Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : KEP - 81/BC/1999

Kategori : Lainnya

Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Untuk Penghitungan Bea Masuk


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 81/BC/1999

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan dipandang perlu untuk mengatur ketentuan tentang penetapan nilai pabean barang impor.

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Lembaran Negara tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 690/KMK.05/1996 tanggal 18 Desember 1996 tentang Nilai Pabean untuk Penghitungan Bea Masuk;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 491/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996 tentang Dasar Penghitungan Bea Masuk atas Barang Impor;
  5. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 25/KMK.05/1997 tanggal 15 Januari 1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
  6. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/KMK.01/1998 tanggal 4 Februari 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENETAPAN NILAI PABEAN UNTUK PENGHITUNGAN BEA MASUK


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
  1. Orang "saling berhubungan" atau "berhubungan" adalah :
    (i) pegawai atau pimpinan pada suatu perusahaan sekaligus pegawai atau pimpinan pada perusahaannya
    (ii)  mereka yang dikenal/diketahui secara hukum sebagai rekan dalam perdagangan;
    (iii)  pekerja dan pemberi kerja;
    (iv)  mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung menguasai 5 persen atau lebih saham yang mereka miliki dalam  satu perusahaan;
    (v) mereka yang salah satu diantaranya secara langsung atau tidak langsung mengawasi pihak lainnya;
    (vi) mereka yang secara langsung atau tidak langsung diawasi pihak ke tiga;
    (Vii) mereka yang secara bersamaan langsung atau tidak langsung menguasai pihak ke tiga; atau
    (viii) mereka yang merupakan anggota dari satu keluarga yaitu suami, isteri, orang tua, anak, adik dan kakak (sekandung atau tidak), kakek, nenek, cucu, paman, bibi, keponakan, mertua, menantu, dan ipar.
  2. "Diproduksi" diartikan termasuk pengertian ditanam, dibuat dan ditambang.
  3. Barang identik adalah barang yang sama dalam segala hal, meliputi karakter fisik, mutu dan reputasi, serta :
    (i) diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
    (ii)  diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang identik yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama.
  4. Barang serupa adalah barang yang walaupun tidak sama dalam segala hal, tetapi memiliki karakteristik dan komponen material serupa, secara komersial dapat dipertukarkan dan berfungsi sama, serta :
    (i) diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama; atau
    (ii)  diproduksi oleh produsen lain di negara yang sama, dalam hal tidak terdapat barang serupa yang diproduksi oleh produsen yang sama di negara yang sama.
  5. Bukti nyata atau data yang obyektif dan terukur adalah bukti atau data berdasarkan dokumen yang benar-benar tersedia dan pada dokumen tersebut terdapat besaran, nilai atau ukuran tertentu dalam bentuk angka, kata dan / atau kalimat.
  6. Tingkat perdagangan (commercial level) adalah tingkatan atau status pembeli, misalnya wholeseller, retailer dan end-user.
  7. Barang dari kelas dan jenis yang sama adalah barang yang termasuk dalam suatu group atau kelompok barang yang diproduksi oleh suatu sektor industri tertentu, dalam hal ini termasuk juga barang identik atau barang serupa.
  8. Tempat impor adalah tempat dilakukan penyelesaian kewajiban pabean dengan penyerahan pemberitahuan impor barang.
  9. Terminologi penyerahan FOB, C&F, CIF, Ex Works, dan DDP adalah sebagaimana didefinisikan dalam INCOTERM.
  10. Pasal VII GATT 1994 adalah salah satu article dari the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 yang mengatur tentang Valuation for Customs Purposes.
  11. GATT Valuation Agreement adalah Agreement On Implementation of Articel VII of the General Agreement on Tariffs and Trade 1994.


BAB II
METODE PENETAPAN NILAI PABEAN BARANG IMPOR

Bagian Pertama
Metode dan Urutan Penggunaannya


Pasal 2


(1)  Pada dasarnya nilai pabean adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan dan nilai transaksi tersebut memenuhi syarat tertentu.
(2)  Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk ditetapkan dengan menggunakan satu dari enam metode penetapan, yaitu sebagai berikut :
  1. Metode I, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan;
  2. Metode II, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang identik;
  3. Metode III, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang serupa;
  4. Metode IV, nilai pabean ditetapkan berdasarkan metode deduksi;
  5. Metode V, nilai pabean ditetapkan berdasarkan metode komputasi;
  6. Metode VI, nilai pabean ditetapkan berdasarkan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan pasal VII GATT 1994 berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean dengan pembatasan tertentu.
(3)  Keenam metode penetapan nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sesuai urutan hirarkinya.


Bagian Kedua
Metode I
Nilai Pabean adalah Nilai Transaksi

Paragraf 1
Nilai Transaksi

Pasal 3


(1)  Nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual atas barang yang dijual untuk diekspor ke Daerah Pabean ditambah dengan biaya-biaya tertentu sepanjang biaya-biaya tersebut belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
(2)  Nilai transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Paragraf 2 Harga yang Sebenarnya Dibayar atau yang Seharusnya Dibayar


Pasal 4


(1)  Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar adalah total pembayaran yang dilakukan  atau akan dilakukan oleh pembeli kepada atau untuk kepentingan penjual atas barang yang diimpor.
(2)  Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar tidak meliputi:
  1. biaya yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan oleh pembeli untuk kepentingannya sendiri;
  2. biaya yang terjadi setelah pengimporan barang;
  3. deviden;
  4. bunga.
(3)  Harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meliputi unsur diskon.


Paragraf 3
Biaya yang Ditambahkan pada Harga yang Sebenarnya Dibayar atau yang
Seharusnya Dibayar

Pasal 5


(1)  Untuk memperoleh nilai transaksi, harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar ditambah dengan biaya-biaya tertentu, yaitu :
  1. biaya yang dibayar oleh pembeli yang belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar, berupa :
    (i) komisi dan jasa perantara, kecuali komisi pembelian;
    (ii) biaya pengemasan yang untuk kepentingan pabean pengemasan tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan;
    (iii)  biaya pengepakan, baik untuk upah tenaga kerja maupun material pengepakan.
  2. nilai bantuan (assist) berupa nilai dari barang dan jasa yaitu :
  3. royalti dan biaya lisensi, sepanjang :
    (i) material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis yang terkandung dalam barang impor;
    (ii)  peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis yang digunakan untuk pembuatan barang impor;
    (iii)  material yang digunakan / dikonsumsi dalam pembuatan barang impor; dan/atau
    (iv)  teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar Daerah Pabean dan diperlukan untuk pembuatan barang impor, yang dipasok secara langsung atau tidak langsung oleh pembeli, dengan syarat barang dan jasa tersebut :
    • dipasok dengan cuma-cuma atau dengan harga diturunkan;
    • untuk kepentingan produksi dan penjualan untuk ekspor barang impor yang dibelinya; dan
    • harganya belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
  4. proceeds yaitu nilai dari bagian pendapatan yang diperoleh pembeli atas penjualan kembali, pemanfaatan atau pemakaian barang impor yang kemudian diserahkan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual.
    (i) dibayar oleh pembeli secara langsung atau tidak langsung;
    (ii)  merupakan persyaratan penjualan barang impor;
    (iii)  berkaitan dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya; dan
    (iv)  belum termasuk dalam harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar.
  5. biaya transportasi barang impor yang dijual untuk di ekspor ke tempat impor di Daerah Pabean.
  6. biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan yang berkaitan dengan pengangkutan barang impor ke tempat impor di Daerah Pabean.
  7. biaya asuransi.
(2)  Biaya-biaya yang ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan data yang obyektif dan terukur.



Paragraf 4

Persyaratan Nilai Transaksi Untuk Dapat Diterima dan DitetapkanSebagai Nilai Pabean


Pasal 6


Nilai transaksi dapat diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean sepanjang memenuhi persyaratan, sebagai berikut :
  1. tidak terdapat persyaratan atau pertimbangan yang diberlakukan terhadap transaksi atau harga barang impor yang mengakibatkan harga barang impor yang bersangkutan tidak dapat ditentukan;
  2. tidak terdapat proceeds yang harus diserahkan oleh pembeli kepada penjual, kecuali nilai proceeds tersebut dapat ditambahkan pada harga yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar;
  3. idak terdapat hubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, antara penjual dan pembeli yang mempengaruhi harga barang;
  4. tidak terdapat pembatasan atas pemanfaatan atau pemakaian barang impor selain pembatasan yang :
    (i) diberlakukan atau diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Daerah Pabean;
    (ii)  membatasi wilayah geografis tempat penjualan kembali barang yang bersangkutan;
    (iii)  tidak mempengaruhi harga barang secara substansial.


Paragraf 5
Pembatasan Penggunaan Metode I

Pasal 7


Metode I tidak digunakan untuk menetapkan nilai pabean apabila :
  1. barang impor bukan merupakan subyek suatu penjualan untuk diekspor ke Daerah Pabean;
  2. nilai transaksi tidak memenuhi persyaratan untuk diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6;
  3. penambahan atau pengurangan yang harus dilakukan terhadap harga yang sebenarnya atau yang seharusnya dibayar tidak didukung oleh data yang obyektif dan terukur; dan/atau
  4. Pejabat Bea dan Cukai mempunyai alasan berdasarkan data yang obyektif dan terukur untuk meragukan kebenaran atau keakuratan pemberitahuan nilai transaksi.


Paragraf 6
Ketentuan Lebih Lanjut Tentang Metode I

Pasal 8


Ketentuan lebih lanjut tentang :
  1. Metode I;
  2. tata cara penelitian pengaruh hubungan antara penjual dan pembeli terhadap harga barang, diuraikan dalam Lampiran I dan II Keputusan ini.


Bagian Ketiga
Metode II
Nilai Pabean Berdasarkan Nilai Transaksi Barang Identik

Paragraf 1
Nilai Transaksi Barang Identik

Pasal 9


(1)  Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang identik.
(2)  Nilai transaksi barang identik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk dasar penetapan nilai pabean menggunakan Metode II sepanjang memenuhi persyaratan :
  1. berasal dari Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang nilai pabeannya telah ditetapkan berdasarkan nilai transaksi oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai;
  2. tanggal Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)-nya sama atau dalam waktu tiga puluh hari sebelum atau sesudah tanggal B/L atau AWB barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya;
  3. tingkat perdagangan dan jumlah barangnya sama dengan tingkat perdagangan dan jumlah barang, barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
(3)  Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang identik, maka untuk menetapkan nilai pabean  digunakan nilai transaksi barang identik yang paling rendah.


Paragraf 2
Penyesuaian Tingkat Perdagangan dan Jumlah Barang

Pasal 10


(1)  Penetapan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang identik sedapat mungkin menggunakan barang identik yang berasal dari tingkat perdagangan dan jumlah barang sama dengan barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
(2)  Apabila tidak terdapat barang identik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka digunakan barang identik dengan kondisi lain sepanjang dilakukan penyesuaian:
  1. jumlah barang, dalam hal jumlah barang berbeda tetapi tingkat perdagangan sama ;
  2. tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan berbeda tetapi jumlah barang sama; atau
  3. jumlah dan tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan dan jumlah barang berbeda.
(3)  Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan bukti nyata yang memungkinkan terlaksananya penyesuaian secara wajar dan tepat.
(4) Apabila tidak tersedia bukti nyata sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka penyesuaian tidak dapat dilakukan dan nilai transaksi barang identik tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean.
(5) Contoh penyesuaian tingkat perdagangan dan/atau jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diuraikan dalam Lampiran III Keputusan ini.



Bagian Keempat
Metode III
Nilai Pabean Berdasarkan Nilai Transaksi Barang Serupa

Paragraf 1
Nilai Transaksi Barang Serupa

Pasal 11


(1)  Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan atau nilai transaksi barang identik, nilai pabean ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang serupa.
(2)  Nilai transaksi barang serupa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk dasar penetapan nilai pabean dengan menggunakan Metode III sepanjang memenuhi syarat :
  1. berasal dari PIB yang nilai pabeannya telah ditetapkan berdasarkan nilai transaksi oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai;
  2. tanggal B/L atau AWB-nya sama atau dalam waktu tiga puluh hari sebelum atau sesudah tanggal B/L atau AWB barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya;
  3. tingkat perdagangan dan jumlah barangnya sama dengan tingkat perdagangan dan jumlah barang dari barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
(3)  Apabila terdapat lebih dari satu nilai transaksi barang serupa, maka untuk menetapkan nilai pabean digunakan nilai transaksi barang serupa yang paling rendah.



Paragraf 2
Penyesuaian Tingkat Perdagangan dan Jumlah Barang

Pasal 12


(1)  Penetapan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi barang serupa sedapat mungkin menggunakan barang serupa yang berasal dari tingkat perdagangan dan jumlah barang sama dengan barang impor  yang sedang ditetapkan nilai pabeannya.
(2)  Apabila tidak terdapat barang serupa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka digunakan barang serupa dengan kondisi lain sepanjang dilakukan penyesuaian :
  1. jumlah barang, dalam hal jumlah barang berbeda tetapi tingkat perdagangan sama;
  2. tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan berbeda tetapi jumlah barang sama; atau
  3. jumlah dan tingkat perdagangan, dalam hal tingkat perdagangan dan jumlah barang berbeda.
(3)  Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan bukti nyata yang memungkinkan terlaksananya penyesuaian secara wajar dan tepat.
(4) Apabila tidak tersedia bukti nyata sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka penyesuaian tidak dapat dilakukan dan nilai transaksi barang serupa tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean.
(5) Contoh penyesuaian tingkat perdagangan dan/atau jumlah barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diuraikan dalam Lampiran IV Keputusan ini.



Bagian Kelima
Metode IV
Nilai Pabean Berdasarkan Metode Deduksi

Paragraf 1
Metode Deduksi

Pasal 13


(1)  Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik atau nilai transaksi barang serupa, nilai pabean ditetapkan berdasarkan Metode Deduksi.
(2)  Metode Deduksi adalah metode penetapan nilai pabean berdasarkan harga satuan yang terjadi dari penjualan di pasaran dalam Daerah Pabean atas :
  • barang impor yang bersangkutan;
  • barang identik; atau
  • barang serupa,
dengan kondisi sebagaimana saat diimpor, dikurangi dengan faktor pengurangan berupa biaya-biaya yang timbul setelah pengimporan.


Paragraf 2
Syarat Harga Satuan

Pasal 14


(1)  Harga satuan yang digunakan sebagai dasar perhitungan Metode Deduksi harus memenuhi persyaratan, yaitu :
  1. harga satuan diperoleh dari penjualan di pasaran dalam Daerah Pabean yang antara penjual dan pembeli tidak saling berhubungan;
  2. merupakan harga satuan dari barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa yang laku terjual dalam jumlah terbanyak (greatest aggregate quantity);
  3. penjualan tersebut huruf a adalah penjualan tangan pertama; 
  4. penjualan tersebut huruf a terjadi pada tanggal yang sama dengan atau terjadi dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum atau sesudah tanggal pendaftaran PIB barang impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya;
  5. apabila tidak terdapat penjualan sebagaimana tersebut huruf d, digunakan penjualan yang terjadi pada tanggal terdekat, setelah tanggal pengimporan barang yang sedang ditetapkan nilai pabeannya, selambat-lambatnya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pengimporan barang impor yang bersangkutan;
  6. bukan merupakan penjualan di pasaran dalam Daerah Pabean atas barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa kepada pihak pembeli yang memasok assist untuk pembuatan barang impor yang bersangkutan.
(2)  Apabila tidak terdapat harga satuan yang memenuhi syarat tersebut pada ayat (1), maka Metode Deduksi tidak dapat digunakan untuk menetapkan nilai pabean barang impor yang bersangkutan.



Paragraf 3
Faktor Pengurangan

Pasal 15


(1)  Untuk menghitung nilai pabean, harga satuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dikurangi dengan biaya-biaya tertentu, yaitu :
  1. komisi atau keuntungan dan pengeluaran umum atas penjualan barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa di pasaran dalam Daerah Pabean; 
  2. biaya transportasi, asuransi dan biaya lainnya yang ditanggung oleh pembeli setelah barang impor yang bersangkutan, barang identik, atau barang serupa tiba di tempat impor di Daerah Pabean;
  3. bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
(2)  Harga satuan setelah dikurangi dengan biaya-biaya huruf a, b, dan c diatas menjadi nilai pabean barang impor yang bersangkutan.
(3)  Data besarnya biaya yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b diperoleh dari pembeli, kecuali data tersebut tidak sesuai dengan kelaziman yang berlaku di Daerah Pabean.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan harga satuan dan biaya pengurangan diuraikan dalam Lampiran V Keputusan ini.



Paragraf 4
Kondisi Barang yang Berbeda

Pasal 16


(1)  Apabila tidak terdapat penjualan di pasaran dalam Daerah Pabean atas barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa dengan kondisi barang sama seperti pada waktu diimpor, Metode Deduksi dapat digunakan berdasarkan barang impor yang bersangkutan, barang identik atau barang serupa yang dijual di pasaran dalam Daerah Pabean dengan kondisi berbeda, sepanjang dilakukan penyesuaian atas perbedaan kondisi tersebut.
(2)  Data yang digunakan untuk menghitung penyesuaian atas perbedaan kondisi dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada data yang obyektif dan terukur.



Bagian Keenam
Metode V
Nilai Pabean Berdasarkan Metode Komputasi

Paragraf 1
Metode Komputasi


Pasal 17


(1)  Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa atau Metode Deduksi, nilai pabean ditetapkan berdasarkan Metode Komputasi.
(2)  Metode Komputasi adalah metode penetapan nilai pabean dengan cara menjumlahkan sejumlah unsur pembentuk nilai pabean barang impor yang bersangkutan.
(3)  Unsur pembentuk nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah :
  1. biaya atau harga bahan baku dan proses pembuatan atau proses lainnya yang dilakukan dalam memproduksi barang impor yang bersangkutan;
  2. keuntungan dan pengeluaran umum yang besarnya sama atau mendekati keuntungan dan pengeluaran umum penjualan barang sejenis yang dibuat oleh produsen di negara pengekspor untuk dikirim ke Daerah Pabean; 
  3. biaya transportasi dari pelabuhan muat ke tempat impor di Daerah Pabean, termasuk biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan; dan
  4. biaya asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1.g
(4) Unsur pembentuk nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk juga biaya :
  1. yang ditanggung oleh pembeli berupa :
    (i)  komisi dan jasa perantara, kecuali komisi pembelian;
    (ii)  biaya pengemas yang untuk kepentingan pabean pengemas tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan barang yang bersangkutan; dan / atau
    (iii)  biaya pengapakan meliputi upah tenaga kerja dan material pengepakan,
  2. assist
(5) Metode Komputasi hanya digunakan dalam hal antara penjual dan pembeli saling berhubungan, dan produsen atau kuasanya bersedia memberikan informasi kepada pihak pabean mengenai unsur-unsur pembentuk nilai pabean dan bersedia memberikan fasilitas untuk pemeriksaan lebih lanjut apabila diperlukan
(6) Ketentuan tentang unsur-unsur pembentuk nilai pabean berdasarkan Metode Komputasi diuraikan lebih lanjut dalam Lampiran VI Keputusan ini.



Bagian Ketujuh
Metode VI
Nilai Pabean Berdasarkan Tata Cara yang Wajar dan Konsisten dengan Prinsip dan
Ketentuan Pasal VII GATT 1994 dan Berdasarkan Data yang Tersedia di Daerah Pabean
dengan Pembatasan Tertentu

Paragraf 1
Pengertian Metode VI

Pasal 18


(1)  Apabila nilai pabean tidak dapat ditetapkan berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan, nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, Metode Deduksi atau Metode Komputasi, nilai pabean ditetapkan berdasarkan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip dan ketentuan Pasal VII GATT 1994 dengan pembatasan tertentu berdasarkan data yang tersedia di Daerah Pabean
(2)  Penetapan nilai pabean berdasarkan Metode VI dilaksanakan dengan cara mengulangi kembali prinsip dan ketentuan Metode I sampai dengan V yang diterapkan secara fleksibel berdasarkan data yang  tersedia di Daerah Pabean.
(3)  Penjelasan lebih lanjut tentang Metode VI diuraikan dalam Lampiran VII Keputusan ini.



Paragraf 2
Ketentuan Larangan dalam Penerapan Metode VI

Pasal 19


Penetapan nilai pabean menggunakan Metode VI tidak diizinkan berdasarkan :
  1. harga jual di Daerah Pabean dari barang yang diproduksi di daearah pabean;
  2. sistem yang menetapkan nilai pabean lebih tinggi apabila terdapat alternatif nilai;
  3. harga pasar dalam negeri negara pengekspor;
  4. biaya produksi selain yang dihitung dengan menggunakan Metode Komputasi yang telah ditentukan untuk barang identik atau barang serupa;
  5. harga barang yang diekspor ke suatu negara selain ke dalam Daerah Pabean;
  6. nilai pabean minimal;
  7. nilai pabean yang ditetapkan dengan sewenang-wenang atau fiktif.


BAB III
TATA LAKSANA PENELITIAN DAN PENETAPAN NILAI PABEAN

Bagian Pertama
Penelitian Pemberitahuan Impor Barang

Pasal 20


(1)  Dalam rangka menetapkan nilai pabean, Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap pemberitahuan nilai pabean yang tertera pada dokumen PIB dan semua dokumen yang menjadi lampirannya
(2)  Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
  1. mengidentifikasi apakah barang impor yang bersangkutan merupakan subyek suatu transaksi jual-beli yang menyebabkan barang diekspor untuk diimpor ke Daerah Pabean;
  2. meneliti persyaratan nilai transaksi jual-beli untuk dapat diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean;
  3. meneliti unsur biaya yang seharusnya ditambahkan pada nilai transaksi;
  4. meneliti unsur biaya yang seharusnya tidak termasuk dalam nilai transaksi;
  5. menguji kewajaran pemberitahuan nilai pabean yang tertera pada PIB.



Pasal 21


Penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 dilakukan terhadap PIB yang wajib dilakukan pemeriksaan fisik maupun yang tidak wajib dilakukan pemeriksaan fisik.


Pasal 22


(1)  Apabila penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 menunjukkan bahwa :
  1. barang impor yang bersangkutan bukan merupakan subyek suatu transaksi jual-beli yang menyebabkan barang diekspor untuk diimpor ke Daerah Pabean;
  2. persyaratan nilai transaksi untuk dapat diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean tidak dipenuhi;
  3. unsur biaya yang harus ditambah / dikurangkan pada nilai transaksi tidak dapat dihitung dan /atau tidak didasarkan data yang obyektif dan terukur; dan/atau
  4. hasil pemeriksaan fisik menunjukkan jenis dan jumlah barang yang diberitahukan tidak sesuai dengan pemberitahuan, maka Pejabat Bea dan Cukai menetapkan nilai pabean barang berdasarkan salah satu metode dari Metode II sampai dengan VI yang diterapkan sesuai hirarki penggunaannya.
(2)  Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 menunjukkan bahwa :
  1. barang impor yang bersangkutan merupakan subyek suatu transaksi jual-beli yang menyebabkan barang diekspor untuk diimpor ke Daerah Pabean; 
  2. persyaratan nilai transaksi untuk dapat diterima dan ditetapkan sebagai nilai pabean dipenuhi;
  3. unsur biaya yang harus ditambah / dikurangkan pada nilai transaksi dapat dihitung berdasarkan data yang obyektif dan terukur; dan
  4. hasil pemeriksaan fisik menunjukkan jenis dan jumlah barang yang diberitahukan sesuai dengan pemberitahuan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean yang tertera dalam PIB.



