Taxes)
    • 2 --> Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
    • 3 --> Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan
    • 4 --> Pajak Penghasilan Pasal 25/29
    • 5 --> Administrasi (Untuk Pemeriksaan Tujuan Lain)
    • 6 --> WP Lokasi
    • 7 --> Pajak Penghasilan Pasal 21/26
    • 8 --> Pajak Penghasilan Pasal 23/26
    • 9 --> Pajak Penghasilan Final
    • 0 --> Beberapa Jenis Pajak (kode ini digunakan jika yang diperiksa adalah PPN dan PPh Potput secara sekaligus atau seluruh kewajiban perpajakan cabang dilakukan pemeriksaan)
  4. Digit kedua menunjukkan Kriteria dan Jenis Pemeriksaan terdiri dari :
    • 0 --> Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Kantor
    • 1 --> Pemeriksaan Rutin dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan
    • 2 --> Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan
    • 4 --> Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Komputerisasi dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan
    • 5 --> Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor
    • 9 --> Pemeriksaan Khusus berdasarkan Analisis Risiko Secara Manual dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan
  5. Digit ketiga menunjukkan Alasan Pemeriksaan yang meliputi :
    1. Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Lapangan (2), maka kode untuk digit ketiga ditentukan sebagai berikut :
      • 1 --> Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan
      • 2 --> Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
      • 3 --> Memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
      • 4 --> Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
      • 5 --> Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
      • 6 --> Penagihan pajak
      • 7 --> Keberatan
      • 8 --> Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
      • 9 --> Permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
      • 0 --> Penentuan saat produksi dimulai sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan
    2. Jika Kriteria dan Jenis Pemeriksaannya (digit kedua) adalah Pemeriksaan Tujuan Lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor (5), maka kode untuk digit ketiga ditentukan sebagai berikut :
      • 2 --> Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
  6. Digit keempat menunjukkan Jenis wajib Pajak yang meliputi :
    • 1 --> Orang Pribadi
    • 2 --> Badan
  7. Berdasarkan struktur tersebut di atas, Kode Pemeriksaan untuk pemeriksaan tujuan lain ditentukan sebagai berikut :


No

Alasan Pemeriksaan
Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan Kantor Pemeriksaan Lapangan
OP Badan OP Badan
1. Pemberian NPWP dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan     5211 5212
2. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP 5521 5522 5221 5222
3. Memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan     5231 5232
4. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil     5241 5242
5. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai     5251 5252
6. Penagihan pajak     5261 5262
7. Keberatan     5271 5272
8. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto     5281 5282
9. Permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda     5291 5292
10. Penentuan saat produksi dimulai sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan     5201 5202
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor :
  1. SE-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaaan Untuk Tujuan Penagihan Pajak;
  2. SE-07/PJ.7/2005 tentang Kebijakan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain;
  3. SE-03/PJ.04/2007 tentang Penegasan Atas Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Rangka Penghapusan NPWP/Pencabutan PKP; dan
  4. SE-51/PJ/2008 tentang Penegasan Berkaitan Dengan Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain Dalam Rangka Pemberian NPWP dan/atau Pengukuhan PKP Secara Jabatan,          
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.


Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Desember 2009
Direktur Jenderal

ttd

Mochamad Tjiptardjo
NIP 060044911


Tembusan :
  1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
  2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji
  3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan