Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : KEP - 63/BC/1997

Kategori : Lainnya

Tatacara Pendirian Dan Tatalaksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Berikat


KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR KEP - 63/BC/1997

TENTANG

TATACARA PENDIRIAN DAN TATALAKSANA PEMASUKAN
DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat dipandang perlu untuk menetapkan tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ;


Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638);
  7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang Ekspor;
  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang Impor;
  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean;
  10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat.

MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATACARA PENDIRIAN DAN TATALAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
  1. Kawasan Berikat (KB) adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor;
  2. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah perseroan terbatas, koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk menyelenggarakan KB;
  3. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah perseroan terbatas atau koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB;
  4. Barang modal atau peralatan adalah barang yang dipergunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat dalam rangka pembangunan/konstruksi KB dan peralatan atau perlengkapan yang diperlukan seperti generating set, air conditioner atau peralatan listrik lainnya;
  5. Peralatan perkantoran adalah peralatan yang dibutuhkan untuk keperluan kantor PKB termasuk PKB merangkap PDKB yang tidak akan habis dipakai seperti komputer, mesin fotokopi, atau mesin fax;
  6. Menteri adalah Menteri Keuangan;
  7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
  8. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean;
  9. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat yang bersangkutan;
  10. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu;
  11. Persetujuan Usaha Industri adalah persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau Pejabat yang mendapat pelimpahan wewenang dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan/atau Menteri-Menteri lainnya sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1986, serta Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal;
  12. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
  13. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;
  14. Konsolidasi barang ekspor adalah penggabungan beberapa pengiriman barang ekspor yang terdiri dari beberapa PEB dalam satu petikemas.

Pasal 2


(1)  Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB diberikan penangguhan Bea Masuk (BM), tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
(2)  Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor.
(3)  Atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor.
(4) Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut atau mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(5) Atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(6) Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(7) Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(8) Atas peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(9) Atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, diberikan pembebasan Cukai.
(10) Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan terhadap barang yang diekspor;
(11) Pengeluaran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan BM, Cukai, dan pajak dalam rangka impor diberikan pembebasan atau penangguhan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh pasal 22 impor.


Pasal 3


Pemasukan dan pengeluaran barang impor ke dan dari KB hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai.



Pasal 4


Mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan dalam kegiatan produksi di PDKB dapat diganti dengan ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan yang diganti tersebut :

  1. diekspor kembali; dan/atau
  2. dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
  3. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor berdasarkan harga transaksi sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau
  4. dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pasal 5


Barang-barang asal impor berupa makanan dan/atau minuman yang dimaksudkan untuk dikonsumsi di dalam KB atau barang impor lainnya selain dimaksud pasal 2 wajib dilunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor dan cukai di Kantor Pabean sebelum dimasukkan ke dalam KB.



Pasal 6


Barang yang dikeluarkan dari KB untuk diekspor diberlakukan tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor.


Pasal 7


(1)  Perusahaan yang dapat diberikan persetujuan sebagai PKB adalah perusahaan:
a. dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b. dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA), baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing;
c. non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT);
d. koperasi yang berbentuk badan hukum; atau
e. yayasan;
(2)  Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak sebagai :
a. PKB;
b. PKB merangkap PDKB di sebagian wilayah KB; atau
c. PKB merangkap PDKB di seluruh wilayah KB


Pasal 8


(1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang bertindak sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB harus berlokasi di Kawasan Industri.
(2) Dalam hal kawasan yang dimiliki perusahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) berada di dalam daerah yang tidak mempunyai kawasan industri, maka kawasan tersebut termasuk di dalam kawasan peruntukan industri yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II.
(3) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang berlokasi di luar kawasan industri atau kawasan peruntukan industri yang telah melaksanakan kegiatan industri sebelum ditetapkannya Keputusan ini dapat ditetapkan sebagai PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c.
 
 

BAB II
PERSETUJUAN SEBAGAI PKB ATAU PDKB

Bagian Kesatu
Persetujuan sebagai PKB

Pasal 9


Penetapan suatu bangunan, tempat atau kawasan sebagai KB serta pemberian persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB dilakukan dengan Keputusan Presiden.



Pasal 10


(1)  Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pasal 9 diajukan oleh pengusaha kepada Presiden RI melalui Menteri setelah fisik bangunan berdiri dengan menggunakan contoh dalam Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 dengan melampirkan :
a. Fotokopi Surat Persetujuan Usaha Industri, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dan Persetujuan lainnya yang diperlukan dari Instansi teknis terkait;
b. Fotokopi Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau yayasan yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
c. Fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat, atau Kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
d. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e. Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan KB yang telah mendapat izin dari Pemerintah Daerah setempat;
f. Peta lokasi/tempat yang akan diusahakan sendiri sebagai PDKB;
g. Daftar isian sebagaimana contoh lampiran I A Keputusan ini;
h. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi KB yang dibuat oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yangditunjuknya sebagaimana contoh lampiran I B Keputusan ini.
(2)  Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kei.lengkapan dan kebenaran dokumen.
(3)  Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan berkas permohonan kepada Menteri untuk diteruskan kepada Presiden RI.
(4) Permohonan yang kurang lengkap dibuatkan pemberitahuan kekuranglengkapan permohonan kepada yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh lampiran I C Keputusan ini.
(5) Tatacara permohonan pemberian persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dalam Lampiran I Keputusan ini.


Pasal 11


(1) Pengusaha yang akan menyelenggarakan KB dapat mengajukan permohonan persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB sebelum fisik bangunan pabrik berdiri dengan menggunakan contoh dalam Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 dengan melampirkan:
a. Fotokopi Surat Persetujuan Usaha Industri dan Persetujuan lainnya yang diperlukan dari Instansi teknis terkait;
b. Fotokopi Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
c. Fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
d. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e. Rencana peta lokasi/tempat yang akan dijadikan KB yang telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Daerah setempat;
f. Rencana peta lokasi/tempat yang akan diusahakan sendiri sebagai PDKB;
g. Keterangan tertulis dari pemilik kawasan industri/kawasan peruntukan industri bahwa perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri /kawasan peruntukan industri yang bersangkutan.
h. Daftar isian sebagaimana contoh Lampiran I A Keputusan ini.
(2) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.
(3) Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan berkas permohonan kepada Menteri untuk diteruskan kepada Presiden RI.
(4) Permohonan yang kurang lengkap dibuatkan pemberitahuan kekuranglengkapan permohonan kepada yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh lampiran I C Keputusan ini.
(5) Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan lokasi sebagaimana contoh lampiran I B Keputusan ini dilakukan oleh Kepala Kantor setempat berdasarkan permohonan yang bersangkutan setelah fisik bangunan selesai dan KB siap beroperasi selambat-lambatnya 2 tahun sejak diberikannya persetujuan PKB.
(6) Tatacara permohonan pemberian persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dalam Lampiran II Keputusan ini.
 

Pasal 12


Pengusaha pemegang persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud pasal 11 yang tidak memulai pekerjaan fisik bangunan dalam jangka waktu 6 bulan atau tidak menyelesaikan fisik bangunan dalam jangka waktu 2 tahun sejak diberikannya persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB, maka terhadap persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB dapat dicabut dan barang yang telah diimpor diselesaikan dengan cara :

a. diekspor kembali ;
b. dipindahtangankan kepada PKB lain ;
c. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan dibidang impor.



Pasal 13


KB harus memenuhi persyaratan fisik meliputi :
  1. Lokasi KB dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut barang.
  2. Lokasi KB tidak boleh berhubungan langsung dengan bangunan lain.
  3. Lokasi KB mempunyai fasilitas sistem satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dari KB.
  4. Lokasi KB mempunyai pagar keliling dengan ketinggian vertikal sekurang-kurangnya 2,5 meter.
  5. Menyediakan ruangan yang memadai bagi petugas Bea dan Cukai dalam melakukan pekerjaan di KB dan pos penjagaan di pintu utama.
  6. Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas di depan perusahaan.


Bagian Kedua
Persetujuan sebagai PDKB

Pasal 14


(1)  Pengusaha yang akan melakukan kegiatan usaha industri sebagai PDKB sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (2) huruf (a) dan (b) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebelum memulai kegiatannya wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal melalui PKB dengan menggunakan contoh dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 dengan melampirkan :
a. Fotocopy bukti kepemilikan/penguasaan perusahaan industri di KB dilampiri surat rekomendasi PKB;
b. Fotocopy Persetujuan Usaha Industri dan Persetujuan lainnya yang diperlukan dari Instansi teknis terkait;
c. Fotocopy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
d. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi Perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e. Peta lokasi/tempat dan tata letak pabrik yang dijadikan PDKB;
f. Saldo bahan baku, bahan baku dalam proses, barang jadi, barang modal, dan peralatan pabrik.
(2)  PKB sebelum memberikan rekomendasi berkewajiban untuk melakukan penelitian kelengkapan persyaratan yang diwajibkan kepada PDKB yang akan melakukan kegiatan usaha industri di KB yang diselenggarakannya.
(3)  Terhadap pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan.
(4) Terhadap PDKB yang telah memenuhi persyaratan sebagamana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal memberitahukan kepada Kepala Kantor dengan menggunakan contoh dalam Lampiran III Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 .
(5) Tatacara persetujuan PDKB untuk melakukan kegiatan ditetapkan lebih lanjut dalam Lampiran III Keputusan ini.


Pasal 15


Bangunan PDKB harus memenuhi persyaratan fisik meliputi :
  1. Memiliki tempat penimbunan bahan baku, tempat pengolahan, tempat penimbunan barang jadi, tempat penimbunan barang sisa hasil pengolahan dan/atau potongan serta tempat penimbunan barang rusak atau busuk.
  2. Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas dimuka perusahaan.


BAB III
KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN
TANGGUNG JAWAB PKB DAN PDKB

Bagian Kesatu
Kewajiban

Pasal 16


PKB berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
  1. Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran KB;
  2. Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan;
  3. Memberikan rekomendasi kepada PDKB yang akan melakukan kegiatan usaha di KB;
  4. Memasang tanda nama perusahaan dan nomor/tanggal persetujuan PKB yang dimiliki ditempat yang dapat dilihat umum dengan jelas;
  5. Melaporkan kepada Kepala Kantor apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi.

Pasal 17


PDKB berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
  1. Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas pemasukan, pemindahan dan pengeluaran barang dan/atau bahan di KB;
  2. Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan, pemindahan, dan pengeluaran barang dan/atau bahan ke dan dari KB sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan;
  3. Memberi kode untuk setiap jenis barang sesuai dengan sistem pembukuan perusahaan secara konsisten;
  4. Memasukkan kembali barang sisa dan/atau potongan hasil pekerjaan sub kontrak.

Pasal 18


(1) PKB dan PDKB berkewajiban menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.
(2) PKB dan PDKB berkewajiban menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai.
 
 

Pasal 19


(1) PDKB wajib membuat laporan 3 (tiga) bulanan tentang persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran IV A, IV B, dan IV C Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997;
(2) Laporan 3 (tiga) bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirim kepada Kepala Kantor selambat-lambatnya tanggal 10 bulan April, Juli, Oktober, dan Januari.
   
 
 

Pasal 20


PKB dan PDKB wajib menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan KB apabila dilakukana udit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.



Bagian Kedua
Larangan

Pasal 21


(1) PKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran tanpa persetujuan Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(2) PDKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi PDKB serta barang dan/atau bahan tanpa persetujuan Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
 

Pasal 22


Barang yang dilarang untuk diimpor tidak diperbolehkan untuk dimasukkan ke KB.


Bagian Ketiga
Tanggung Jawab

Pasal 23


(1) PKB dan PDKB bertanggung jawab terhadap BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor yang terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari KB.
(2) PKB dan PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang ada di KB :
a. musnah tanpa sengaja; dan/atau
b. diekspor; dan/atau
c. diekspor kembali; dan/atau
d. diimpor untuk dipakai; dan/atau
e. dimasukkan ke KB lainnya.
 
 

BAB IV
PEMASUKAN BARANG KE KB

Pasal 24


(1)  Perusahaan yang telah mendapat persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB dapat memasukan barang modal dan/atau peralatan untuk keperluan pembangunan/ konstruksi , perluasan dan peralatan perkantoran KB dengan diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 Impor dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya :
a. Nomor dan tanggal pemberian persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB;
b. Daftar rincian barang yang dibutuhkan meliputi jumlah, jenis/tipe dan nilai pabean.
(3) Atas permohonan yang disetujui oleh Direktur Jenderal diterbitkan keputusan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 Impor.
(4)  Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikirimkan oleh Direktur Jenderal kepada Kepala Kantor tempat pemasukan barang dan yang mengawasi KB yang bersangkutan.
(5) Pelaksanaan impor barang dimaksud pada ayat (1) diberlakukan tatalaksana kepabeanan dibidang impor dan diselesaikan di kantor tempat pemasukan barang.

 

Pasal 25


Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi, barang dan/atau bahan untuk diolah ke KB, dapat dilakukan dari :

  1. Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
  2. Gudang Berikat (GB);
  3. KB lainnya;
  4. PDKB dalam satu KB;
  5. Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan;
  6. DPIL.

Pasal 26


(1)  Pemasukan barang asal impor oleh PDKB dari TPS ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri dengan Bill of Lading atau Airway Bill, Invoice, Packing List dan dokumen pendukung lainnya.
(2) Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 3 (tiga) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan pemasukan/TPS;
c. Lembar ke-3 untuk PDKB;
d. Copy Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi KB, Biro Pusat Statistik Jakarta dan Bank Indonesia.
(3) Tatacara pemasukan barang asal impor oleh PDKB dari TPS ke KB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran IV Keputusan ini.

 

Pasal 27


(1) Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
 

Pasal 28


(1) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 oleh PDKB dari GB ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri Invoice , Packing List dan dokumen pendukung lainnya.
(2) Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 4 (empat) copy lembar ke-1 diajukan oleh PPGB atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di GB, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di GB
c. Lembar ke-3 untuk PPGB
d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB , PDKB, Biro Pusat Statistik Jakarta dan Bank Indonesia.
(3) Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(5) Tatacara pemasukan barang dari GB ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran V Keputusan ini.
 

Pasal 29


(1) Pemasukan barang dari KB lainnya ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak.
(2) Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB asal, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB asal.
c. Lembar ke-3 untuk PDKB asal
d. Copy lembar ke-1 untuk PDKB Tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai di KB Tujuan.
(3) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(5) Tatacara pemasukan barang dari KB lainnya ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI Keputusan ini.
 

Pasal 30


(1)  Pemasukan barang antar PDKB dalam satu KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak.
(2) Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB asal barang atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal;
c. Lembar ke-3 untuk PDKB asal;
d. Copy lembar ke-1 untuk PDKB tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB tujuan.
(3) Tatacara pemasukan barang antar PDKB dalam satu KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VII Keputusan ini.


Pasal 31


(1)  Pemasukan atau penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan perpajakan terhadap barang yang diekspor.
(2)  Pemasukan atau penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 4.0 dilampiri faktur pajak dan dokumen pendukung lainnya.
(3)  Formulir BC 4.0 dibuat dalam rangkap 2 (dua) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB atau kuasanya dengan peruntukkan :
a. Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
b. Lembar ke-2 untuk PDKB;
c. Copy lembar ke-1 untuk Bapeksta Keuangan dan Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan.
(4) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(5) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam formulir BC. 4.0 dan diberi cap "Fasilitas Bapeksta Keuangan".
(6) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di KB memberi persetujuan masuk dengan mencantumkan tanggal dan jam masuk serta tanda tangan, nama terang, dan NIP pada BC .4.0 .
(7) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di KB melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kantor untuk dilakukan penyelidikan sesuai ketentuan yang berlaku.
(8) Tatacara pemasukan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VIII Keputusan ini.


Pasal 32


(1)  Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi dan pemasukan barang dan/atau bahan dari DPIL ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 4.0 dilampiri dengan faktur pajak dan dokumen pendukung lainnya.
(2)  Formulir BC 4.0 dibuat dalam rangkap 2 (dua) ditambah satu copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB, dengan peruntukan:
a. Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
b. Lembar ke-2 untuk PDKB;
c. Copy lembar ke-1 untuk perusahaan di DPIL.
(3) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(4) Tatacara pemasukan barang dari DPIL ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran IX Keputusan ini.


BAB V
PENGELUARAN BARANG DARI KB

Pasal 33


Pengeluaran barang hasil olahan PDKB dari suatu KB dapat dilakukan dengan tujuan :
  1. Ekspor;
  2. KB lainnya;
  3. PDKB lainnya pada satu KB;
  4. Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP); atau
  5. DPIL.

Pasal 34


(1)  Pengeluaran barang hasil olahan PDKB untuk diekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)/Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) dilampiri formulir BC 2.3.
(2)  Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah satu copy lembar ke-1 dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
c. Lembar ke-3 untuk PDKB;
d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat/TPS.
(3)  Pejabat Bea dan Cukai di KB berdasarkan pemberitahuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan atas pelaksanaan stuffing dan melakukan peneraan segel pada petikemas/kemasan barang, mencatat nomor dan jenis segel pada formulir BC 2.3 dan memberikan catatan nomor dan tanggal BC 2.3 pada PEB/PEBT.
(4) Persetujuan muat diberikan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB
(5) Pejabat Bea dan Cukai di Pelabuhan Muat/TPS mencocokkan nomor petikemas/kemasan barang dengan data yang tercantum pada formulir BC 2.3.
(5) Tatacara pengeluaran barang hasil olahan PDKB untuk diekspor diatur lebih lanjut dalam Lampiran X Keputusan ini.


Pasal 35


(1) Pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke KB lainnya untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengemas hasil produksi dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3. dilampiri kontrak.
(2) Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB asal, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB asal.
c. Lembar ke-3 untuk PDKB asal
d. Copy lembar ke-1 untuk PDKB Tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai di KB tujuan.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4)  Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan.
(5) Tatacara pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke KB lainnya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI Keputusan ini.
 

Pasal 36


(1) Pengeluaran barang hasil olahan dari PDKB ke PDKB lainnya dalam satu KB untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengemas hasil produksi dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak.
(2) Formulir BC.2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal, dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal
c. Lembar ke-3 untuk PDKB asal
d. Copy lembar ke-1 untuk PDKB tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB tujuan.
(3) Tatacara Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antar PDKB dalam satu KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VII Keputusan ini.
 
 

Pasal 37


(1) Barang hasil olahan PDKB dalam suatu KB dapat dipamerkan ke ETP dan harus dikembalikan ke KB asal dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah pameran selesai.
(2) Pengeluaran barang hasil olahan PDKB dari suatu KB yang akan dipamerkan ke ETP dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dalam rangkap 3 ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 yang dilampiri dengan rincian dan golongan barang berikut nilai pabeannya dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
c. Lembar ke-3 untuk PDKB ;
d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di ETP dan Pengusaha ETP;
(3) Pemasukan kembali barang yang telah selesai dipamerkan dari ETP ke KB asal dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 dilampiri formulir BC.2.3 asal barang dengan peruntukan:
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di ETP;
c. Lembar ke-3 untuk PETP;
d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB dan PDKB;
(4) Pengangkutan barang sebagaimana dimaskud ayat (2) dan (3) dilakukan penyegelan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(5) Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(6) Tatacara pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke ETP dan pemasukan kembali barang dari ETP ke KB asal diatur lebih lanjut dalam Lampiran XI Keputusan ini.
 

Pasal 38


(1)  Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL, hanya dapat dilakukan setelah ada realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
(2)  Barang yang akan dikeluarkan ke DPIL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyakbanyaknya berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
(3)  Perhitungan 25 % dimaksud ayat (2) didasarkan pada PEB/PEBT dan/atau dokumen pengeluaran ke KB lain (Formulir BC.2.3) dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran PEB/PEBT dan/atau Formulir BC.2.3 tersebut.
(4) Terhadap barang asal impor yang telah diolah oleh PDKB yang akan dikeluarkan ke DPIL dilakukan pemeriksaan pabean.
(5) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sesuai dengan tatalaksana kepabeanan di bidang impor.
(6) Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan BM, cukai, atau pajak dalam rangka impor.
(7) Dasar perhitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah sebagai berikut :
a. BM berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai dan nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB ;
b. Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku ;
c. PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 berdasarkan tarif bahan baku dan harga berdasarkan harga penyerahan.
(8) Perubahan persentase dari nilai ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 39


(1) Pengeluaran barang asal impor yang tidak diolah di KB untuk tujuan diekspor kembali dilakukan dengan menggunakan formulir PEBT dilampiri BC 2.3.
(2)  Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah satu copy lembar ke-1 dengan peruntukan :
a. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
b. Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB
c. Lembar ke-3 untuk PDKB
d. Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat/TPS
(3) Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran XII Keputusan ini
 

BAB VI
SUBKONTRAK

Pasal 40


(1)  PDKB dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya kepada PDKB lain dalam satu KB, KB lainnya atau perusahaan industri di DPIL, kecuali pekerjaan pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, penyortiran dan pengepakan.
(2)  Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus diselesaikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan dari KB.
(3)  Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan perjanjian sub kontrak yang sekurang-kurangnya memuat uraian pekerjaan yang dilakukan, jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari PDKB dan jumlah hasil pekerjaan yang dikembalikan kepada PDKB termasuk barang sisa dan/atau potongan.
(4) Penyerahan pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri yang berada di DPIL harus disertai surat pernyataan dari pelaksana sub kontrak tentang kesediaan untuk dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya berupa :
a. Jaminan tunai; atau
b. Jaminan bank; atau
c. Customs Bond yang dikeluarkan oleh Perusahaan Asuransi yang disetujui Menteri Keuangan; atau
d. Surat Sanggup Bayar (SSB) bagi perusahaan yang tergolong dalam daftar putih yang ditetapkan Menteri.
(5) Penyerahan barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3.
(6) Terhadap penyerahan barang dan/atau bahan yang akan diserahkan kepada pelaksana subkontrak di DPIL dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB
(7) Penyerahan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada PDKB pemberi pekerjaan subkontrak dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3.
(8) Terhadap penyerahan kembali barang hasil pekerjaan sub kontrak sebagaimana dimaksud ayat (7) dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(9) Tatacara pengeluaran barang dalam rangka sub kontrak dan pemasukan kembali barang hasil pekerjaan sub kontrak diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIII Keputusan ini.


Pasal 41


(1)  PDKB dapat digolongkan dalam Daftar Putih apabila telah memenuhi persyaratan :
a. Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak pernah melakukan pelanggaran;
b. Selalu memenuhi kewajiban pabean dan perpajakan dengan baik dan tepat waktu;
c. Hasil post audit menunjukkan profil perusahaan baik.
(2) Daftar Putih dapat diberikan kepada perusahaan yang baru berdiri berdasarkan permohonan PDKB yang bersangkutan
(3) PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Daftar Putih apabila di kemudian hari ternyata telah melakukan pelanggaran salah satu dari persyaratan yang ditetapkan.


BAB VII
PENGELUARAN MESIN DAN/ATAU PERALATAN PABRIK DARI KB UNTUK
PEMINJAMAN DAN REPARASI/PERBAIKAN

Pasal 42


(1)  Mesin dan/atau peralatan pabrik yang akan dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dapat dipinjamkan oleh PDKB kepada PDKB lainnya atau pelaksana sub kontrak di DPIL untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang untuk paling lama 2 (dua) kali 12 (dua belas) bulan.
(2)  Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pelaksana sub kontrak di DPIL dilakukan dengan menggunakan Formulir BC.2.3 dan wajib mempertaruhkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya.
(3)  PDKB dapat mengeluarkan mesin dan/atau peralatan pabrik ke DPIL dengan tujuan untuk direparasi/diperbaiki dengan menggunakan Formulir BC.2.3 dan menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya.
(4) Reparasi/perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diizinkan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari KB.
(5) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari KB ke luar negeri dengan tujuan reparasi/perbaikan dilakukan dengan menggunakan PEBT dan Formulir BC.2.3.
(6) Tatacara pengeluaran dan pemasukan kembali mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIV Keputusan ini.


Pasal 43


Mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB dapat diganti dengan ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan yang diganti tersebut :

  1. diekspor kembali; dan/atau
  2. dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
  3. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi ketentuan di bidang impor; dan/atau
  4. dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


BAB VIII
PEMERIKSAAN PEMBUKUAN

Pasal 44


(1)  Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas 21 pembukuan, catatan, dan dokumen PKB dan PDKB yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KB, pemindahan barang dalam KB serta pencacahan sediaan barang.
(2)  Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kedapatan selisih kurang jumlah dan/atau jenis barang atau ditemui adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, PKB dan/atau PDKB bertanggung jawab atas pelunasan BM, Cukai, PPN, PPnBM, PPh pasal 22 Impor yang terhutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang terutang.
(3) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat selisih lebih jumlah dan/atau jenis barang maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.


BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN

Bagian Kesatu
PKB

Pasal 45


(1)  Dalam hal hasil audit kepabeanan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal menunjukkan adanya pelanggaran atas ketentuan kepabeanan yang mengakibatkan kerugian hak keuangan negara, Menteri dapat membekukan persetujuan PKB atas saran Direktur Jenderal.
(2)  Persetujuan PKB dibekukan bilamana PKB tersebut :
a. Berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya; atau
b. Menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan KB.
(3)  Pembekuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah menjadi pencabutan
bilamana PKB :
a. tidak dapat melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
b. tidak mampu lagi mengusahakan KB.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan kembali bilamana PKB :
a. telah melunasi utangnya; atau
b. telah mampu kembali mengusahakan KB.
(5) Persetujuan PKB dicabut dalam hal :
a. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya persetujuan, PKB sama sekali tidak melakukan kegiatan;
b. Persetujuan usaha industri sudah tidak berlaku lagi;
c. PKB mengalami pailit berdasarkan keputusan pengadilan;
d. PKB bertindak tidak jujur dalam usahanya;
e. Setelah proses pembekuan, tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan;
f Atas permohonan PKB yang bersangkutan.
(6) Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden RI.