Bagian Kedua
Pengujian Kewajaran Pemberitahuan Nilai Pabean

Pasal 23


(1)  Pengujian kewajaran sebagaimana dimasud dalam pasal 22 ayat (2) dilakukan dengan cara membandingkan nilai pabean yang diberitahukan dalam PIB dengan harga barang identik atau barang serupa yang terdapat pada Data Base Harga I.
(2)  Dalam hal hasil pengujian kewajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan nilai pabean yang diberitahukan kedapatan lebih rendah kurang dari 20%, sama, atau lebih besar dari harga barang identik atau barang serupa pada Data Base Harga I, nilai pabean yang diberitahukan dalam PIB diterima.
(3)  Dalam hal pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean menunjukan nilai pabean yang diberitahukan lebih rendah lebih dari 20% dari harga barang identik atau barang serupa pada Data Base Harga I, Pejabat Bea dan Cukai membuat Informasi Nilai Pabean (INP) sebagai pemberitahuan kepada pembeli :
  1. bahwa Pejabat Bea dan Cukai meragukan kebenaran pemberitahuan nilai pabean;
  2. untuk menyerahkan deklarasi tentang fakta yang berkaitan dengan transaksi dan/atau importasi barang yang bersangkutan dalam bentuk Deklarasi Nilai Pabean (DNP).


Bagian Ketiga
Informasi Nilai Pabean (INP) dan Deklarasi Nilai Pabean (DNP)

Pasal 24


(1)  INP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dikirim kepada pembeli atau kuasanya paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah hasil pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 yang menunjukkan bahwa nilai pabean yang diberitahukan lebih rendah lebih dari 20% dari harga barang identik atau barang serupa.
(2)  Pengiriman INP kepada pembeli atau kuasanya dilakukan dengan melalui media elektronik, kurir atau pos kilat.
(3)  DNP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan transaksi/importasi harus diserahkan oleh pembeli atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang namanya tertera pada INP paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal pengiriman INP.
(4) Dalam hal DNP tidak diserahkan dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), nilai pabean ditetapkan tidak berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan.
(5) Penyerahan DNP tidak diwajibkan terhadap barang impor yang tidak ada nilai transaksi jualbelinya.
(6) Bentuk INP dan tata cara pengisian DNP diatur dalam Lampiran VIII dan IX Keputusan ini.


Bagian Keempat
Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean

Pasal 25


(1)  Hasil penelitian dan penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan penelitian DNP wajib dituangkan dalam Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean (BCF 2.7) sebagaimana diatur dalam Lampiran XII Keputusan ini.
(2)  Lembar Penelitian dan Penetapan Nilai Pabean (BCF 2.7) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah diisi sesuai hasil penelitian disematkan pada PIB yang bersangkutan serta merupakan dokumen penetapan nilai pabean yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.



Bagian Kelima
Kewajiban Pembeli

Pasal 26


(1)  Dalam rangka menetapkan nilai pabean secara akurat dan benar diperlukan fakta dan/atau data transaksi dan/atau importasi yang lengkap, benar dan akurat. Untuk kepentingan hal tersebut, maka apabila diminta oleh Pejabat Bea dan Cukai, pembeli atau kuasanya wajib :
  1. menyerahkan segala informasi, dokumen dan/atau deklarasi yang diperlukan dalam rangka penetapan nilai pabean;
  2. memberikan penjelasan baik secara lisan maupun tertulis tentang bagaimana pembeli atau kuasanya menghitung nilai pabean, unsur-unsur pembentuk nilai pabean, dan hal-hal lain berkaitan dengan transaksi dan/atau importasi barang yang bersangkutan.
(2)  Dalam hal importir bukan pembeli, informasi, dokumen, deklarasi, penjelasan lisan maupun tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pembeli.
(3)  Apabila pembeli atau kuasanya tidak memenuhi permintaan yang diajukan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka Pejabat Bea dan Cukai dapat menggunakan data lain yang relevan yang tersedia dalam rangka menetapkan nilai pabean.



Bagian Keenam
Kewajiban Pejabat Bea dan Cukai

Pasal 27


Berdasarkan permintaan tertulis dari pembeli atau kuasanya, Pejabat Bea dan Cukai yang melakukan penetapan nilai pabean wajib memberikan penjelasan secara tertulis tentang bagaimana penetapan nilai pabean dilakukan atas barang impor yang bersangkutan.



