Peraturan Pemerintah Nomor : 49 TAHUN 2009

Kategori : Lainnya

Tata Cara Penindakan Di Bidang Cukai


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2009

TENTANG

TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penindakan di Bidang Cukai;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :


PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.
  2. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang.
  3. Penegahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk:
    1. menunda pengeluaran, pemuatan, atau pengangkutan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau
    2. mencegah keberangkatan sarana pengangkut.
  4. Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman.
  5. Pengangkut adalah orang, kuasanya, atau yang bertanggung jawab atas pengoperasian sarana pengangkut yang mengangkut barang dan/atau orang.
  6. Audit Cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar Pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang Cukai.
  7. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan/atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan keuangan.
  8. Pencatatan adalah proses pengumpulan dan penulisan data secara teratur tentang pemasukan, produksi, dan pengeluaran barang kena cukai, dan penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
  9. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  11. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang.


BAB II
PENINDAKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 2


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penindakan di bidang Cukai untuk menjamin hak-hak negara dan dipatuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.
(2) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan berupa:
  1. penghentian;
  2. pemeriksaan;
  3. Penegahan;
  4. Penyegelan; dan
  5. tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
(3) Penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam lingkup kewenangan administratif.


Pasal 3


(1) Penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus berdasarkan surat perintah penindakan dari Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(2) Surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(3) Surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan pengejaran terus menerus atas orang atau Pengangkut, dan/atau sarana pengangkut yang patut diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai;
  2. melakukan pengawasan secara tetap atau berkala, terhadap pabrik, tempat penyimpanan, dan/atau tempat lain, yang di dalamnya terdapat barang kena cukai;
  3. melakukan Audit Cukai kecuali Audit Cukai yang dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak pidana Cukai; atau
  4. terdapat kekhawatiran pelaku pelanggaran akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, dalam melakukan penindakan terhadap:
    1. orang atau Pengangkut, dan/atau sarana pengangkut; atau
    2. pabrik, tempat penyimpanan, dan/atau tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai, 

yang berdasarkan informasi dan/atau fakta yang ditemukan diduga melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.

(4) Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d melaporkan secara tertulis hasil penindakan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam dengan membawa orang, Pengangkut, dan/atau sarana pengangkut berikut barang bukti pelanggaran ke Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 4


Surat perintah penindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. nama Pejabat Bea dan Cukai yang diperintahkan;
  2. alasan dan tujuan penindakan;
  3. jangka waktu berlakunya surat perintah penindakan; dan
  4. kewajiban membuat laporan hasil penindakan.


Pasal 5


Pejabat Bea dan Cukai wajib menunjukkan surat perintah penindakan kepada pihak yang terhadapnya dilakukan penindakan.


Bagian Kedua
Penghentian

Pasal 6


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan sarana pengangkut serta barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut.
(2) Penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.


Pasal 7


(1) Atas perintah atau permintaan dari Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), Pengangkut wajib:
  1. menghentikan sarana pengangkut atau kegiatan mengangkutnya; dan
  2. menunjukkan dokumen cukai dan/atau dokumen pelengkap cukai yang diwajibkan menurut Undang-Undang.
(2) Pengangkut yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.


Pasal 8


Penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan kewajiban Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 segera dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Pejabat Bea dan Cukai.


Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 9


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa:
  1. pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan Cukai;
  2. bangunan atau tempat lain yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan pabrik, tempat penyimpanan, atau tempat lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a; dan/atau
  3. barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di pabrik, bangunan, atau tempat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan barang kena cukai dan/atau barang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai, dan/atau dokumen pelengkap cukai yang wajib diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang.
(3) Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai menyegel pabrik, bangunan, tempat, dan/atau barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 10


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa:
  1. sarana pengangkut; dan/atau
  2. barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di sarana pengangkut.
(2) Pemeriksaan tidak dilakukan terhadap sarana pengangkut yang disegel oleh dinas pos atau penegak hukum lain.
(3) Apabila diperlukan dalam rangka pemeriksaan, sarana pengangkut yang telah disegel dinas pos atau penegak hukum lainnya dapat diperiksa oleh Pejabat Bea dan Cukai secara bersama-sama dengan dinas pos atau penegak hukum lainnya, dengan terlebih dahulu sarana pengangkut yang telah disegel tersebut dilakukan Penyegelan.
(4) Pejabat Bea dan Cukai berwenang membawa Pengangkut, sarana pengangkut, barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang dibawa Pengangkut dan/atau sarana pengangkut ke kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau ke tempat lain guna memudahkan pemeriksaan.
(5) Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai menegah sarana pengangkut, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang dibawanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 11


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang memeriksa:
  1. tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau tempat lain yang bukan rumah tinggal, yang di dalamnya terdapat barang kena cukai; dan/atau
  2. barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai yang berada di tempat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai berwenang meminta catatan sediaan barang, dokumen cukai, dan/atau dokumen pelengkap cukai yang wajib diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang.
(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai menyegel tempat, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