 

Pasal 46


(1) Dalam hal persetujuan PKB dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5), barang modal atau peralatan dan/atau peralatan perkantoran yang terdapat di KB dalam waktu 30 hari sejak tanggal pencabutan persetujuan harus :
a. diekspor kembali; dan/atau
b. dipindahtangankan kepada PKB lain; dan/atau
c. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau
d. dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh PKB, barang yang bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


Bagian Kedua
PDKB

Pasal 47


(1) Persetujuan PDKB dicabut apabila :
a. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya persetujuan, PDKB sama sekali tidak melakukan kegiatan usaha industri untuk tujuan ekspor;
b. Persetujuan usaha industri sudah tidak berlaku lagi;
c. PKB mengalami pailit berdasarkan keputusan pengadilan;
d. PKB bertindak tidak jujur dalam usahanya;
e. Persetujuan PKB dicabut;
f. Atas permohonan PDKB yang bersangkutan.
(2)  Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PKB atas perintah Direktur Jenderal atas nama Menteri.


Pasal 48


(1) Dalam hal persetujuan PDKB dicabut sebagaimana dimaksud pada pasal 47, barang modal atau peralatan dan/atau barang dan/atau bahan yang terdapat di KB dalam waktu 30 hari sejak tanggal pencabutan persetujuan harus :
a. diekspor kembali; dan/atau
b.  dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
c. dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau
d. dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh PDKB, barang yang bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.
 

BAB X
KETENTUAN LAIN

Pasal 49


(1) Konsolidasi barang ekspor asal KB dapat dilakukan di :
a. Kawasan Berikat
b. TPS
c. Tempat lain diluar Kawasan Pabean.
(2) Konsolidasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan pengawasan Bea dan Cukai.
(3) Pengusaha Konsolidasi bertanggung jawab atas pelaksanaan konsolidasi barang ekspor
(4) Tatacara konsolidasi barang ekspor diatur lebih lanjut dalam Lampiran XV Keputusan ini.
 

Pasal 50


(1) Pemasukan dan pengeluaran petikemas kosong ke dan dari KB dilakukan oleh PDKB dengan menggunakan pemberitahuan sebagaimana contoh dalam Lampiran XVI A Keputusan ini.
(2) Tacara pemasukan dan pengeluaran petikemas kosong sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran XVI Keputusan ini.


Pasal 51


Atas barang dan/atau bahan yang berada di PDKB yang rusak atau busuk, PDKB wajib :
a. mengekspor kembali; dan/atau
b. memusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor; dan/atau
c. dimasukan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan.


Pasal 52


Barang sisa dan/atau potongan dari PDKB dapat :
  1. Dikeluarkan ke DPIL dengan melunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang telah memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor dan cukai dengan menggunakan pemberitahuan pabean; dan/atau
  2. Dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi KB yang bersangkutan.

Pasal 53


Ketentuan yang diatur dalam keputusan ini tidak berlaku untuk Kawasan Berikat Batam.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54


(1)  Dengan berlakunya keputusan ini, semua Keputusan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal tentang KB dan Entrepot Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2)  Perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha pergudangan di KB sebelum berlakunya keputusan ini, dapat melaksanakan usahanya sebagai gudang berikat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.05/1996 dalam jangka waktu yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3)  Permohonan untuk mendapatkan persetujuan sebagai Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) yang telah diajukan sebelum 1 April 1997 kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, diselesaikan berdasarkan ketentuan yang lama sampai dengan 1 Oktober 1997.
(4) Persetujuan EPTE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang akan ditetapkan oleh Menteri sebagai PKB merangkap PDKB sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
(5) Perusahaan-perusahaan yang telah berstatus EPTE berdasarkan Keputusan ini ditetapkan sebagai PKB merangkap PDKB.


Pasal 55


Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal Juli 1997
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

ttd.

SOEHARDJO
NIP. 060013988