Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 125/PMK.01/2008

Kategori : Lainnya

Jasa Penilai Publik


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 125/PMK.01/2008

TENTANG

JASA PENILAI PUBLIK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang    :

  1. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat dan efisien, diperlukan Penilai Publik dan Kantor Jasa Penilai Publik yang profesional dan independen;
  2. bahwa sehubungan dengan huruf a dan dalam rangka melindungi kepentingan umum perlu pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang efektif dan berkesinambungan terhadap Jasa Penilai Publik;
  3. bahwa untuk mendukung tujuan sebagaimana huruf b, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.01/2006 perlu disempurnakan untuk mendukung tujuan tersebut, sehingga dipandang perlu untuk diatur kembali dengan mengganti Keputusan Menteri Keuangan dimaksud;
  4. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, pembinaan dan pengawasan Penilai Publik termasuk dalam tugas dan fungsi Menteri Keuangan;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Jasa Penilai Publik;

Mengingat    :

  1. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
  2. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
  3. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan    :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG JASA PENILAI PUBLIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
  1. Penilai adalah seseorang yang dengan keahliannya menjalankan kegiatan Penilaian.
  2. Penilai Publik adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini atau penilai eksternal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan di bidang kekayaan negara dan lelang.
  3. Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu obyek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia.
  4. Laporan Penilaian adalah dokumen tertulis hasil Penilaian yang ditandatangani oleh Penilai Publik.
  5. Kantor Jasa Penilai Publik yang selanjutnya disebut KJPP, adalah badan usaha yang telah mendapat izin usaha dari Menteri sebagai wadah bagi Penilai Publik dalam memberikan jasanya.
  6. Cabang Kantor Jasa Penilai Publik yang selanjutnya disebut Cabang KJPP, adalah kantor yang dibuka oleh KJPP untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kegiatan usaha KJPP yang dipimpin oleh salah seorang Rekan KJPP yang bersangkutan.
  7. Kantor Perwakilan Kantor Jasa Penilai Publik yang selanjutnya disebut Kantor Perwakilan KJPP, adalah unit atau bagian dari KJPP yang diberikan kewenangan oleh KJPP untuk melakukan fungsi pemasaran.
  8. Kantor Jasa Penilai Publik Asing yang selanjutnya disebut KJPPA, adalah badan usaha jasa profesi Penilai di luar negeri yang telah memiliki izin dari otoritas di negara yang bersangkutan.
  9. Asosiasi Profesi Penilai yang selanjutnya disebut Asosiasi Profesi, adalah organisasi profesi yang bersifat nasional sebagai wadah berhimpun Penilai termasuk Penilai Publik.
  10. Standar Penilaian Indonesia yang selanjutnya disebut SPI, adalah pedoman dasar yang wajib dipatuhi oleh Penilai Publik dalam melakukan Penilaian.
  11. Domisili adalah tempat kedudukan Penilai Publik, KJPP, Cabang KJPP, atau Kantor Perwakilan KJPP dalam suatu wilayah propinsi.
  12. Pemimpin atau Pemimpin Rekan adalah Penilai Publik yang bertindak sebagai pemimpin pada KJPP.
  13. Pemimpin Cabang adalah Penilai Publik yang bertindak sebagai pemimpin pada Cabang KJPP.
  14. Rekan adalah Penilai Publik dan/atau seseorang yang bertindak sebagai sekutu pada KJPP berbentuk badan usaha persekutuan.
  15. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  16. Sekretaris Jenderal adalah Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan.
  17. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai yang selanjutnya disebut PPAJP adalah Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan.
  18. Kepala Pusat adalah Kepala PPAJP.


BAB II
BIDANG JASA

Pasal 2


(1) Bidang jasa Penilaian meliputi:
  1. Bidang jasa Penilaian Properti; dan/atau
  2. Bidang jasa Penilaian Bisnis.
(2) Bidang jasa Penilaian Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi antara lain:
  1. tanah dan bangunan beserta kelengkapannya, serta pengembangan lainnya atas tanah;
  2. instalasi dan peralatan yang dirangkai dalam satu kesatuan dan/atau berdiri sendiri yang digunakan dalam proses produksi;
  3. alat transportasi, alat berat, alat komunikasi, alat kesehatan, alat laboratorium dan utilitas, peralatan dan perabotan kantor, dan peralatan militer;
  4. pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan;
  5. pertambangan.
(3) Bidang jasa Penilaian Bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi antara lain:
  1. entitas bisnis;
  2. penyertaan;
  3. surat berharga termasuk derivasinya;
  4. hak dan kewajiban perusahaan;
  5. aktiva tidak berwujud;
  6. kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kegiatan atau peristiwa tertentu (economic damage) untuk mendukung berbagai tindakan korporasi atau atas transaksi material;
  7. opini kewajaran.
(4) Selain jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Penilai Publik dapat memberikan jasa lainnya yang berkaitan dengan kegiatan Penilaian, antara lain:
  1. konsultasi pengembangan properti;
  2. desain sistem informasi aset;
  3. pengelolaan properti;
  4. studi kelayakan usaha;
  5. jasa agen properti;
  6. pengawasan pembiayaan proyek.


BAB III
PENILAI PUBLIK

Bagian Kesatu
Perizinan

Pasal 3


(1) Menteri berwenang memberikan izin kepada Penilai untuk menjadi Penilai Publik.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.
(3) Izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan dalam bidang:
  1. Penilaian Properti; dan/atau
  2. Penilaian Bisnis.


Pasal 4


Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Penilai mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan;
  2. paling rendah berpendidikan Strata Satu (S1) atau setara, yang dibuktikan dengan ijazah dari institusi pendidikan yang menerbitkannya;
  3. menjadi anggota Asosiasi Profesi yang dibuktikan dengan kartu anggota atau surat keterangan dari Asosiasi Profesi yang bersangkutan;
  4. telah lulus dalam Ujian Sertifikasi Penilai (USP) sesuai dengan klasifikasi izin yang diajukan yang dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus USP;
  5. dalam hal tanggal kelulusan USP sebagaimana dimaksud pada huruf d telah melampaui masa 2 (dua) tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) paling sedikit 50 (lima puluh) Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir;
  6. memiliki pengalaman kerja di bidang Penilaian yang sesuai dengan klasifikasi permohonan izin yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP yang bersangkutan bekerja, paling singkat 3 (tiga) tahun terakhir bagi pemohon yang memiliki Ijazah Sarjana Strata 1 (S1) atau paling singkat 1 (satu) tahun terakhir bagi pemohon yang memiliki Ijazah Magister di bidang Penilaian;
  7. Pengalaman kerja sebagaimana dimaksud pada huruf f, paling sedikit 600 (enam ratus) jam sebagai Penilai dan diantaranya paling sedikit 200 (dua ratus) jam sebagai Ketua Tim;
  8. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  9. tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin Penilai Publik; dan
  10. membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin Penilai Publik, membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini.


Pasal 5


(1) Izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin Penilai Publik diterima secara lengkap.
(2) Permohonan izin Penilai Publik yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin Penilai Publik diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis ditetapkan.
(4) Apabila kelengkapan persyatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka permohonan izin Penilai Publik tidak dapat diproses dan pemohon dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.


Pasal 6


(1) Penilai Publik hanya dapat memberikan jasa Penilaian sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(2) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Penilai Publik memberikan jasa Penilaian tidak sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 7


(1) Penilai Publik dalam memberikan jasanya wajib mempunyai KJPP.
(2) Kewajiban mempunyai KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipenuhi paling lama 6 (enam) bulan sejak izin Penilai Publik diterbitkan.
(3) Penilai Publik yang telah mengundurkan diri dari suatu KJPP, wajib mempunyai KJPP paling lama 6 (enam) bulan sejak pengunduran diri.
(4) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), yaitu:
  1. Penilai Publik memberikan jasanya tidak mempunyai KJPP;
  2. Penilai Publik tidak mempunyai KJPP lebih dari 6 (enam) bulan sejak izin Penilai Publik diterbitkan; atau
  3. Penilai Publik yang telah mengundurkan diri dari suatu KJPP, tidak mempunyai KJPP lebih dari 6 (enam) bulan sejak pengunduran diri, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.


Bagian Kedua
Penghentian Pemberian Jasa Penilai Publik
untuk Sementara Waktu atas Permintaan Sendiri

Pasal 8


(1) Penilai Publik dapat mengajukan permohonan penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri kepada Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal dapat memberikan persetujuan kepada Penilai Publik yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Penilai Publik yang bersangkutan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat, dengan menyampaikan:
  1. surat rekomendasi dari KJPP bagi Penilai Publik yang menjadi Rekan pada KJPP;
  2. alamat lengkap selama menjalani penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu secara tertulis;
  3. jangka waktu yang dimohonkan untuk menjalani penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu secara tertulis;
  4. alasan penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu secara tertulis;
  5. surat pernyataan dari Asosiasi Profesi bahwa:
    1. yang bersangkutan tidak sedang menjalani review oleh Asosiasi Profesi;
    2. Asosiasi Profesi tidak menerima pengaduan dari pihak lain yang layak ditindaklanjuti, yang berkaitan dengan jasa yang telah diberikan oleh yang bersangkutan; dan
    3. yang bersangkutan tidak sedang menjalani sanksi dari Asosiasi Profesi; dan
  6. surat permohonan, formulir permohonan penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri yang dilengkapi, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Sekretaris Jenderal menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila yang bersangkutan:
  1. tidak menyampaikan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);
  2. sedang diperiksa oleh Sekretaris Jenderal atau diadukan oleh pihak lain yang layak ditindaklanjuti;
  3. telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir terhitung saat permohonan disampaikan secara lengkap;
  4. sedang menjalani kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; atau
  5. sedang menjalani sanksi pembekuan izin.
(5) Persetujuan atau Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan melalui pemberitahuan secara tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan tersebut diterima.
(7) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(8) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dipenuhi, maka permohonan tidak dapat diproses dan pemohon dapat kembali mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).


Pasal 9


(1) Penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penilai Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KJPP.
(3) Permohonan persetujuan penghentian pemberian jasa Penilai Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat diajukan kembali paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya persetujuan penghentian pemberian jasa Penilai Publik sebelumnya.
(4) Jika Penilai Publik melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu Penilai Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KJPP, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 10


(1) Untuk dapat memberikan jasa sebagai Penilai Publik kembali, Penilai Publik wajib mengakhiri masa penghentian pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. bukti telah mengikuti PPL paling sedikit 25 (dua puluh lima) SKP yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) untuk periode 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa;
  2. bukti keanggotaan Asosiasi Profesi yang masih berlaku;
  3. bukti domisili; dan
  4. surat permohonan, formulir permohonan mengakhiri penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri yang dilengkapi, surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Menteri mencabut izin Penilai Publik yang tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sampai dengan berakhirnya masa penghentian pemberian jasa Penilai Publik.
(3) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan pencabutan izin Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Bagian Ketiga
Pengaktifan Izin Penilai Publik
Yang Dikenakan Sanksi Pembekuan Izin

Pasal 11


(1) Menteri dapat memberikan persetujuan kepada Penilai Publik untuk memberikan jasa kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 setelah berakhirnya masa pembekuan izin.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, apabila masa pembekuan tersebut telah berakhir dan akan memberikan jasanya kembali, wajib mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat untuk memberikan jasa dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki bukti telah mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2);
  2. berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. tidak pernah mengundurkan diri dari keanggotaan Asosiasi Profesi; dan
  4. membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan persetujuan pengaktifan izin Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan, membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebelum mendapatkan persetujuan untuk memberikan jasa kembali oleh Menteri.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling singkat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum berakhirnya masa sanksi pembekuan izin Penilai Publik.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan persetujuan diterima secara lengkap.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima.
(8) Pemohon wajib melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(9) Jika Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin, memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebelum mendapatkan persetujuan untuk memberikan jasa kembali oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Bagian Keempat
Pengunduran Diri dan Tidak Berlakunya
Izin Penilai Publik

Pasal 12


(1) Penilai Publik dapat mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai Penilai Publik kepada Menteri.
(2) Menteri berwenang memberikan persetujuan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Permohonan pengunduran diri Penilai Publik disampaikan secara tertulis oleh Penilai Publik yang bersangkutan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. surat pernyataan pengunduran diri yang ditandatangani oleh Penilai Publik yang bersangkutan;
  2. surat persetujuan pengunduran diri Penilai Publik yang ditandatangani oleh seluruh Rekan bagi KJPP berbentuk badan usaha persekutuan;
  3. surat pernyataan yang ditandatangani oleh Penilai Publik yang bersangkutan mengenai penyelesaian perikatan profesional antara Penilai Publik dengan kliennya;
  4. asli surat izin Penilai Publik; dan
  5. surat permohonan, formulir permohonan pengunduran diri Penilai Publik yang dilengkapi, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Sekretaris Jenderal menolak permohonan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (4), apabila:
  1. Penilai Publik yang bersangkutan:
    1. sedang diperiksa oleh Sekretaris Jenderal atau diadukan oleh pihak lain yang layak ditindaklanjuti;
    2. telah dikenakan sanksi peringatan sebanyak 2 (dua) kali dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap;
    3. sedang menjalani kewajiban yang harus dilakukan berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; atau
    4. sedang menjalani sanksi pembekuan izin Penilai Publik; atau
  2. KJPP yang bersangkutan sedang menjalani sanksi pembekuan izin KJPP.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan pengunduran diri diterima secara lengkap.
(7) Permohonan pengunduran diri yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan pengunduran diri diterima.
(8) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(9) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dipenuhi, maka permohonan pengunduran diri sebagai Penilai Publik tidak dapat diproses dan pemohon dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(10) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada Penilai Publik yang pernah dikenakan sanksi pembekuan izin, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) tetap berlaku apabila yang bersangkutan menjadi Penilai Publik kembali.
(11) Dalam hal Penilai Publik yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki KJPP berbentuk badan usaha perseorangan, maka Sekretaris Jenderal atas nama Menteri mencabut izin usaha KJPP yang bersangkutan.


Pasal 13


(1) Izin Penilai Publik dinyatakan tidak berlaku apabila yang bersangkutan meninggal dunia.
(2) Dalam hal Penilai Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki KJPP berbentuk badan usaha perseorangan, maka izin usaha KJPP yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku.


BAB IV
KANTOR JASA PENILAI PUBLIK

Bagian Kesatu
Bentuk Badan Usaha

Pasal 14


(1) Badan usaha KJPP dapat berbentuk:
  1. Perseorangan; atau
  2. Persekutuan.
(2) KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh seorang Penilai Publik yang sekaligus bertindak sebagai Pemimpin.
(3) KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah persekutuan perdata atau firma.


Pasal 15


(1) KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan hanya dapat didirikan dan dijalankan oleh paling sedikit 2 (dua) orang Penilai Publik, dimana masing-masing sekutu merupakan Rekan dan salah seorang sekutu bertindak sebagai Pemimpin Rekan.
(2) Dalam hal KJPP berbentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b mempunyai Rekan bukan Penilai Publik, persekutuan dapat didirikan dan dijalankan apabila paling sedikit 60% (enam puluh per seratus) dari seluruh sekutu adalah Penilai Publik.
(3) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), yaitu:
  1. KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan didirikan dan dijalankan oleh kurang dari 2 (dua) orang Penilai Publik;
  2. KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan dipimpin oleh bukan Penilai Publik; atau
  3. KJPP berbentuk badan usaha persekutuan yang mempunyai Rekan bukan Penilai Publik, didirikan dan dijalankan oleh kurang dari 60% (enam puluh per seratus) Penilai Publik dari seluruh sekutu, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Bagian Kedua
Bidang Jasa KJPP

Pasal 16


(1) KJPP atau Cabang KJPP dalam memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3).
(2) KJPP atau Cabang KJPP dapat memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), setelah Penilai Publiknya memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memiliki kompetensi dibidangnya.
(3) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu dalam memberikan jasa Penilaian tidak sesuai dengan klasifikasi izin Penilai Publik yang dimiliki, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.
(4) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu memberikan jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), namun Penilai Publiknya tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki kompetensi dibidangnya dalam memberikan jasa lainnya, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Bagian Ketiga
Perizinan

Pasal 17


(1) Menteri berwenang memberikan izin usaha KJPP.
(2) Pemberian izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.