Bagian Ketujuh
Kerahasiaan Data

Pasal 28


Semua informasi / data yang bersifat rahasia harus diperlakukan secara rahasia oleh Pejabat Bea dan Cukai dan tidak diijinkan disebarluaskan tanpa persetujuan pemberi informasi, kecuali diperlukan untuk proses peradilan.


BAB IV
PENELITIAN NILAI PABEAN OLEH UNIT VERIFIKASI DAN AUDIT

Bagian Pertama
Penelitian Nilai Pabean Oleh Unit Verifikasi

Pasal 29


Unit Verifikasi melakukan penelitian nilai pabean terhadap PIB yang ditetapkan berdasarkan Metode I sampai dengan Metode VI.


Bagian Kedua
Pemeriksaan Pembukuan Yang Berkaitan Dengan Nilai Pabean Oleh Unit Audit

Pasal 30


(1)  Unit Audit melakukan pemeriksaan pembukuan terhadap importir dan/atau pembeli yang nilai pabean PIB-nya ditetapkan berdasarkan Metode I dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2)  Terhadap PIB yang nilai transaksinya terdapat unsur penambahan berupa royalti, proceeds dan unsur pengurangan berupa diskon menjadi prioritas pemeriksaan pembukuan.



BAB V
DATA BASE HARGA

Bagian Pertama
Jenis dan Fungsi

Pasal 31


(1)  Data Base Harga terdiri dari Data Base Harga I dan Data Base Harga II
(2)  Fungsi Data Base Harga I adalah sebagai sarana (parameter) dalam kegiatan pengujian kewajaran pemberitahuan nilai pabean.
(3)  Fungsi Data Base Harga II adalah :
  1. sebagai Test Value dalam rangka identifikasi hubungan antara penjual dan pembeli mempengaruhi harga atau tidak;
  2. untuk dasar penetapan nilai pabean berdasarkan Metode II, III dan VI.


Bagian Kedua
Penyusunan dan Pemutakhiran

Pasal 32


(1)  Data Base Harga I disusun dan dimutakhirkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2)  Sumber data untuk penyusunan dan pemutakhiran Data Base Harga I adalah PIB yang telah diterima dan ditetapkan nilai pabeannya berdasarkan Metode I sampai dengan VI, katalog, brosur dan informasi harga lainnya yang berasal dari dalam dan luar negeri.
(3)  Data Base Harga II disusun dan dimutakhirkan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang pelaksanaannya dilakukan oleh Kepala Seksi Pabean atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan.
(4) Sumber data untuk penyusunan dan pemutakhiran Data Base Harga II adalah PIB yang telah diterima dan ditetapkan nilai pabeannya berdasarkan nilai transaksi barang impor yang bersangkutan (Metode I), Metode Deduksi (Metode IV) dan Metode Komputasi (Metode V).
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang proses penyusunan / pemutakhiran dan penggunaan Data Base Harga  diatur dalam Lampiran XIII Keputusan ini.



BAB VI
LAIN-LAIN

Pasal 33


(1)  Dalam rangka keseragaman pelaksanaan penetapan nilai pabean diterbitkan buku yang berisi kumpulan keputusan-keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang permasalahan yang berkaitan dengan nilai pabean.
(2)  Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimutakhirkan secara berkala setiap terjadi perubahan dan penerbitan keputusan-keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang nilai pabean.



Pasal 34


Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-14/BC/1997 tanggal 21 Februari 1997 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian Deklarasi Nilai Pabean (DNP); Lampiran XIV Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-15/BC/1999 tanggal 22 Maret 1999 tentang Petunjuk Umum Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang Impor; Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : SE-11/BC/1997 tanggal 24 Pebruari 1997 Tentang : Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Barang Impor; dan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-23/BC/1999 tanggal 1 September 1997 Tentang : Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean Barang Impor Berdasarkan Nilai Transaksi (Metode I), Metode Deduksi (Metode IV), dan Penetapan Nilai Pabean Barang Impor Berdasarkan Metode VI Menggunakan Metode Deduksi Yang Diterapkan Secara Fleksibel dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 35


Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2000.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 1999
Direktur Jenderal

ttd.

Dr. Permana Agung D., Msc.
NIP 060044475