Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 135/PMK.05/2005

Kategori : Lainnya

Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 135/PMK.05/2005

TENTANG

PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 424/KMK.06/2003
TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI


MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka lebih menjamin stabilitas kondisi keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi, maka pengaturan mengenai kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi perlu dilakukan penyempurnaan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

Mengingat :


  1. Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3306) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3861);
  3. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 424/KMK.06/2003 TENTANG KESEHATAN KEUANGAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI.



Pasal I


1. Mengubah Pasal 11 ayat (1) huruf d sehingga Pasal 11 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 11


(1) Jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi terdiri dari:
  1. deposito berjangka dan sertifikat deposito pada Bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;
  2. saham yang tercatat di bursa efek;
  3. obligasi dan Medium Term Notes dengan peringkat paling rendah A atau yang setara pada saat penempatan;
  4. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia;
  5. unit penyertaan reksadana;
  6. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek);
  7. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi;
  8. pinjaman hipotik;
  9. pinjaman polis.
(2) Jenis kekayaan yang bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, terdiri dari:
  1. kas dan bank;
  2. tagihan premi penutupan langsung;
  3. tagihan reasuransi;
  4. tagihan hasil investasi;
  5. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri;
  6. perangkat keras komputer."
   
2. Mengubah Pasal 13 ayat (1) huruf e sehingga Pasal 13 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 13


(1) Penilaian atas kekayaan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagai berikut:
  1. deposito berjangka, berdasarkan nilai nominal;
  2. sertifikat deposito, berdasarkan nilai tunai;
  3. saham yang tercatat di bursa efek, berdasarkan nilai pasar;
  4. obligasi dan Medium Term Notes, berdasarkan nilai pasar;
  5. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia dinilai dan dikelompokkan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, yaitu :

    1) biaya perolehan setelah amortisasi, premi atau diskonto, dalam hal dikelompokkan sebagai surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo; atau
    2) harga pasar atau estimasi nilai wajar bila harga pasar tidak tersedia, dalam hal dikelompokkan sebagai surat berharga yang diperdagangkan atau tersedia untuk dijual;

  6. unit penyertaan reksadana, berdasarkan nilai aktiva bersih;
  7. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek), berdasarkan nilai ekuitas;
  8. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang, atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;
  9. pinjaman hipotik, berdasarkan nilai sisa pinjaman;
  10. pinjaman polis, berdasarkan nilai sisa pinjaman.
   
   
3. Mengubah Pasal 14 ayat (4) huruf c sehingga Pasal 14 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 14


(1) Pembatasan atas kekayaan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagai berikut:
  1. investasi dalam bentuk deposito berjangka dan sertifikat deposito pada setiap Bank, tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;
  2. investasi dalam bentuk saham yang emitennya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap emiten masing-masing tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;
  3. investasi dalam bentuk obligasi dan Medium Term Notes yang penerbitnya adalah badan hukum Indonesia, untuk setiap penerbit masing-masing tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;
  4. investasi dalam bentuk unit penyertaan reksadana, untuk setiap penerbit tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;
  5. investasi dalam bentuk penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek), seluruhnya tidak melebihi 10% (sepuluh per seratus) dari jumlah investasi;
  6. investasi yang ditempatkan dalam bentuk bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi;
  7. investasi yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman hipotik, seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari jumlah investasi dan memenuhi persyaratan bahwa pinjaman tersebut:
    1) diberikan hanya kepada perorangan;
    2) dijamin dengan hipotik pertama;
    3) penghipotikan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
    4) besarnya setiap pinjaman tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari nilai jaminan yang terkecil di antara nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP);
  8. investasi dalam bentuk pinjaman polis besarnya tidak melebihi 80% (delapan puluh per seratus) dari nilai tunai polis yang bersangkutan.
(2) Jumlah investasi yang digunakan sebagai dasar perhitungan batasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah nilai seluruh jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) per tanggal neraca yang penilaiannya didasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).
(3) Dalam hal Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi memiliki penempatan investasi di luar negeri, maka jumlah investasi yang digunakan sebagai dasar batasan adalah jumlah investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditambah dengan jumlah investasi di luar negeri.
(4) Pembatasan atas kekayaan bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi adalah sebagai berikut :
a. tagihan premi penutupan langsung, umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan dihitung sejak:
1) pertanggungan dimulai bagi polis dengan pembayaran premi tunggal; atau
2) jatuh tempo pembayaran premi bagi polis dengan pembayaran premi cicilan;
b. tagihan reasuransi, umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;
c. tagihan hasil investasi, umurnya tidak lebih dari 2 (dua) bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran;
d. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan yang dipakai sendiri, seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) bagi Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Reasuransi, atau 30% (tiga puluh per seratus) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa, masing-masing dari Modal Sendiri periode berjalan;
e. perangkat keras komputer seluruhnya tidak melebihi 20% (dua puluh per seratus) dari Modal Sendiri periode berjalan."
   
4. Mengubah Pasal 16 ayat (1) huruf d sehingga Pasal 16 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 16


(1) Jenis investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah terdiri dari:
  1. deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;
  2. saham yang tercatat di bursa efek;
  3. obligasi dan Medium Term Notes dengan peringkat paling rendah A atau yang setara pada saat penempatan;
  4. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia;
  5. unit penyertaan reksadana;
  6. penyertaan langsung (saham yang tidak tercatat di bursa efek);
  7. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi;
  8. pinjaman polis;
  9. pembiayaan kepemilikan tanah dan atau bangunan, kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan);
  10. pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil).
(2) Jenis kekayaan bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah terdiri dari:
  1. kas dan bank;
  2. tagihan premi penutupan langsung;
  3. tagihan reasuransi;
  4. tagihan hasil investasi;
  5. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk dipakai sendiri;
  6. perangkat keras komputer."
   
5. Mengubah Pasal 17 ayat (1) huruf d sehingga Pasal 17 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 17


(1) Penilaian atas kekayaan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:
  1. deposito berjangka dan sertifikat deposito, berdasarkan nilai nominal;
  2. saham yang tercatat di bursa efek, berdasarkan nilai pasar;
  3. obligasi dan Medium Term Notes, berdasarkan nilai pasar, atau nilai nominal dalam hal nilai pasar tidak tersedia;
  4. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia dinilai dan dikelompokkan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia, yaitu :

    1) biaya perolehan setelah amortisasi premi atau diskonto, dalam hal dikelompokkan sebagai surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo; atau
    2) harga pasar atau estimasi nilai wajar bila harga pasar tidak tersedia, dalam hal dikelompokkan sebagai surat berharga yang diperdagangkan atau tersedia untuk dijual;

  5. unit penyertaan reksadana, berdasarkan nilai aktiva bersih;
  6. penyertaan langsung, berdasarkan nilai ekuitas;
  7. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, untuk investasi, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang, atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;
  8. pinjaman polis, berdasarkan nilai sisa pinjaman;
  9. pembiayaan kepemilikan tanah dan atau bangunan, kendaraan bermotor, dan barang modal dengan skema murabahah (jual beli dengan pembayaran ditangguhkan), berdasarkan nilai sisa pinjaman;
  10. pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah (bagi hasil) berdasarkan nilai sisa pinjaman.
(2) Penilaian atas kekayaan bukan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b untuk Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah adalah sebagai berikut:
  1. kas dan bank, berdasarkan nilai nominal;
  2. tagihan premi penutupan langsung, berdasarkan nilai sisa tagihan;
  3. tagihan reasuransi, berdasarkan nilai sisa tagihan;
  4. tagihan hasil investasi, berdasarkan nilai sisa tagihan;
  5. bangunan dengan hak strata (strata title) atau tanah dengan bangunan, yang dipakai sendiri, berdasarkan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang berwenang, atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam hal tidak dilakukan penilaian oleh lembaga penilai;
  6. perangkat keras komputer, berdasarkan nilai buku."
   
6. Mengubah Pasal 21 ayat (2) huruf f sehingga Pasal 21 seluruhnya berbunyi sebagai berikut :

" Pasal 21


(1) Kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi harus dipisahkan pencatatannya dengan kekayaan dan kewajiban yang bersumber dari produk asuransi jiwa lainnya.
(2) Penempatan atas kekayaan yang bersumber dari Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam jenis:
  1. kas dan bank;
  2. deposito berjangka dan sertifikat deposito, termasuk deposit on call dan deposito yang berjangka waktu kurang dari atau sama dengan 1 (satu) bulan;
  3. saham yang tercatat di bursa efek;
  4. obligasi dan Medium Term Notes;
  5. e. unit penyertaan reksadana;
  6. f. surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Bank Indonesia.
(3) Ketentuan pembatasan penempatan kekayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan atau Pasal 19 ayat (1) tidak berlaku bagi penempatan kekayaan Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi.


Pasal II


  1. Dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, surat berharga yang dijamin oleh Pemerintah atau Bank Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi masih tetap dapat dikategorikan sebagai kekayaan yang diperkenankan sampai dengan batas waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan ini.
  2. Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 30 September 2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2005
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI