Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 19/PJ/2008

Kategori : KUP

Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 19/PJ/2008

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN LAPANGAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan.

Mengingat :

 

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  4. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak-pihak Yang Terikat oleh Kewajiban Merahasiakan;



MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN LAPANGAN.



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
  2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  3. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak, atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  4. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
  5. Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah unit yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang melaksanakan pemeriksaan.
  6. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan.
  7. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut sebagai Pemeriksa Pajak.
  8. Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  9. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disc, tape backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
  10. Tempat penyimpanan buku, catatan, dan dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain.
  11. Penyegelan adalah tindakan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, atau sumber penghasilan Wajib Pajak yang diperiksa.
  12. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan, dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
  13. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan adalah surat yang berisi tentang hasil Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan sementara jumlah pokok pajak, dan pemberian hak kepada Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
  14. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
  15. Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang bertugas untuk membahas perbedaan antara pendapat Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak pada saat dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
  16. Laporan Hasil Pemeriksaan adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
  17. Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.



BAB II
PEMERIKSAAN LAPANGAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN


Bagian Kesatu
Persiapan Pemeriksaan


Pasal 2


(1) Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kantor Wilayah, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak.
(2) Apabila diperlukan, Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Pemeriksa Pajak.
(3) Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan.
(4) Susunan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim.
(5) Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dibantu oleh seorang atau lebih pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang bukan Pemeriksa Pajak tetapi memiliki kemampuan tertentu, misalnya kemampuan di bidang teknologi informasi.
(6) Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) juga dapat dibantu oleh seorang atau lebih tenaga ahli yang memiliki keahlian tertentu seperti peterjemah bahasa atau ahli di bidang teknologi informasi, yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak bukan sebagai Pemeriksa Pajak.



Pasal 3

 

(1)

Surat Perintah Pemeriksaan diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.

(2) Pemeriksa Pajak Wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak, kepada Wajib Pajak yang diperiksa



Pasal 4

 

(1)

Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbaharui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat Tugas.

(2) Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pengalihan pelaksanaan pemeriksaan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan sebelum melanjutkan pelaksanaan pemeriksaan.
(3) Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak.



Pasal 5

 

(1) Tim Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai akan dilaksanakannya pemeriksaan lapangan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(2) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan.
(3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak  pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan.



Bagian Kedua
Peminjaman Dokumen

Pasal 6

 

(1) Buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen.
(2) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan belum diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, Dokumen yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, Dokumen yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan.
(3) Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen dari Wajib Pajak yang berkaitan dengan pemenuhan Surat Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak harus membuat Bukti Peminjaman danPengembalian Buku, Catatan, dan Dokumen.
(4) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang dikelola secara elektronik, Wajib Pajak harus membuat Surat Pernyataan bahwa fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak adalah sesuai dengan aslinya.
(5) Dalam hal untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak:
  1. dapat meminta bantuan kepada Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak; atau
  2. meminta bantuan kepada seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu yang bukan merupakan Pemeriksa Pajak, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) maupun yang berasal dari luar Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6), dengan menggunakan Surat Permintaan Bantuan Tenaga Ahli.



Pasal 7

 

(1) Apabila Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan :
  1. Surat Peringatan I setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
  2. Surat Peringatan II setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
(2) Setiap Surat Peringatan yang disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen yang Belum Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan.
(3) Apabila setelah 1 (satu) bulan sejak tanggal penyampaian Surat Permintaan Peminjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Wajib Pajak tetap tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Peminjaman Buku, Catatan, dan Dokumen disertai rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum diserahkan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak menyatakan bahwa seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen sudah diserahkan, Pemeriksa Pajak harus membuat Berita Acara Pemenuhan Seluruh Peminjaman Buku, Catatan dan Dokumen.



Pasal 8

 

(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup sesuai standar pelaksanaan pemeriksaan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(4) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak mengusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.



Bagian Ketiga
Jangka Waktu Pemeriksaan

Pasal 9

 

(1) Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat  diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2) Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan yang memerlukan pengujian yang lebih mendalam serta memerlukan waktu yang lebih lama, jangka waktu Pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun.
(3) Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan
(4) Dalam hal Pemeriksaan Lapangan dilakukan berdasarkan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.



Bagian Keempat
Penolakan Pemeriksaan dan Penyegelan

Pasal 10


(1) Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP, Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak menolak menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak ada di tempat pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, pemeriksa tersebut :
  1. tetap dapat dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib Pajak, terbatas untuk hal yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya;
  2. dapat ditunda, dan untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak dapat melakukan penyegelan sebelum melakukan penundaan;
  3. dapat dilanjutkan setelah dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dan apabila Wajib Pajak tidak juga ada di tempat, pemeriksaan tetap dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai Wajib Pajak yang bersangkutan untuk mewakili Wajib Pajak guna membantu kelancaran pemeriksaan; atau
  4. tetap dapat dilanjutkan meskipun pegawai Wajib Pajak yang diminta mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, dan pegawai tersebut harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan;
(4) dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
(5) Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau Surat Pernyataan Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, atau Berita Acara Penolakan Membantu Kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dijadikan dasar untuk penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan.



Pasal 11


Penyegelan dapat dilakukan apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan :

  1. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku, catatan, atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
  2. Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
  3. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak,  sehingga diperlukan upaya pengamanan pemeriksaan sebelum pemeriksaan ditunda; dan/atau
  4. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada tempat dan Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.



Bagian Kelima
Permintaan Keterangan dan/atau Penjelasan

Pasal 12


(1)  Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan Untuk Memberikan Keterangan.
(2)  Keterangan Wajib Pajak yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dipandang perlu dapat dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan Wajib Pajak.



Pasal 13

 

(1)  Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis dengan menggunakan Surat  Permintaan Keterangan atau Bukti .
(2)  Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Surat Permintaan Keterangan atau Bukti atau surat izin dari pihak yang berwenang.
(3)  Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan I.
(4) Apabila Surat Peringatan I tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera menyampaikan Surat Peringatan II.
(5) Apabila Surat Peringatan II juga tidak dipenuhi, Pemeriksa Pajak segera membuat Berita Acara Tidak Dipenuhinya Permintaan Keterangan atau Bukti dari Pihak Ketiga.



Bagian Keenam
Pemberitahuan dan Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan

Pasal 14

 

(1)  Hasil Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan.
(2)  Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan harus disampaikan secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien,Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan tersebut dapat dikirim melalui faksimili, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
(3)  Wajib Pajak dapat memberikan tanggapan tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dalam bentuk :
  1. Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan, dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan; atau
  2. Surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Wajib Pajak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib Pajak berhak hadir untuk melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.



Pasal 15

 

(1)  Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan serta hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4), Pemeriksa Pajak membuat Risalah Pembahasan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.
(2)  Berdasarkan Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan dilampiri Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir.
(3)  Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan dan menyampaikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan namun tidak hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Risalah Pembahasan, danIhtisar Hasil Pembahasan Akhir.



Pasal 16

 

(1)  Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dengan menyampaikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan serta hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak harus melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
(2)  Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik yang melakukan audit atas laporan keuangan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang diperiksa.
(3) 

Hasil pembahasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar untuk membuat Risalah Pembahasan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.

(4) Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan oleh tim pembahas, Risalah Pembahasan tersebut digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir.



Pasal 17

 

(1)  Dalam hal masih terdapat perbedaan pendapat dalam Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Permohonan kepada Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan agar perbedaan tersebut dibahas terlebih dahulu oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan yang bersangkutan.
(2)  Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya sejak tanggal penandatanganan Risalah Pembahasan.
(3)  Pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak.
(4) Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dituangkan dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan dan disampaikan oleh Tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak.



Pasal 18

 

(1)  Dalam hal Wajib Pajak masih berbeda pendapat dengan Tim Pembahas Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah agar perbedaan tersebut dibahas lebih lanjut oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah.
(2)  Surat Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan paling lambat pada hari kerja berikutnya sejak tanggal diterimanya Risalah Tim Pembahasan Tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan oleh Wajib Pajak.
(3)  Pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan Wajib Pajak.
(4) Hasil pembahasan oleh Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dituangkan dalam Risalah Tim Pembahas Tingkat Kantor Wilayah.



Pasal 19

 

(1)  Risalah Pembahasan dan Risalah Tim Pembahas baik tingkat Unit Pelaksana Pemeriksaan maupun tingkat Kantor Wilayah, merupakan bagian dari Kertas Kerja Pemeriksaan dan digunakan sebagai dasar untuk membuat Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak dengan dilampiri Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir.
(2)  Dalam rangka menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat Panggilan kepada Wajib Pajak secara langsung oleh Pemeriksa Pajak atau melalui kurir, dan apabila untuk daerah tertentu penyampaian secara langsung dianggap tidak efisien, Surat Panggilan tersebut dapat dikirim melalui faksimile, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman.
(3)  Wajib Pajak harus memenuhi panggilan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya Surat Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), namun menolak menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(5) Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi Surat Panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir serta memberikan catatan pada Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai tidak dipenuhinya panggilan.
(6) Pembahasan akhir hasil pemeriksaan untuk jenis Pemeriksaan Lapangan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.



Pasal 20

 

(1)  Dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan dengan menyampaikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan, namun tidak hadir dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan serta Risalah Pembahasan.
(2)  Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat dengan memperhatikan surat sanggahan yang disertai dengan alasan dan digunakan oleh pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat dan menandatangani Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir.



Pasal 21

 

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis dan tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani Berita Acara Ketidakhadiram Wajib Pajak Dalam Rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan Wajib Pajak dianggap menyetujui seluruh hasil pemeriksaan berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.


Pasal 22


(1)  Risalah pembahasan dan Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan serta Ihtisar Hasil Pembahasan Akhir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2)  Setelah menandatangani Berita Acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Wajib Pajak dapat menyampaikan formulir Kuesioner yang telah diisi oleh Wajib Pajak kepada Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
(3)  Formulir Kuesioner sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperoleh melalui Tim Pemeriksa Pajak atau di Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak atau melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id)


Bagian Ketujuh
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan
Pengembalian Dokumen

Pasal 23


(1)  Setiap prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam pemeriksaan, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(2)  Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor.
(3)  Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan oleh tim Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk membuat Nota Penghitungan.


Pasal 24


Buku, Catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan Bukti Peminjaman dan Pengembalian Buku, Catatan dan Dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.


Bagian Kedelapan
pembatalan Hasil Pemeriksaan

Pasal 25


(1)  Dalam hal hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan dibatalkan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP, proses pemeriksaan harus dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2)  Untuk melanjutkan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), prosedur penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)  Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk.


Bagian Kesembilan
Pengungkapan Wajib Pajak Selama Pemeriksaan

Pasal 26


(1)  Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang KUP, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
(2)  Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan :
  1. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat Pemberitahuan;
  2. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
  3. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen).
(3)  Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemeriksaan harus dilanjutkan.
(4) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencerminkan keadaan yang sebenarnya sesuai dengan hasil pemeriksaan, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
(5) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
(6) Terhadap Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) dilakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(7) Pelunasan pajak yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak.


Bagian Kesepuluh
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan
Penanguhan Pemeriksaan

Pasal 27

 

(1)  Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan Bukti Permulaan apabila:
  1. pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan;
  2. pada saat Wajib Pajak badan diperiksa memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4); atau
  3. Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan dan/atau pegawai Wajib Pajak menolak membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2)  Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan pemeriksaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
(3)  Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, pelaksanaan Pemeriksaan dihentikan dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan sumir, kecuali usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, penyelesaian Pemeriksaan ditangguhkan.



Pasal 28

 

(1)  Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dilanjutkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila :
  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan diselesaikan dan tidak dilanjutkan dengan penyidikan;
  2. dilanjutkan dengan penyidikan tetapi tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
  3. diterima putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan Wajib Pajak bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
(2)  Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan.
(3)  Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan, pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan setelah diterbitkan Surat Tugas kepada Pemeriksa Pajak yang ditunjuk.



BAB III
PEMERIKSAAN LAPANGAN UNTUK
TUJUAN LAIN

Bagian Kesatu
Persiapan Pemeriksaan

Pasal 29

 

(1)  Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dapat dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak di Unit Pelaksana Pemeriksaan, yaitu Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kantor Wilayah, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, atau Kantor Pelayanan Pajak.
(2)  Dalam keadaan tertentu, Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang bukan pejabat fungsional pemeriksa pajak.
(3)  Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan.
(4) Susunan Tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim, dan seorang atau beberapa anggota tim.



