Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 12/PJ.31/1992

Kategori : PPh

Tambahan Penjelasan Atas Surat Edaran Nomor : Se-20/PJ.31/1991 Dan Se-21/PJ.31/1991


14 Mei 1992

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 12/PJ.31/1992

TENTANG

TAMBAHAN PENJELASAN ATAS SURAT EDARAN NOMOR : SE-20/PJ.31/1991 DAN SE-21/PJ.31/1991

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan adanya permintaan penjelasan dari Assosiasi Kontraktor Pertambangan Internasional (International Association of Drilling Contractors) atas Surat Edaran Nomor : SE-20/PJ.31/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Norma Penghitungan Kena Pajak bagi tenaga asing pada drilling company dan Surat Edaran Nomor : SE-21/PJ.31/1991 tanggal 31 Desember 1991 tentang Penghitungan Khusus Penghasilan Netto dan PPh Pasal 25 Foreign Drilling Company, perlu diberikan tambahan penjelasan sebagai berikut :

 

  1. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-20/PJ.31/1991 :
    1.1. Butir 4 dari Surat Edaran dimaksud dengan ini ditegaskan bahwa :
    Jumlah General Manager, Manager, Supervisor dan Asisten Supervisor paling sedikit adalah sebagai berikut :
    Kedudukan : Jumlah orang :
    General Manager 1
    Manager 1 setiap rig.
    Supervisor atau tool pusher 1 setiap rig.
    Asisten Supervisor atau tour pusher 2 setiap rig.
    Apabila perusahaan nasional atau perusahaan asing drilling company hanya memiliki 1 rig, maka jabatan General Manager (GM) tidak selalu harus ada. Dalam hal lebih dari satu rig yang dioperasikan, biasanya perusahaan drilling menunjuk seorang "GM". Namun demikian jika hanya dua rig saja yang dioperasikan maka salah satu "Rig Manager" (Gol. 2) dianggap sebagai "GM". Dalam hal demikian maka akan ada seorang "GM" dan seorang "Rig Manager".
  2. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.31/1991 diberikan penegasan sebagai berikut :
    Dalam butir 3.1. huruf b, biaya mobilisasi dan demobilisasi meliputi biaya untuk transportasi dan bongkar muat rig dari lokasinya di luar negeri ke lokasi pekerjaan di Indonesia dan sebaliknya. Biaya mobilisasi dan demobilisasi tersebut termasuk reimbursable cost. Agar dapat diketahui secara tepat jumlah pengeluaran untuk mobilisasi dan demobilisasi, perusahaan drilling harus menyebut jumlahnya secara terpisah pada saat mengajukan tagihan "reimbursable cost" kepada perusahaan kontraktor minyak. Hal ini diperlukan sebagai data Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengawasan apakah pengeluaran yang dimaksud memang benar masuk dalam kategori mobilisasi dan demobilisasi. Sedangkan "handling charge" merupakan biaya-biaya lain yang ditambahkan kepada "reimbursable cost".

Demikian untuk dilaksanakan sebaik-baiknya.






DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd

 

Drs. MAR'IE MUHAMMAD