Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 51/PMK.07/2016

Kategori : PBB, BPHTB

Penyelesaian Pengembalian Atas Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dan Penyelesaian Permohonan Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan


 

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51/PMK.07/2016

TENTANG

PENYELESAIAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA
PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN
PENYELESAIAN PERMOHONAN PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16F ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 127/PMK.07/2012 dan Nomor 53 Tahun 2012, telah ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.05/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Perhitungan Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Melalui Pemotongan Dana Bagi Hasil;
  2. bahwa dalam rangka efektifitas dan efisiensi penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, perlu mengatur kembali penyelesaian pengembalian atas kelebihan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;
  3. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 ayat (3) Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah, penyelesaian permohonan pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penyelesaian Pengembalian Atas Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dan Penyelesaian Permohonan Pelayanan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
  2. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 127/PMK.07/2012 dan Nomor 53 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 186/PMK.07/2010 dan Nomor 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Sebagai Pajak Daerah;
  3. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014 dan Nomor 10 Tahun 2014 tentang Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENYELESAIAN PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PELAYANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
  2. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
  3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  4. Imbalan Bunga adalah pembayaran sejumlah uang karena pengembalian penerimaan  negara atas kelebihan pembayaran PBB-P2 dan BPHTB telah melewati batas waktu sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
  5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. 
  6. Tahun Pengalihan adalah tahun dialihkannya kewenangan pemungutan PBB-P2 ke Pemerintah Daerah, paling lambat tahun 2014.
  7. Kepala Daerah adalah gubernur bagi Daerah provinsi atau bupati bagi Daerah kabupaten atau walikota bagi Daerah kota.
  8. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  9. Pengembalian penerimaan negara akibat kelebihan pembayaran BPHTB adalah pengembalian atas kelebihan pembayaran jumlah BPHTB yang telah dibayar, karena jumlah BPHTB yang telah dibayar lebih besar dari BPHTB yang terutang atau pembayaran atas BPHTB yang tidak seharusnya terutang.
  10. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
  11. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II yang selanjutnya disingkat KPPN Jakarta II adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah XI Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta.
  12. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah
  13. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban SPM.
  14. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disebut RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.


BAB II

PENYELESAIAN PENGEMBALIAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERDESAAN DAN PERKOTAAN DAN
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Bagian Kesatu
Pengembalian Kelebihan Pembayaran PBB-P2 dan BPHTB

Pasal 2


Pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 terdiri atas:
  1. pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 sebagai tindak lanjut atas dikabulkannya permohonan Wajib Pajak yang diserahkan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 31 Desember sebelum tahun pengalihan yang tertuang dalam Berita Acara Serah Terima; dan
  2. pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 berdasarkan atas keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sampai dengan tanggal 31 Desember sebelum Tahun Pengalihan;
dengan besaran pengembalian lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


Pasal 3


Dalam hal PBB-P2 telah dialihkan kepada Pemerintah Daerah, jangka waktu sejak tanggal 1 Januari Tahun Pengalihan sampai dengan tanggal ditetapkannya Peraturan Menteri ini tidak diperhitungkan dalam penentuan jangka waktu penyelesaian pelayanan PBB-P2, gugatan, banding, dan/atau peninjauan kembali PBB-P2.


Pasal 4


Pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB dilakukan sebagai tindak lanjut atas:
  1. dikabulkannya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Desember 2010.
  2. keputusan keberatan, putusan banding atau putusan peninjauan kembali terhadap permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada huruf a.


Bagian Kedua
Pejabat Perbendaharaan

Pasal 5


(1) Menteri Keuangan selaku BUN adalah Pengguna Anggaran atas penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB.
(2) Menteri Keuangan menunjuk Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan untuk melaksanakan fungsi Pengguna Anggaran atas penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB.
(3) Menteri Keuangan menunjuk Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah selaku Kuasa Pengguna Anggaran atas penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB.


Pasal 6


(1) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab atas penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB.
(2) Dalam rangka melaksanakan tanggung jawab, Kuasa Pengguna Anggaran menetapkan:
  1. Pejabat Pembuat Komitmen; dan
  2. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar.
(3) Tugas, wewenang, dan pertanggungjawaban Kuasa Pengguna Anggaran dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Pasal 7


(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan atas permohonan Wajib Pajak.
(2) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan adanya kelebihan pembayaran PBB-P2 oleh Wajib Pajak, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan SKPDLB.

  

Pasal 8


(1) Direktur Jenderal Pajak menyerahkan keputusan atas permohonan pengembalian, keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dan Pasal 4 kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah.
(2) Penyerahan keputusan atas permohonan pengembalian, keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan rincian penghitungan yang memuat penghitungan jumlah kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB oleh Wajib Pajak.


Bagian Ketiga
Imbalan Bunga

Pasal 9


(1) Dalam hal penghitungan kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB menyebabkan adanya Imbalan Bunga, rincian penghitungan juga memuat penghitungan besaran imbalan bunga.
(2) Ketentuan penghitungan Imbalan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
  1. Imbalan Bunga ditetapkan sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat bulan); dan 
  2. Imbalan Bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Rincian penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menerbitkan SKPDLB berdasarkan rincian penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak keputusan atas permohonan pengembalian, keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.


Pasal 10


(1) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menyampaikan SKPDLB kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak SKPDLB ditetapkan.
(2) SKPDLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

   

Pasal 11


(1) Berdasarkan SKPDLB, Kuasa Pengguna Anggaran BUN menerbitkan SPM paling lama 7 (tujuh) hari setelah SKPDLB diterima.
(2) Kuasa Pengguna Anggaran BUN menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dilampiri SKPDLB kepada KPPN Jakarta II sebagai dasar pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.


Pasal 12


(1) KPPN Jakarta II melakukan penelitian dan pengujian atas SPM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan bahwa SPM tidak sesuai dengan ketentuan, KPPN Jakarta II mengembalikan SPM dimaksud kepada PPSPM secara tertulis dengan disertai dokumen pendukung.
(3) Dalam hal hasil penelitian dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan bahwa SPM telah sesuai ketentuan, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D.


Pasal 13


(1) Berdasarkan SP2D yang diterbitkan KPPN Jakarta II, Kuasa Pengguna Anggaran BUN menyampaikan pemberitahuan mengenai pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 kepada Kepala Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak SP2D diterbitkan.
(3) Kepala Daerah mengembalikan kelebihan pembayaran PBB-P2 kepada Wajib Pajak paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB di RKUD.
(4) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan memperhitungkan tunggakan pajak daerah Wajib Pajak.


Bagian Keempat
Penganggaran dan Perhitungan Lebih Salur

Pasal 14


Anggaran pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB dan Imbalan Bunga dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dibebankan pada Bagian Anggaran Belanja Lainnya.


Pasal 15


Pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diperhitungkan sebagai lebih salur Dana Bagi Hasil PBB-P2 dan/atau BPHTB.


Pasal 16


(1) Penerimaaan pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB di RKUD dicatat sebagai penerimaan non anggaran akun kewajiban perhitungan fihak ketiga.
(2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melaporkan realisasi pengembalian kelebihan pembayaran PBB-P2 dan/atau BPHTB kepada Kuasa Pengguna Anggaran BUN paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pembayaran pengembalian kelebihan PBB-P2 dan/atau BPHTB.


BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17


Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.05/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Perhitungan Pengembalian Penerimaan Negara Akibat Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Melalui Pemotongan Dana Bagi Hasil, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 18


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 31 Maret 2016
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG P.S. BRODJONEGORO

 


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 April 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 491