Pasal 18


(1) Untuk mendapatkan izin usaha KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 bagi KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan, Pemimpin KJPP mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin Penilai Publik;
  2. domisili Pemimpin sama dengan domisili KJPP yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga Penilai tetap dengan tingkat pendidikan formal paling rendah berijazah setara Diploma III;
  4. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  5. menjadi anggota Asosiasi Profesi yang dibuktikan dengan kartu keanggotaan Asosiasi Profesi yang masih berlaku;
  6. memiliki bukti domisili usaha yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat atau pengelola gedung perkantoran;
  7. memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor dan denah yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain;
  8. memiliki sistem pangkalan data Penilaian; dan
  9. membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin usaha KJPP berbentuk badan usaha perseorangan, membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa Pemimpin KJPP tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Untuk mendapatkan izin usaha KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 bagi KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan, Pemimpin Rekan KJPP yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki izin Penilai Publik bagi Rekan KJPP yang Penilai Publik;
  2. memiliki perjanjian kerjasama yang disahkan oleh notaris yang paling sedikit memuat:
    1. pihak-pihak yang melakukan persekutuan;
    2. alamat para Rekan;
    3. bentuk badan usaha persekutuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3);
    4. nama dan domisili KJPP;
    5. hak dan kewajiban para Rekan;
    6. Rekan yang berhak mengadakan perikatan, untuk dan atas nama KJPP, dengan pihak ketiga berkaitan dengan jasa yang diberikan;
    7. penunjukan salah satu Rekan yang menjadi Pemimpin Rekan atas persetujuan seluruh Rekan pada KJPP; dan
    8. penyelesaian sengketa dalam hal terjadi perselisihan.
  3. domisili Pemimpin Rekan sama dengan domisili KJPP yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  4. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga Penilai tetap dengan tingkat pendidikan formal paling rendah berijazah setara Diploma III;
  5. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) KJPP;
  6. menjadi anggota Asosiasi Profesi yang dibuktikan dengan kartu keanggotaan Asosiasi Profesi yang masih berlaku bagi Pemimpin Rekan dan Rekan KJPP yang Penilai Publik;
  7. memiliki bukti domisili usaha yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat atau pengelola gedung perkantoran;
  8. memiliki bukti kepemilikan atau sewa kantor dan denah yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain;
  9. memiliki sistem pangkalan data Penilaian; dan
  10. membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin usaha KJPP berbentuk badan usaha persekutuan, membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan tidak merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian fisik langsung atas permohonan izin usaha KJPP yang diajukan.


Pasal 19


(1) Izin usaha KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin usaha KJPP diterima secara lengkap.
(2) Permohonan izin usaha KJPP yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin usaha KJPP diterima.
(3) Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka permohonan izin usaha KJPP tidak dapat diproses dan Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) atau ayat (2).


Bagian Keempat
Cabang KJPP

Pasal 20


(1) Cabang KJPP hanya dapat dibuka oleh KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan dengan nama yang sama dengan nama KJPP.
(2) Cabang KJPP wajib dipimpin oleh seorang Penilai Publik yang merupakan Rekan KJPP yang bersangkutan.
(3) Cabang KJPP dapat dibuka di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(4) Pemimpin Cabang wajib berdomisili sesuai dengan domisili Cabang KJPP yang bersangkutan.
(5) Bidang jasa Cabang KJPP harus sesuai dengan bidang jasa KJPP.
(6) Jika Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), yaitu:
  1. dibuka oleh KJPP yang tidak berbentuk badan usaha persekutuan;
  2. tidak menggunakan nama yang sama dengan nama KJPP yang bersangkutan;
  3. tidak dipimpin oleh seorang Penilai Publik;
  4. dipimpin oleh Rekan yang bukan Penilai Publik;
  5. domisili Pemimpin Cabang tidak sesuai dengan domisili Cabang KJPP yang bersangkutan; atau
  6. bidang jasa Cabang KJPP tidak sesuai dengan bidang jasa KJPP, Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 21


(1) Menteri berwenang memberikan izin pembukaan Cabang KJPP.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.


Pasal 22


(1) Untuk mendapatkan izin pembukaan Cabang KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pemimpin Rekan KJPP mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki surat persetujuan dari seluruh Rekan KJPP mengenai penunjukan salah satu Rekan yang Penilai Publik menjadi Pemimpin Cabang;
  2. memiliki surat izin usaha KJPP;
  3. memiliki bukti bahwa Pemimpin Cabang KJPP adalah Penilai Publik yang dibuktikan dengan fotokopi izin Penilai Publik;
  4. domisili Pemimpin Cabang sama dengan domisili Cabang KJPP yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  5. mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang tenaga Penilai tetap dengan tingkat pendidikan formal paling rendah berijazah setara Diploma III;
  6. Memiliki tanda bukti pemilikan atau sewa kantor dan denah yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain;
  7. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Cabang KJPP;
  8. memiliki sistem pangkalan data Penilaian;
  9. memiliki tanda bukti domisili usaha yang diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat atau pengelola gedung perkantoran; dan
  10. membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan izin pembukaan Cabang KJPP, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap permohonan izin pembukaan Cabang KJPP yang diajukan.


Pasal 23


(1) Izin pembukaan Cabang KJPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin pembukaan Cabang KJPP diterima secara lengkap.
(2) Permohonan izin pembukaan Cabang KJPP yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin pembukaan Cabang KJPP diterima.
(3) Pemimpin Rekan KJPP dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka permohonan izin pembukaan Cabang KJPP tidak dapat diproses dan Pemimpin Rekan KJPP dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1).


Bagian Kelima
Kantor Perwakilan KJPP

Pasal 24


(1) KJPP dapat membuka kantor perwakilan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
(2) Kantor Perwakilan KJPP hanya dapat melakukan kegiatan pemasaran dalam lingkup kegiatan usaha KJPP.
(3) Kantor Perwakilan KJPP dilarang memberikan jasa Penilaian atau jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(4) Pembukaan Kantor Perwakilan KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak pembukaan Kantor Perwakilan KJPP dimaksud, dengan melampirkan:
  1. fotokopi surat izin usaha KJPP;
  2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab Kantor Perwakilan KJPP;
  3. surat keputusan Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP tentang pembukaan Kantor Perwakilan KJPP;
  4. surat keterangan domisili Kantor Perwakilan KJPP; dan
  5. surat pelaporan, formulir laporan pembukaan Kantor Perwakilan KJPP yang dilengkapi, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Jika Kantor Perwakilan KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu memberikan jasa Penilaian atau jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, KJPP yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Bagian Keenam
Penggunaan Nama KJPP

Pasal 25


(1) KJPP berbentuk badan usaha perseorangan menggunakan nama Penilai Publik yang bersangkutan.
(2) KJPP berbentuk badan usaha persekutuan menggunakan nama salah seorang atau lebih Penilai Publik yang merupakan Rekan KJPP yang bersangkutan.
(3) Nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak boleh menggunakan singkatan atau penggalan nama.
(4) Dalam hal nama Penilai Publik lebih dari 1 (satu) kata, nama KJPP harus menggunakan paling sedikit 1 (satu) kata yang merupakan bagian dari nama lengkap Penilai Publik dimaksud.
(5) Bagi KJPP berbentuk badan usaha persekutuan penambahan kata “& Rekan” di belakang nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat digunakan apabila jumlah Rekan pada KJPP yang bersangkutan lebih banyak dari jumlah Rekan yang namanya tercantum dalam nama KJPP.
(6) KJPP berbentuk badan usaha persekutuan dapat mempertahankan nama Penilai Publik yang telah mengundurkan diri atau meninggal dunia sebagai nama KJPP sepanjang mendapat persetujuan tertulis dari anggota persekutuan yang mengundurkan diri tersebut atau dari ahli waris Penilai Publik yang meninggal dunia, yang disahkan dengan Akta Notaris.
(7) Nama Penilai Publik yang mengundurkan diri dan namanya dipakai sebagai nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (6), tidak boleh digunakan pada KJPP lain.