Pasal 30

 

(1)  Surat Perintah Pemeriksaan diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(2)  Pemeriksa Pajak Wajib memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak, kepada Wajib Pajak yang diperiksa.



Pasal 31

 

(1)  Apabila susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak perlu memperbaharui Surat Perintah Pemeriksaan tetapi harus menerbitkan Surat tugas.
(2)  Dalam hal perubahan susunan tim Pemeriksa Pajak disebabkan pelaksanaan pemeriksaan dialihkan ke Unit Pelaksana Pemeriksaan yang lain, Unit Pelaksana Pemeriksaan baru harus menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan baru sebelum melanjutkan pelaksanaan pemeriksaan.
(3)  Surat Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat Perintah Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pad ayat (2) harus diperlihatkan kepada Wajib Pajak.



Pasal 32

 

(1)  tim Pemeriksa Pajak harus memberitahukan kepada Wajib Pajak tentang akan dilaksanakannya pemeriksaan untuk tujuan lain dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(2)  Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum pada Surat Perintah Pemeriksaan.
(3)  Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan.



Bagian Kedua
Jangka Waktu Pemeriksaan

Pasal 33

 

(1)  Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
(2)  Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
(3)  Dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain terkait dengan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang KUP.
(4) Dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain terkait dengan pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dilakukan berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak, jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.



Bagian Ketiga
peminjaman Dokumen dan
Penolakan Pemeriksaan

Pasal 34

 

(1)  Jenis buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam dalam rangka kriteria Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain harus disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan.
(2)  Peminjaman terhadap buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
(3)  Pengembalian buku, catatan, dan/atau dokumen kepada Wajib Pajak harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.



Pasal 35

 

(1)  Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman diterima, Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan dokumen atau tidak memberikan keterangan yang diminta, Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan.
(2)  Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian berdasarkan bukti kompeten yang cukup yang disesuaikan dengan tujuan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak harus menguraikan alasan dan pertimbangannya dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(3)  Dalam hal Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dianggap menolak untuk dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain.



Pasal 36

 

(1)  Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain:
  1. Wajib Pajak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 3 huruf a, huruf b, dan huruf c Undang-Undang KUP; atau
  2. Wajib Pajak dianggap menolak untuk diperiksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3).
Wajib Pajak harus menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan.
(2)  Dalam hal terjadi penolakan untuk menandatangani Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara Penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.



Pasal 37

 

(1)  Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses atau dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
  2. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  3. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
(2)  Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, Wajib Pajak akan diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
  2. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan
(3)  Berdasarkan Surat Pernyataan Penolakan Pemeriksaan atau Berita Acara Penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam hal Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
  1. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
  2. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.



Bagian Keempat
Penjelasan Wajib Pajak
dan Pihak Ketiga

Pasal 38

 

(1)  Dalam pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain, melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP.
(2)  Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14.



Bagian Kelima
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan
Pengembalian Dokumen

Pasal 39

 

(1)  Setiap prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan serta simpulan yang diambil sehubungan dengan fakta dan data yang ditemukan dalam Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain, harus dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan.
(2)  Laporan Hasil Pemeriksaan harus disusun berdasarkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang telah ditelaah oleh supervisor.
(3)  Laporan Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.



BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 40

 

Jenis dan bentuk surat, dokumen dan/atau daftar yang diperlukan dalam pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan menggunakan formulir sebagaimana terdapat dalam Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


BAB V
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 41


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
  1. Terhadap Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan sebelum tanggal 1 Januari 2008 dan sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini belum selesai, Pemeriksaannya tetap dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 123/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 176/PJ/2006.
  2. Terhadap Surat Perintah Pemeriksaan yang diterbitkan setelah tanggal 1 Januari 2008 dan sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini belum selesai, maka prosedur pemeriksaan yang belum selesai tersebut dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
  3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 123/PJ/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 176/PJ/2006, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 42


Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Mei 2008
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

DARMIN NASUTION
NIP 130605098