 

Pasal 12


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Audit Cukai terhadap pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapat fasilitas pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang.
(2) Dalam melaksanakan Audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang:
  1. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar Pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai;
  2. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang, dan/atau pihak lain yang terkait;
  3. memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar Pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut; atau
  4. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan atau ruangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(3) Apabila berdasarkan hasil Audit Cukai ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai dapat menyegel bangunan atau ruangan yang digunakan oleh pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena cukai yang mendapatkan fasilitas pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Bagian Keempat
Penegahan

Pasal 13


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah:
  1. sarana pengangkut; dan/atau
  2. barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai, berdasarkan dugaan adanya pelanggaran atau berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.
(2) Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap sarana pengangkut umum.
(3) Sarana pengangkut, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai yang ditegah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera diikuti dengan:
  1. pemeriksaan atas sarana pengangkut, barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dalam hal Penegahan dilakukan atas dasar adanya dugaan pelanggaran; atau
  2. Penyegelan atas sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dalam hal Penegahan dilakukan atas adanya pelanggaran berdasarkan hasil pemeriksaan.
(5) Dalam rangka pengamanan hak negara, sebelum dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dapat dilakukan Penyegelan.
(6) Dalam hal Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b tidak mungkin dilakukan, sarana pengangkut dan/atau barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai disimpan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


Pasal 14


(1) Penyelesaian Penegahan dilakukan dengan:
  1. menerbitkan penetapan kekurangan Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda apabila pelanggaran yang terjadi mengakibatkan kekurangan Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  2. menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai apabila pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana di bidang Cukai; atau
  3. melepaskan dan mengembalikan sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai kepada pemilik, apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.
(2) Dalam hal pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana selain tindak pidana di bidang Cukai, penyelesaian Penegahan dilakukan dengan menyerahkan hasil pemeriksaan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 15


(1) Penegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berakhir dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari:
  1. sejak tanggal Penegahan sampai dengan diterbitkan surat tagihan apabila pelanggaran yang terjadi mengakibatkan kekurangan Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda;
  2. sejak tanggal Penegahan sampai dengan penyerahan hasil pemeriksaan kepada penyidik pegawai negeri sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai apabila pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana di bidang Cukai;
  3. sejak tanggal Penegahan sampai dengan pelepasan dan pengembalian sarana pengangkut, barang kena cukai, dan/ atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai kepada pemilik apabila tidak ditemukan adanya pelanggaran di bidang Cukai; atau
  4. sejak tanggal Penegahan sampai dengan penyerahan hasil pemeriksaan kepada penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, apabila pelanggaran yang terjadi diduga merupakan tindak pidana selain tindak pidana di bidang Cukai.
(2) Dalam hal diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan, Penegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang lagi untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberitahukan secara tertulis dari pejabat yang mengeluarkan surat perintah penindakan kepada pihak yang dilakukan penindakan.
(4) Apabila sejak diterbitkan surat tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yang bersangkutan tidak membayar kekurangan Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda maka terhadap:
  1. barang kena cukai disegel dan/atau disimpan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sampai dengan yang bersangkutan membayar kekurangan Cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda serta kewajiban bunga yang timbul; dan/atau
  2. sarana pengangkut dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dapat dikembalikan kepada yang bersangkutan.


Bagian Kelima
Penyegelan

Pasal 16


(1) Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan Penyegelan pada:
  1. bagian dari pabrik atau tempat penyimpanan;
  2. tempat lain yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
  3. bagian tempat usaha importir barang kena cukai, tempat usaha penyalur, dan/atau tempat penjualan eceran;
  4. sarana pengangkut yang di dalamnya terdapat barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai;
  5. barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai; dan/atau
  6. bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:
  1. berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5);
  2. berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3);
  3. diperlukan dalam rangka menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah, atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai;
  4. tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengawasan secara terus menerus terhadap objek pengawasan oleh Pejabat Bea dan Cukai;
  5. diperlukan dalam rangka pengawasan dan pengamanan hak keuangan negara terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, yang belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan Cukai; atau
  6. adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai.


Pasal 17


(1) Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka, dilepas, dirusak, atau dilakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga kunci, segel, atau tanda pengaman tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa izin Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Orang yang memiliki atau menguasai obyek Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) bertanggung jawab atas keutuhan kunci, segel, atau tanda pengaman sampai dengan berakhirnya Penyegelan.


Pasal 18


(1) Penyegelan berakhir apabila kunci, segel, atau tanda pengaman dibuka atau dilepas oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Kunci, segel, atau tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuka atau dilepas, dalam hal:
  1. penegahan telah berakhir;
  2. hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (3) ditindaklanjuti ke tingkat penyidikan;
  3. pemeriksaan dilanjutkan kembali dan/atau dilakukan tindakan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c;
  4. tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan secara terus-menerus terhadap obyek pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf d; atau
  5. tidak diperlukan lagi penyegelan guna kepentingan pengawasan dan pengamanan hak keuangan negara terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya, yang belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf e.


Bagian Keenam
Tindakan Berupa Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai
atau Tanda Pelunasan Cukai Lainnya

Pasal 19


Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya dalam hal:
  1. pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai diduga melakukan pelanggaran pidana di bidang Cukai berdasarkan adanya bukti awal;
  2. pengusaha pabrik yang mendapat penundaan pembayaran Cukai dengan menyerahkan jaminan perusahaan tidak menyelesaikan pembayaran Cukai sampai dengan saat jatuh tempo pembayaran;
  3. pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai tidak menyelesaikan utang Cukai, kekurangan Cukai, sanksi administrasi berupa denda sampai dengan jatuh tempo pembayaran; atau
  4. pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai tidak membayar biaya pengganti pencetakan pita cukai dalam jangka waktu yang telah ditentukan.


Bagian Ketujuh
Surat Bukti Penindakan

Pasal 20


(1) Surat bukti penindakan dibuat untuk setiap penindakan dan disampaikan kepada pihak yang dilakukan penindakan.
(2) Dikecualikan dari ketentuan pembuatan surat bukti penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penindakan yang dilakukan dalam rangka Audit Cukai.


BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 21


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap penindakan yang sedang dalam proses penyelesaian, penyelesaiannya dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Cukai yang meringankan setiap orang.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 22


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghentian, pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, tindakan berupa tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, dan bentuk surat perintah penindakan, diatur dengan Peraturan Menteri.


Pasal 23


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3628), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 24


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2009
PRESIDEN REPUBLIK IINDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 114






PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 49 TAHUN 2009

TENTANG

TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI


I. UMUM

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai dinyatakan bahwa Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai, berupa penghentian, pemeriksaan, Penegahan, dan Penyegelan; berwenang menegah sarana pengangkut yang mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai; serta berwenang tidak melayani pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, untuk dipenuhinya ketentuan yang ada di dalamnya. Tata cara penindakan tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Sesuai dengan penjelasan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan tersebut adalah masih dalam lingkup kewenangan administratif dan dalam rangka melaksanakan tugas administrasi di bidang Cukai.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam Peraturan Pemerintah ini kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan penindakan atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai serta sarana pengangkut diatur tata caranya secara lebih jelas, untuk dijadikan pedoman sehingga dapat dicapai daya guna dan hasil guna yang optimal sesuai dengan tuntutan rasa keadilan, memberikan kepastian hukum, lebih menjamin kepentingan masyarakat dan menciptakan iklim usaha yang dapat lebih mendukung laju pembangunan nasional serta dapat menghindarkan tindakan sewenang-wenang dari Pejabat Bea dan Cukai.
   
   
II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.


Pasal 2

Cukup jelas.


Pasal 3

Cukup jelas.


Pasal 4

Cukup jelas.


Pasal 5

Cukup jelas.


Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sarana pengangkut” meliputi alat yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai di darat, di air, atau di udara dan orang pribadi yang mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai tanpa menggunakan alat angkut.

Ayat (2)

Mengingat tindakan penghentian dapat berakibat tertundanya pengangkutan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait, maka kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan penghentian dilakukan secara selektif berdasarkan informasi adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Cukai.


Pasal 7

Cukup jelas.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Ayat (1)

Kewenangan pemeriksaan yang dimaksud pada ayat ini termasuk meminta keterangan yang diperlukan baik kepada pengusaha maupun karyawan pabrik atau orang yang menguasai tempat sebagaimana dimaksud pada ayat ini dan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dalam rangka pengamanan hak-hak keuangan negara.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tempat lain” dalam huruf ini adalah tempat atau ruangan yang dipergunakan oleh orang atau badan hukum untuk menyimpan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya atau yang memperoleh pembebasan Cukai.

Huruf b

Kewenangan ini diberikan karena adanya kemungkinan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dipindahkan ke tempat lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pabrik, tempat penyimpanan dan/atau tempat lain tanpa seizin dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 10

Ayat (1)

Kewenangan pemeriksaan yang dimaksud pada ayat ini termasuk meminta keterangan yang diperlukan baik kepada pengusaha maupun karyawan perusahaan atau orang yang menguasai sarana pengangkut dan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dalam rangka pengamanan hak-hak keuangan negara.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “sarana pengangkut” meliputi alat yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai di darat, di air, atau di udara dan orang pribadi yang mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai tanpa menggunakan alat angkut.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penegak hukum lain” adalah penegak hukum selain penegak hukum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, seperti dari kepolisian dan kejaksaan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 11

Ayat (1)

Ketentuan pada ayat ini memberikan kewenangan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pemeriksaan dalam lingkup administrasi. Kewenangan pemeriksaan yang dimaksud pada ketentuan ini termasuk meminta keterangan yang diperlukan baik kepada pengusaha maupun karyawan tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, atau orang yang menguasai tempat sebagaimana dimaksud pada ayat ini dan barang kena cukai dan/atau barang lain yang terkait dengan barang kena cukai dalam rangka pengamanan hak-hak keuangan negara.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tempat lain” pada ketentuan ini adalah tempat atau ruangan yang dipergunakan oleh orang atau badan hukum untuk menyimpan barang kena cukai termasuk tempat usaha importir.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “tindakan pengamanan” adalah tindakan penyegelan yang dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.

Ayat (3)

Tindakan Penyegelan dapat dilakukan baik pada saat Audit Cukai dilaksanakan maupun pada saat ditemukan pelanggaran. Tindakan Penyegelan dilakukan untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar Pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang Cukai, dan barang yang penting agar tidak dihilangkan, tidak berubah, atau tidak berpindah tempat/ruangan sampai pemeriksaan dapat dilanjutkan dan/atau dilakukan tindakan lain yang dibenarkan oleh ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Cukai dengan tetap mempertimbangkan kelangsungan kegiatan usaha.


Pasal 13

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “sarana pengangkut” meliputi alat yang digunakan untuk mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai di darat, di air, atau di udara dan orang pribadi yang mengangkut barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena cukai tanpa menggunakan alat angkut.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.


Pasal 14

Ayat (1)

Huruf a

Pelanggaran yang dimaksud dalam huruf ini merupakan pelanggaran administrasi.

Huruf b

Penyerahan hasil pemeriksaan kepada penyidik dimaksudkan agar kasus tersebut diproses lebih lanjut pembuktiannya untuk keperluan penuntutan ke pengadilan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah penyidik yang mempunyai kewenangan sesuai dengan jenis pelanggaran tindak pindananya.


Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dalam hal diperlukan” misalnya:

  1. dari hasil pemeriksaan awal diketahui bahwa pelanggaran tersebut melibatkan pihak lain yang berada di luar wilayah kerja dari kantor yang melakukan Penegahan sehingga perlu dilakukan koordinasi dengan kantor lain dalam penyelesaiannya;
  2. masih dilakukan pengembangan dan/atau penindakan di tempat lain yang berhubungan dengan Penegahan tersebut; atau
  3. oleh pejabat yang melakukan pemeriksaan dinyatakan bahwa pemeriksaan untuk mendapatkan bukti dan petunjuk awal yang cukup sehingga dapat ditentukan apakah pelanggaran tersebut telah memenuhi unsurunsur pasal pidana dan/atau pelanggaran yang bersifat administrasi, tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Mengingat sasaran akhir Penegahan adalah barang kena cukai, maka sudah semestinya sarana pengangkut dikembalikan kepada yang bersangkutan.


Pasal 16

Penyegelan merupakan tindakan Pejabat Bea dan Cukai untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman Cukai yang merupakan suatu tindakan preventif untuk mengamankan obyek Penyegelan agar tetap dalam kondisi seperti semula sebelum Penyegelan dilakukan. Dalam pelaksanaannya di samping untuk pengamanan terhadap obyek Penyegelan sebagai kelanjutan dari proses pemeriksaan dan Penegahan karena adanya pelanggaran, tindakan Penyegelan ini juga dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk melaksanakan tugas rutin dalam rangka pengawasan di bidang Cukai, misalnya:

  • Penyegelan atas ruangan /tempat penimbunan barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya;
  • Penyegelan atas tempat penyimpanan barang kena cukai apabila tidak ada kegiatan dan tidak dimungkinkan pegawai bea dan cukai secara terus menerus bertugas mengawasi tempat tersebut;
  • Penyegelan atas barang kena cukai dan/atau sarana pengangkut yang membawa barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya dari pabrik ke :
  • tempat penimbunan sementara dalam rangka ekspor;
  • ke pabrik lainnya;
  • ke tempat penyimpanan dan sebagainya.


Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “keutuhan kunci, segel, atau tanda pengaman” adalah meliputi pengertian keutuhan secara fisik dan fungsi dari kunci, segel, atau tanda pengaman. Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang pribadi atau badan hukum.


Pasal 18

Cukup jelas.


Pasal 19

Cukup jelas.


Pasal 20

Ayat (1)

Setiap kegiatan penindakan harus disertai dengan surat bukti penindakan. Surat bukti penindakan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkena penindakan dan menghindari tindakan kesewenang-wenangan dari Pejabat Bea dan Cukai.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 21

Cukup jelas.


Pasal 22

Cukup jelas.


Pasal 23

Cukup jelas.


Pasal 24

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5040