Pasal 26


(1) KJPP wajib menggunakan nama KJPP sesuai dengan nama KJPP yang tercantum dalam izin usahanya;
(2) Nama KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta nomor izin usahanya wajib dicantumkan pada papan nama dan dipasang pada bagian depan kantor KJPP atau Cabang KJPP.
(3) KJPP atau Cabang KJPP wajib mencantumkan pada kepala surat paling sedikit nama lengkap, alamat, bidang jasa dan nomor izin usaha KJPP dan izin pembukaan Cabang KJPP.
(4) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), yaitu:
  1. KJPP menggunakan nama KJPP tidak sesuai dengan nama KJPP yang tercantum dalam izin usahanya;
  2. Nama KJPP beserta nomor izin usahanya tidak dicantumkan pada papan nama dan tidak dipasang pada bagian depan kantor KJPP; atau
  3. KJPP tidak mencantumkan pada kepala surat paling sedikit nama lengkap, alamat, bidang jasa, dan nomor izin usaha KJPP, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administrasi berupa peringatan.
(5) Jika Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yaitu:
  1. Nama KJPP yang bersangkutan beserta nomor izin usahanya tidak dicantumkan pada papan nama dan tidak dipasang pada bagian depan kantor Cabang KJPP; atau
  2. Cabang KJPP tidak mencantumkan pada kepala surat paling sedikit nama lengkap, alamat, bidang jasa, dan nomor izin pembukaan Cabang KJPP,  Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Bagian Ketujuh
Penutupan KJPP atau Cabang KJPP

Pasal 27


(1) Penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP wajib mendapatkan izin dari Menteri.
(2) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri menetapkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Permohonan penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP disampaikan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
a. surat pernyataan tentang penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP yang ditandatangani oleh:
  1. Pemimpin KJPP bagi KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan;
  2. seluruh Rekan KJPP bagi KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan.
b. surat pernyataan tentang penyelesaian perikatan antara KJPP dan/atau Cabang KJPP dengan kliennya yang ditandatangani oleh:
  1. Pemimpin KJPP bagi KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan;
  2. seluruh Rekan KJPP bagi KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan.
c. asli surat izin usaha KJPP dan/atau Cabang KJPP; dan
d.
  1. bagi KJPP, melampirkan surat permohonan, formulir permohonan penutupan usaha KJPP, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X Peraturan Menteri Keuangan ini; atau
  2. bagi Cabang KJPP, melampirkan surat permohonan, formulir permohonan penutupan Cabang KJPP, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Izin penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP diterima secara lengkap.
(5) Permohonan izin penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP diterima.
(6) Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(7) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak terpenuhi, maka permohonan dinyatakan tidak berlaku.
(8) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dilengkapi, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak permohonan penutupan KJPP dan/atau Cabang KJPP diajukan, Sekretaris Jenderal atas nama Menteri mencabut izin usaha KJPP dan/atau izin pembukaan Cabang KJPP.


Bagian Kedelapan
Pengaktifan Kembali Izin Usaha KJPP dan
Izin Pembukaan Cabang KJPP
Yang Dikenakan Sanksi Pembekuan

Pasal 28


(1) Menteri berwenang memberikan persetujuan kepada KJPP atau Cabang KJPP untuk memberikan jasa kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 setelah berakhirnya masa pembekuan izin usaha.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.
(3) KJPP atau Cabang KJPP yang dikenakan sanksi pembekuan izin usaha, apabila masa pembekuan tersebut telah berakhir, Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP wajib mengajukan permohonan guna mendapatkan persetujuan untuk memberikan jasa kembali kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bagi KJPP berbentuk badan usaha perseorangan, wajib melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf e, huruf f, dan huruf g;
b. bagi KJPP berbentuk badan usaha persekutuan, wajib melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, dan huruf h;
c. bagi Cabang KJPP wajib melampirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, dan huruf i; dan
d.
  1. bagi KJPP membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan persetujuan untuk memberikan jasa kembali setelah dikenakan sanksi pembekuan izin usaha, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII Peraturan Menteri Keuangan ini; atau
  2. bagi Cabang KJPP membuat surat permohonan, melengkapi formulir permohonan persetujuan untuk memberikan jasa kembali setelah dikenakan sanksi pembekuan izin pembukaan Cabang KJPP, dan membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) KJPP atau Cabang KJPP yang dikenakan sanksi pembekuan izin usaha, dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sebelum mendapatkan persetujuan untuk memberikan jasa kembali oleh Menteri.
(5) Permohonan guna mendapatkan persetujuan untuk memberikan jasa kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling singkat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum berakhirnya masa sanksi pembekuan izin usaha KJPP atau Cabang KJPP.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan persetujuan diterima secara lengkap.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan persetujuan diterima.
(8) Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP wajib melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(9) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yaitu memberikan jasa kembali sebelum mendapatkan persetujuan dari Menteri, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi pembekuan izin.


BAB V
KERJASAMA DENGAN KJPPA

Pasal 29


(1) KJPP dapat melakukan kerjasama teknis di bidang jasa Penilaian dengan KJPPA.
(2) KJPP yang melakukan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mencantumkan nama KJPPA pada nama kantor, kepala surat, dokumen, dan media lainnya, bersama-sama dengan nama KJPP setelah mendapat persetujuan dari Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.
(3) Penulisan huruf pada nama KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilarang melebihi besarnya huruf nama KJPP dimaksud.
(4) KJPP hanya dapat melakukan kerjasama dengan 1 (satu) KJPPA.
(5) KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak melakukan kerjasama dengan KJPP lain.
(6) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam Bahasa Indonesia dan wajib memuat ketentuan sebagai berikut:
  1. melakukan perjanjian kerjasama secara langsung dengan 1 (satu) KJPPA yang tidak melakukan kerjasama dengan KJPP lain;
  2. kerjasama bersifat berkelanjutan yaitu tidak terbatas hanya untuk suatu penugasan tertentu, yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama;
  3. kerjasama paling sedikit mencakup bidang Penilaian, yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama;
  4. terdapat review mutu bersama paling sedikit sekali dalam 4 (empat) tahun;
  5. identitas para pihak yang melakukan kerjasama;
  6. tidak menggunakan nama KJPPA yang sedang digunakan oleh KJPP lain;
  7. hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melakukan perjanjian kerjasama;
  8. penyelesaian sengketa dalam hal terjadi perselisihan;
  9. pernyataan bahwa kerjasama pencantuman nama KJPPA hanya dengan KJPP tersebut;
  10. dukungan teknis KJPPA kepada KJPP sesuai dengan lingkup perjanjian kerjasama; dan
  11. perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf j harus disahkan oleh Notaris.
(7) Permohonan untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan secara tertulis oleh Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:
  1. profil KJPPA;
  2. fotokopi perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
  3. surat permohonan, formulir permohonan melakukan kerjasama teknis di bidang jasa Penilaian dengan KJPPA yang dilengkapi, dan surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV Peraturan Menteri Keuangan ini.
(8) Sekretaris Jenderal atas nama Menteri berwenang membatalkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila:
  1. KJPP tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
  2. KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dicabut izin usahanya atau bubar; atau
  3. KJPP dicabut izin usahanya.
(9) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak berlaku, apabila izin usaha KJPP dinyatakan tidak berlaku.
(10) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), yaitu Penulisan huruf pada nama KJPPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melebihi besarnya huruf nama KJPP yang bersangkutan, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 30


(1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan persetujuan diterima secara lengkap.
(2) Permohonan persetujuan yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan persetujuan diterima.
(3) Pemohon dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(4) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi, maka permohonan persetujuan tidak dapat diproses dan pemohon dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6) dan ayat (7).


BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31


(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Penilai Publik, KJPP, dan Cabang KJPP.
(2) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sekretaris Jenderal.
(3) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat atau masukan dari Asosiasi Profesi dan/atau pihak yang terkait.


Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 32


(1) Dalam memberikan jasanya, Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP wajib mematuhi:
  1. Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini; atau
  2. Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bidang jasa Penilaian yang diberikan.
(2) Jika Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dalam memberikan jasanya tidak mematuhi Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) yang ditetapkan oleh Asosiasi Profesi, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini atau peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bidang jasa Penilaian yang diberikan, Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.


Pasal 33


(1) Laporan Penilaian dan jasa lainnya yang diterbitkan oleh KJPP atau Cabang KJPP wajib ditandatangani Penilai Publik.
(2) Dalam Laporan Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dicantumkan nomor izin dan klasifikasi izin Penilai Publik yang bersangkutan.
(3) Laporan Penilaian dan jasa lainnya wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia.
(4) Dalam hal Laporan Penilaian dan jasa lainnya juga dibuat selain dengan Bahasa Indonesia maka Laporan Penilaian dan jasa lainnya dimaksud harus memuat informasi yang sama.
(5) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), yaitu:
  1. tidak dicantumkan nomor izin dan klasifikasi izin Penilai Publik yang bersangkutan pada Laporan Penilaian dan jasa lainnya yang diterbitkan oleh KJPP atau Cabang KJPP;
  2. Laporan Penilaian dan jasa lainnya tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia; atau
  3. Laporan Penilaian dan jasa lainnya yang dibuat dengan Bahasa Indonesia dan juga dibuat dengan bahasa lain, tetapi tidak memuat informasi yang sama.
Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku juga bagi KJPP atau Cabang KJPP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), atau ayat (4), KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.
(7) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Laporan Penilaian atau jasa lainnya yang diterbitkan oleh KJPP atau Cabang KJPP yang bersangkutan tidak ditandatangani oleh Penilai Publik, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 34


(1) Penilai Publik dilarang merangkap jabatan sebagai:
  1. pejabat negara;
  2. pemimpin, anggota, atau pegawai pada lembaga pemerintahan, lembaga negara, atau lembaga lainnya yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
  3. pimpinan, pengurus, atau pegawai pada badan usaha milik negara, daerah, swasta, atau rekan pada badan usaha lainnya;
  4. pimpinan, pengurus, atau pegawai pada badan hukum lainnya;
  5. pimpinan atau pengurus pada partai politik;
  6. pimpinan, pengurus, atau pegawai pada lembaga pendidikan; atau
  7. komisaris, komite yang bertanggung jawab kepada komisaris, atau jabatan lain yang menjalankan fungsi yang sama dengan komisaris atau komite dimaksud pada lebih dari 2 (dua) badan usaha milik negara, daerah, swasta, atau badan hukum lainnya.
(2) Penilai Publik dan Rekan KJPP dilarang memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KJPP.
(3) Larangan merangkap jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Penilai Publik yang merangkap jabatan sebagai:
  1. dosen pada perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan sebagai rektor, pembantu rektor, dekan, pembantu dekan, ketua sekolah tinggi, direktur, atau jabatan yang setara;
  2. komisaris, komite yang bertanggung jawab kepada komisaris, atau jabatan lain yang menjalankan fungsi yang sama dengan komisaris atau komite dimaksud, pada tidak lebih dari 2 (dua) badan usaha milik negara, daerah, swasta, atau badan hukum lainnya; atau
  3. pimpinan, pengurus, atau pegawai pada Asosiasi Profesi, yayasan keagamaan, atau badan hukum lain yang semata-mata didirikan untuk kepentingan sosial.
(4) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu Penilai Publik melakukan perangkapan jabatan, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan;
(5) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu memiliki atau menjadi Rekan pada lebih dari 1 (satu) KJPP, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 35


(1) Penilai Publik wajib berdomisili di wilayah Republik Indonesia.
(2) Penilai Publik wajib menjadi anggota Asosiasi Profesi.
(3) Kewajiban domisili sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Penilai Publik yang menjalani masa penghentian pemberian jasa Penilai Publik untuk sementara waktu atas permintaan sendiri.
(4) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), yaitu tidak berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau tidak menjadi anggota Asosiasi Profesi, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.


Pasal 36


(1) Penilai Publik wajib mengikuti Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) yang diselenggarakan dan/atau yang diakui oleh Asosiasi Profesi dan PPAJP.
(2) Jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) yang wajib diikuti oleh Penilai Publik paling sedikit 25 (dua puluh lima) SKP setiap tahun, dengan paling sedikit 5 (lima) SKP diantaranya berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan Penilai Publik.
(3) Penilai Publik wajib melakukan penyetaraan jumlah SKP kepada Asosiasi Profesi apabila mengikuti PPL yang diselenggarakan oleh selain Asosiasi Profesi dan PPAJP.
(4) Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan sendiri, tetap wajib mengikuti Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) sebanyak 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit PPL (SKP) dengan paling sedikit 5 (lima) SKP diantaranya berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan Penilai Publik untuk periode 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu.
(5) Penilai Publik wajib menyampaikan laporan realisasi PPL tahunan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama pada akhir bulan Januari tahun berikutnya dengan menggunakan formulir laporan realisasi PPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV Peraturan Menteri Keuangan ini.
(6) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) yaitu:
  1. tidak mengikuti PPL yang diselenggarakan atau yang diakui oleh Asosiasi Profesi dan PPAJP;
  2. jumlah SKP yang wajib diikuti oleh Penilai Publik tidak memenuhi 25 (dua puluh lima) SKP setiap tahun, dengan paling sedikit 5 (lima) SKP diantaranya berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan Penilai Publik;
  3. tidak melakukan penyetaraan jumlah SKP kepada Asosiasi Profesi yang mengikuti PPL yang diselenggarakan oleh selain Asosiasi Profesi dan PPAJP;
  4. tidak mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam huruf b, untuk periode 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu, bagi Penilai Publik yang sedang menjalani masa penghentian pemberian jasa untuk sementara waktu atas permintaan sendiri; atau
  5. tidak menyampaikan laporan realisasi PPL tahunan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama pada akhir bulan Januari tahun berikutnya dengan menggunakan formulir laporan realisasi PPL sebagaimana tercantum dalam Lampiran XV Peraturan Menteri Keuangan ini, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 37


(1) Penilai Publik wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan sejak:
  1. menjadi Pemimpin Rekan atau Rekan KJPP dengan melampirkan perjanjian kerjasama yang disahkan oleh Notaris;
  2. mengundurkan diri dari KJPP; atau
  3. pindah domisili.
(2) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir laporan pindah domisili, pengunduran diri dari KJPP, atau status Pemimpin Rekan dan/atau Rekan KJPP sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu tidak melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama 1 (satu) bulan, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 38


(1) KJPP yang mempekerjakan tenaga asing wajib menyampaikan laporan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling sedikit memuat nama tenaga asing, izin kerja tenaga asing yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, kewarganegaraan, keahlian, rencana kerja, dan jangka waktu penugasan, paling lama 1 (satu) bulan sejak tenaga asing yang bersangkutan dipekerjakan.
(2) Jika KJPP yang mempekerjakan tenaga asing melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu KJPP tidak menyampaikan laporan sebagaimana tersebut pada ayat (1) kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 39


(1) KJPP wajib menyampaikan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat laporan tahunan sebagai berikut:
  1. laporan kegiatan usaha;
  2. laporan keuangan KJPP;
  3. laporan realisasi program kerjasama dengan KJPPA; dan
  4. laporan realisasi penggunaan tenaga asing.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan paling lama pada akhir bulan April tahun berikutnya.
(3) Penyampaian laporan tahunan dilaksanakan dengan menggunakan formulir laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, laporan realisasi program kerjasama dengan KJPPA, dan laporan realisasi penggunaan tenaga kerja asing serta membuat surat pernyataan bermeterai cukup yang menyatakan bahwa data persyaratan yang disampaikan adalah benar dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diserahkan dalam bentuk hard copy dan soft copy dengan sistem aplikasi.
(5) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian langsung terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) yaitu:
  1. tidak menyampaikan kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat laporan tahunan;
  2. tidak menyampaikan dengan lengkap kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat laporan tahunan;
  3. menyampaikan laporan tahunan melampaui akhir bulan April tahun berikutnya; atau
  4. laporan tahunan tidak disertai dengan soft copy, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 40


(1) KJPP wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama dalam 1 (satu) bulan sejak:
  1. terjadinya perubahan alamat KJPP dan/atau Cabang KJPP dengan melampirkan fotokopi tanda bukti kepemilikan atau sewa kantor, surat keterangan domisili dan denah kantor yang menunjukkan kantor terisolasi dari kegiatan lain;
  2. terjadinya perubahan susunan Rekan dengan melampirkan perjanjian kerjasama yang disahkan oleh Notaris;
  3. terjadinya perubahan Pemimpin Rekan dan/atau Pemimpin Cabang KJPP dengan melampirkan surat persetujuan dari seluruh Rekan mengenai perubahan tersebut;
  4. pemimpin rekan dan/atau rekan KJPP mengundurkan diri atau meninggal dunia; atau
  5. penutupan Kantor Perwakilan.
(2) KJPP wajib melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama dalam 1 (satu) bulan sejak:
  1. berakhirnya kerjasama dengan KJPPA; atau
  2. KJPPA yang melakukan perjanjian kerjasama dengan KJPP oleh negara asal dicabut izin usahanya atau bubar.
(3) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir laporan perubahan alamat KJPP dan/atau Cabang KJPP, perubahan susunan Rekan KJPP, perubahan Pemimpin/Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KJPP, dan penutupan Kantor Perwakilan sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVIII Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan formulir laporan untuk mengakhiri kerjasama dengan pencantuman nama KJPPA bersama-sama dengan nama KJPP sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIX Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Kepala Pusat atas nama Sekretaris Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan kepada KJPP yang telah melaporkan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak pelaporan diterima secara lengkap.
(7) Kepala Pusat dapat menunjuk pejabat atau petugas untuk melakukan penelitian fisik langsung terhadap laporan perubahan domisili KJPP.
(8) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yaitu tidak melaporkan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat paling lama dalam 1 (satu) bulan, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 41


(1) KJPP atau Cabang KJPP wajib:
  1. dipimpin oleh Penilai Publik;
  2. mempunyai tenaga Penilai tetap paling sedikit 2 (dua) orang dengan tingkat pendidikan formal yang paling rendah berijazah setara Diploma III;
  3. mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  4. memiliki atau menyewa kantor yang terisolasi dari kegiatan lain;
  5. mempunyai sistem pangkalan data Penilaian; dan
  6. menyelenggarakan dan memelihara catatan mengenai pekerjaan dan jam kerja setiap Penilai Publik dalam penugasan Penilaian.
(2) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan dengan tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 42


(1) Setiap perubahan nama KJPP, bentuk badan usaha KJPP, domisili KJPP, dan/atau domisili Cabang KJPP wajib mendapat izin dari Menteri.
(2) Kewajiban mendapatkan izin dari Menteri untuk perubahan domisili sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.
(4) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), atau Pasal 22 ayat (1), serta melampirkan surat izin asli yang telah ditetapkan sebelumnya.
(5) Dengan diberikannya surat izin usaha yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), surat izin usaha yang telah diterbitkan sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
(6) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima secara lengkap.
(7) Permohonan izin yang dinyatakan tidak lengkap akan disampaikan pemberitahuan tertulis oleh Kepala Pusat paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan izin diterima.
(8) Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP dapat melengkapi persyaratan yang dinyatakan tidak lengkap paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan tertulis.
(9) Apabila kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak dipenuhi, maka permohonan izin tidak dapat diproses dan Pemimpin atau Pemimpin Rekan KJPP dapat mengajukan permohonan baru dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(10) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu perubahan nama KJPP, bentuk badan usaha KJPP, domisili KJPP, atau domisili Cabang KJPP tanpa mendapat izin dari Menteri, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 43


(1) KJPP dilarang membuka kantor dalam bentuk lain, kecuali bentuk Cabang KJPP dan/atau Kantor Perwakilan KJPP.
(2) KJPP dilarang menggunakan nama Penilai Publik yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.
(3) KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan dilarang memberikan jasa Penilaian dan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, apabila Pemimpin KJPP yang bersangkutan sedang menjalani penghentian pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(4) KJPP dilarang mencantumkan nama KJPPA yang telah bubar.
(5) Jika KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (4), yaitu membuka kantor selain bentuk Cabang KJPP dan/atau Kantor Perwakilan KJPP, menggunakan nama Penilai Publik yang dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin, atau mencantumkan nama KJPPA yang telah bubar, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.
(6) Jika KJPP yang berbentuk badan usaha perseorangan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), yaitu melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, apabila Pemimpin KJPP yang bersangkutan sedang menjalani penghentian pemberian jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 44


(1) Pemimpin Rekan KJPP dilarang merangkap sebagai Pemimpin Cabang KJPP atau Kantor Perwakilan KJPP.
(2) Seorang Rekan KJPP dilarang memimpin lebih dari 1 (satu) Cabang KJPP atau Kantor Perwakilan KJPP.
(3) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), yaitu merangkap sebagai Pemimpin Cabang KJPP atau Kantor Perwakilan KJPP atau memimpin lebih dari 1 (satu) Cabang KJPP atau Kantor Perwakilan KJPP, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.


Pasal 45


(1) Penilai Publik bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) KJPP atau Cabang KJPP bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(3) Penilai Publik bertanggung jawab atas Laporan Penilaian dan kertas kerja dari Penilai Publik yang bersangkutan.
(4) Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP wajib memelihara Laporan Penilaian, kertas kerja Penilaian dan dokumen pendukung lainnya dari Penilai Publik yang bersangkutan selama 10 (sepuluh) tahun.
(5) Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dilarang mencantumkan namanya pada dokumen atau komunikasi tertulis yang memuat Laporan Penilaian, dalam hal Penilaian tidak dilakukan oleh Penilai Publik, KJPP, dan Cabang KJPP yang bersangkutan.
(6) Jika Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (3), yaitu Penilai Publik tidak bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikan, atau Penilai Publik tidak bertanggung jawab atas Laporan Penilaian dan kertas kerja dari Penilai Publik yang bersangkutan, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
(7) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu KJPP atau Cabang KJPP tidak bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikan, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
(8) Jika Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yaitu tidak memelihara Laporan Penilaian, kertas kerja Penilaian dan dokumen pendukung lainnya dari Penilai Publik yang bersangkutan selama 10 (sepuluh) tahun, Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.
(9) Jika Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yaitu mencantumkan namanya pada dokumen atau komunikasi tertulis yang memuat Laporan Penilaian, dalam hal Penilaian tidak dilakukan oleh KJPP atau Cabang KJPP yang bersangkutan, Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 46


Izin Penilai Publik, izin usaha KJPP, atau izin pembukaan Cabang KJPP berlaku di seluruh wilayah Republik Indonesia.


Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 47


(1) Dalam melakukan pengawasan, Sekretaris Jenderal melakukan pemeriksaan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu terhadap Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menilai ketaatan Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan rencana pemeriksaan tahunan yang ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal.
(4) Pemeriksaan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan apabila:
  1. hasil pemeriksaan berkala memerlukan tindak lanjut;
  2. terdapat pengaduan masyarakat; atau
  3. terdapat informasi yang layak ditindaklanjuti.
(5) Dalam melaksanakan fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Jenderal dapat meminta pendapat atau masukan dari Asosiasi Profesi dan/atau pihak yang terkait.


Pasal 48


(1) Sekretaris Jenderal dapat menunjuk dan menugaskan pejabat atau petugas sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pemeriksa wajib memperlihatkan surat tugas kepada Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, atau Pemimpin Cabang KJPP yang diperiksa.
(3) Pemeriksa tidak diperkenankan membawa kertas kerja Penilaian dan/atau dokumen pendukung Penilaian lainnya dari Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP kecuali salinannya atau copynya sebagai dokumen pendukung hasil pemeriksaan.
(4) Pemeriksa wajib merahasiakan hal-hal atau informasi yang diperoleh selama pemeriksaan maupun hasil pemeriksaan kepada pihak lain yang tidak berhak dan tidak berwenang.


Pasal 49


(1) Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP yang diperiksa wajib memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya, serta memberikan keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan kepada pemeriksa.
(2) Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP yang diperiksa dilarang menolak, menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan.
(3) Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dianggap menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan, apabila:
  1. tidak memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya yang diperlukan;
  2. tidak memberikan copy kertas kerja, laporan dan dokumen lainnya yang diperlukan;
  3. tidak memberikan keterangan yang diperlukan;
  4. memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan dan dokumen palsu lainnya maupun memberikan keterangan palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
  5. tidak memenuhi panggilan.
(4) Jika Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) yaitu:
  1. tidak memperlihatkan dan meminjamkan kertas kerja, laporan, dan dokumen lainnya serta tidak memberikan keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan kepada pemeriksa;
  2. menolak, menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan; atau
  3. dianggap menghindar dan/atau menghambat pemeriksaan,Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 50


(1) Pemeriksa menyampaikan simpulan sementara hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Penilai Publik, Pemimpin, Pemimpin Rekan, atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa.
(2) Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa dapat memberikan tanggapan tertulis atas kesimpulan sementara hasil pemeriksaan paling lama pada saat pembahasan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(3) Pemeriksa melakukan pembahasan hasil pemeriksaan dengan Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa sebelum berakhirnya surat tugas pemeriksaan.
(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam risalah pembahasan hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa, Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa.
(5) Dalam hal Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa tidak bersedia menandatangani risalah pembahasan hasil pemeriksaan, maka yang bersangkutan harus membuat surat pernyataan penolakan beserta alasan bukti pendukungnya.
(6) Pemeriksa menandatangani secara sepihak risalah pembahasan hasil pemeriksaan apabila Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani risalah pembahasan hasil pemeriksaan.


Pasal 51


(1) Pemeriksa wajib membuat berita acara pemeriksaan.
(2) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditandatangani oleh Pemeriksa, Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa.
(3) Dalam hal Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan, maka yang bersangkutan harus membuat surat pernyataan penolakan beserta alasan dan bukti pendukungnya.
(4) Surat Pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dipertimbangkan dalam menetapkan hasil pemeriksaan.
(5) Pemeriksa menetapkan secara sepihak berita acara pemeriksaan dalam hal Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa tidak bersedia atau tidak hadir untuk menandatangani berita acara pemeriksaan.


Pasal 52


Sekretaris Jenderal menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada Penilai Publik dan/atau Pemimpin atau Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang dari KJPP yang diperiksa paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak pemeriksaan berakhir.


Bagian Ketiga
Asosiasi Profesi

Pasal 53


Asosiasi Profesi yang diakui Pemerintah adalah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).


Pasal 54


(1) Ujian Sertifikasi Penilai (USP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi.
(2) Asosiasi Profesi wajib melaporkan rencana penyelenggaraan USP kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat yang mencakup silabus, metode penilaian kelulusan, susunan panitia penyelenggara, waktu dan tempat penyelenggaraan, serta frekuensi penyelenggaraan ujian yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun pada setiap akhir bulan Oktober sebelum periode penyelenggaraan USP.
(3) Asosiasi Profesi wajib melaporkan daftar nama lulusan USP untuk periode 1 (satu) tahun paling lama pada setiap akhir bulan Januari tahun berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat.
(4) Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan USP.


Pasal 55


(1) Asosiasi Profesi menyusun dan menetapkan Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI).
(2) Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap SPI dan KEPI.


Pasal 56


(1) Asosiasi Profesi wajib melaporkan rencana penyelenggaraan Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat yang paling sedikit mencakup silabus, metode, dan jadwal PPL yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun pada setiap akhir bulan Oktober sebelum periode penyelenggaraan PPL.
(2) Asosiasi Profesi wajib melaporkan daftar nama peserta PPL dan jumlah Satuan Kredit PPL (SKP) untuk periode 1 (satu) tahun paling lama setiap akhir bulan Januari tahun berikutnya kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat.
(3) Asosiasi Profesi wajib melaporkan pengakuan dan penyetaraan jumlah SKP yang diselenggarakan oleh selain Asosiasi Profesi kepada Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat.
(4) Sekretaris Jenderal u.p. Kepala Pusat dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPL yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi.


BAB VII
TATA CARA PENGENAAN SANKSI

Pasal 57


(1) Pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Keuangan ini dikenakan sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin.
(2) Menteri mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP.
(3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri.
(4) Pengenaan sanksi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. tidak harus dikenakan secara berurutan.
  2. sanksi berlaku sejak tanggal ditetapkan.
  3. sanksi peringatan atau sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan suatu kewajiban atau rekomendasi tertentu.


Pasal 58


(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) dilakukan berdasarkan berat ringannya pelanggaran, yaitu:
  1. sanksi peringatan dikenakan terhadap pelanggaran ringan;
  2. sanksi pembekuan izin dikenakan terhadap pelanggaran berat; dan
  3. sanksi pencabutan izin dikenakan terhadap pelanggaran sangat berat.
(2) Pelanggaran ringan adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang diberikan sanksi administratif berupa peringatan; atau
  2. pelangggaran terhadap ketentuan Pasal 32 dalam penugasan yang tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian.
(3) Pelanggaran berat adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 32 dalam penugasan yang berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian;
  2. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 ayat (1) huruf a, ayat (2), dan ayat (3), Pasal 66 ayat (1) huruf b, ayat (2), ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a, Pasal 67 huruf a dan Pasal 69; atau
  3. pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang diberikan sanksi administratif berupa pembekuan izin.
(4) Pelanggaran sangat berat adalah pelanggaran yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 32 dalam penugasan yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap hasil Penilaian yang disajikan dalam Laporan Penilaian;
  2. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3), Pasal 61 ayat (1) huruf b, Pasal 65 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 66 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3) huruf b, dan ayat (4) huruf b, Pasal 67 huruf b, huruf c, dan huruf d; atau
  3. pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang diberikan sanksi administratif berupa pencabutan izin.


Pasal 59


(1) Sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir.
(2) Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang telah dikenakan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi pembekuan izin atas pelanggaran ringan berikutnya.


Pasal 60


(1) Sanksi pembekuan izin dikenakan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2) Sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) diberikan paling banyak 2 (dua) kali.
(3) Dalam hal Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang telah dikenakan sanksi pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka terhadap pelanggaran berat berikutnya dikenakan sanksi pencabutan izin.


Pasal 61


(1) Izin usaha KJPP yang berbentuk usaha perseorangan:
  1. dibekukan apabila izin Penilai Publik yang bersangkutan dibekukan;
  2. dicabut apabila izin Penilai Publik yang bersangkutan dicabut.
(2) Izin usaha KJPP yang berbentuk badan usaha persekutuan dibekukan apabila izin Penilai Publik seluruh Rekan KJPP yang bersangkutan dibekukan.
(3) KJPP dibekukan izin usahanya apabila Kantor Perwakilan KJPP yang bersangkutan melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (3).


Pasal 62


(1) Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin dilarang:
  1. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; atau
  2. menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KJPP.
(2) Jika Penilai Publik melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 atau menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang KJPP, Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 63


(1) KJPP atau Cabang KJPP yang dikenakan sanksi pembekuan izin dilarang:
  1. memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16;
  2. mengajukan permohonan penutupan KJPP.
(2) Jika KJPP atau Cabang KJPP melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau mengajukan permohonan penutupan KJPP, KJPP atau Cabang KJPP dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.

 

Pasal 64


(1) Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin wajib memenuhi ketentuan mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Penilai Publik yang dikenakan sanksi pembekuan izin tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(3) KJPP dan/atau Cabang KJPP yang dikenakan sanksi pembekuan izin tidak dibebaskan dari tanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
(4) Pemimpin, Pemimpin Rekan, dan/atau Rekan KJPP yang Penilai Publik dilarang pindah ke KJPP lain apabila KJPP yang bersangkutan sedang dikenakan sanksi pembekuan izin.
(5) Jika Penilai Publik yang dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu tidak mengikuti PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan ayat (2), Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa peringatan.
(6) Jika Pemimpin, Pemimpin Rekan, dan/atau Rekan KJPP yang Penilai Publik melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), yaitu pindah ke KJPP lain, Pemimpin, Pemimpin Rekan, dan/atau Rekan KJPP yang Penilai Publik dimaksud dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin.


Pasal 65


(1) Penilai Publik yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin, tidak melakukan pengajuan permohonan persetujuan untuk memberikan jasa kembali dikenakan sanksi pencabutan izin.
(2) KJPP yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin usaha, tidak melakukan pengajuan permohonan persetujuan untuk memberikan jasa kembali dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.
(3) Cabang KJPP yang dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berakhirnya masa pembekuan izin Pembukaan Cabang, tidak melakukan pengajuan permohonan persetujuan untuk memberikan jasa kembali dikenakan sanksi pencabutan izin pembukaan Cabang.
(4) Apabila KJPP dan/atau Cabang KJPP setelah masa pengenaan sanksi pembekuan izin berakhir akan ditutup, maka Pemimpin atau Pemimpin Rekan wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3).
(5) KJPP yang tidak melaporkan bubarnya dan/atau putusnya hubungan dengan KJPPA dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dikenakan sanksi pembekuan izin.


Pasal 66


(1) Penilai Publik dapat dikenakan:
  1. sanksi peringatan apabila Penilai Publik yang bersangkutan mendapat sanksi peringatan keanggotaan dari Asosiasi Profesi;
  2. sanksi pembekuan izin apabila Penilai Publik yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari Asosiasi Profesi; atau
  3. sanksi pencabutan izin apabila Penilai Publik yang bersangkutan mendapat sanksi pemberhentian keanggotaan dari Asosiasi Profesi.
(2) Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP dapat dikenakan sanksi peringatan, pembekuan izin, atau pencabutan izin apabila Penilai Publik, KJPP dan/atau Cabang KJPP tersebut dikenakan sanksi oleh instansi pemerintah lainnya.
(3) Izin Penilai Publik:
  1. dibekukan apabila izin usaha KJPP berbentuk badan usaha perseorangan yang bersangkutan dibekukan;
  2. dicabut apabila izin usaha KJPP berbentuk badan usaha perseorangan yang bersangkutan dicabut.
(4) Izin Penilai Publik Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang:
  1. dibekukan apabila izin usaha KJPP berbentuk badan usaha persekutuan atau Cabang KJPP yang bersangkutan dibekukan;
  2. dicabut apabila izin usaha KJPP berbentuk badan usaha persekutuan atau Cabang KJPP yang bersangkutan dicabut.
(5) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kewenangan Menteri untuk melakukan pemeriksaan terhadap Penilai Publik, KJPP, dan/atau Cabang KJPP yang bersangkutan apabila terdapat keberatan dari masyarakat terhadap sanksi yang dikenakan dan/atau terdapat informasi yang layak untuk ditindaklanjuti.


Pasal 67


Izin Cabang KJPP:
  1. dibekukan apabila izin usaha KJPP yang bersangkutan dibekukan;
  2. dicabut apabila izin usaha KJPP yang bersangkutan dicabut;
  3. dicabut apabila KJPP yang bersangkutan menutup kegiatan usahanya; atau
  4. dicabut apabila KJPP menutup kegiatan Cabang KJPP yang bersangkutan.


Pasal 68


(1) Dalam hal Cabang KJPP dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap Pasal 41, KJPP yang bersangkutan dikenakan sanksi peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).
(2) Dalam hal Cabang KJPP dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap Pasal 32 dan/atau Pasal 45 ayat (2), KJPP yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1).


Pasal 69


(1) Penilai Publik dikenakan sanksi pembekuan apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan/atau ayat (3).
(2) KJPP dikenakan sanksi pembekuan apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun berturut-turut tidak memberikan jasa Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.


Pasal 70


(1) Sanksi pembekuan dan pencabutan izin Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP diumumkan kepada masyarakat.
(2) Sanksi peringatan terhadap Penilai Publik, KJPP, atau Cabang KJPP dapat diumumkan kepada masyarakat.


BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 71


(1) Penilai, Usaha Jasa Penilai (UJP) yang berbentuk usaha sendiri atau kerjasama dan Cabang UJP yang berbentuk usaha kerjasama, yang telah memiliki izin dan masih berlaku pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dinyatakan telah memperoleh izin berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) UJP yang berbentuk usaha sendiri atau kerjasama dan Cabang UJP yang berbentuk usaha kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyesuaikan nama badan usaha menjadi Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) atau Cabang KJPP dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan dengan menyampaikan asli izin UJP dan akta perubahan bagi UJP yang berbentuk kerjasama.
(3) UJP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berbentuk kerjasama wajib menyesuaikan komposisi Penilai Publik sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 15 ayat (2) dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan.
(4) UJP yang telah melakukan kerjasama dengan mencantumkan nama Usaha Jasa Penilai Asing bersama-sama dengan nama UJP pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Pasal 29 paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(5) Permohonan izin Penilai, UJP, dan Cabang UJP yang telah diajukan dan sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini namun belum memperoleh izin, wajib diajukan kembali sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(6) Penilai yang telah memperoleh izin berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai tetap berlaku, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan wajib mempunyai KJPP.
(7) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib menyesuaikan klasifikasi izinnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dengan menyampaikan asli izin Penilai dan surat keterangan konversi Ujian Sertifikasi Penilai (USP) dari Asosiasi Profesi.
(8) Bagi yang telah memiliki Sertifikat tanda lulus Ujian Sertifikasi Penilai (USP) pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini ditetapkan, dinyatakan tetap diakui berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(9) Surat keterangan pengalaman di bidang Penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dapat diberikan oleh Direksi Perusahaan Jasa Penilai kepada pemohon yang pernah bekerja pada perusahaan yang bersangkutan, sampai dengan 31 Desember 2009.
(10) Penilai Publik yang telah melakukan perangkapan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini paling lama tanggal 31 Desember 2009.


Pasal 72


Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini:
  1. pemeriksaan terhadap Penilai, UJP, dan/atau Cabang UJP yang sedang berlangsung tetap dapat diteruskan dan selanjutnya tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini;
  2. pengenaan sanksi terhadap Penilai, UJP, dan/atau Cabang UJP yang didasarkan atas hasil pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini;
  3. semua sanksi terhadap Penilai, UJP, dan/atau Cabang UJP yang telah dikenakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai dinyatakan tetap berlaku, dan selanjutnya tunduk kepada ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.


 BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73


(1) Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, semua pihak dilarang memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 apabila tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Penilai pada lembaga tinggi negara atau instansi pemerintah yang memiliki kewenangan memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berdasarkan peraturan perundang-undangan.


Pasal 74


Pada saat mulai berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 57/KMK.017/1996 tentang Jasa Penilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.01/2006 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.


Pasal 75


Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 September 2008
MENTERI KEUANGAN

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI