Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 04/PJ.51/1991

Kategori : PPN

Perantara Perdagangan Efek (Pialang/Broker) Sebagai Pkp. (Seri PPN - 173)


30 Januari 1991

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 04/PJ.51/1991

TENTANG

PERANTARA PERDAGANGAN EFEK (PIALANG/BROKER) SEBAGAI PKP. (SERI PPN - 173)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sebagaimana diketahui dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-15/PJ.5/1990 tanggal 19 Juli 1990 (Seri PPN-168) telah diberikan penegasan bahwa kegiatan pialang (broker) merupakan kegiatan Jasa yang terutang PPN sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 dan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor: PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989 angka 3 huruf j.

 

Meskipun demikian sampai saat ini masih terdapat keragu-raguan, bahkan keengganan dari beberapa pengusaha yang bergerak di bidang jasa pialang/brokerage/perantara perdagangan efek melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Oleh karenanya dipandang perlu memberikan penegasan lebih lanjut terhadap penjelasan yang tercantum dalam Surat Edaran seri PPN-168 tersebut di atas sebagai berikut :

  1. Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 860/KMK.01/1987 tanggal 23 Desember 1987 dibentuk Lembaga Penunjang Pasar Modal yang salah satu diantaranya adalah Lembaga Perantara Perdagangan Efek. Dalam Pasal 1 huruf d Keputusan Menteri Keuangan tersebut ditentukan bahwa Perantara Perdagangan Efek adalah Makelar atau Komisioner sebagaimana dimaksud dalam KUHD yang telah mendapat ijin dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan transaksi baik jual maupun beli efek bagi kepentingan pemberi amanat.

  2. Yang dapat bertindak selaku Perantara Perdagangan Efek menurut Pasal 24 Keputusan Menteri Keuangan tersebut adalah : 
    2.1. Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Bank;
    2.2. Badan usaha lain dalam bentuk Perseroan Terbatas, yang usaha utamanya adalah perdagangan efek;
    2.3. Perorangan warga negara Indonesia yang mempunyai keahlian dan/atau pengalaman dalam perdagangan efek, dengan tugas pokok sebagai berikut :
    - menyelesaikan amanat jual/beli efek dari pemberi amanat;
    - menyediakan data/informasi bagi kepentingan para pemodal;
    - membantu mengelola dana bagi kepentingan para pemodal;
    - memberikan saran kepada pemodal;
    - tugas-tugas lain yang berkaitan dengan kegiatan pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Atas jasa yang diberikan, Perantara Perdagangan Efek memperoleh imbalan jasa yang besarnya ditetapkan oleh Ketua BAPEPAM.

     

  3. Menurut ketentuan dalam Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 dan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor: PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989 butir 3 huruf j jasa Perusahaan dan jasa Perdagangan yang terutang PPN adalah antara lain meliputi jasa makelar (broker), jasa keagenan, jasa pengurusan perusahaan (manajemen), jasa penaksiran nilai (valuer, appraisal dan surveyor), jasa perencanaan dan konsultasi manajemen, jasa stenografi dan jasa pelaporan persidangan dan sejenisnya. 

  4. Ditinjau dari rincian orang atau badan yang dapat bertindak sebagai dan dengan tugas pokok Perantara Perdagangan Efek sebagaimana tersebut pada butir 2 di atas, maka kegiatan usaha mereka termasuk dalam jasa Perusahaan dan jasa Perdagangan. Oleh karenanya berdasarkan Pasal4 ayat (2) huruf b Undang-undang PPN 1984 jis Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 dan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor : PENG-139/PJ.63/1989 tanggal 27 Maret 1989, penyerahan jasa oleh Perantara Perdagangan Efek merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak. Oleh karena itu sejak dini Direktur Jenderal Pajak dengan surat Nomor: S-1648-081/ PJ.51/1989 tanggal 1 Desember 1989 telah memberitahukan semua pialang untuk melaporkan usahanya menjadi PKP.

  5. Kenyataan yang dihadapi pada saat ini ialah adanya keengganan dari para Perantara Perdagangan Efek khususnya yang berstatus Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Bank, melaporkan usahanya kepada Direktorat Jenderal Pajak (KPP setempat) untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Mereka berdalih bahwa ketentuan Pasal 1 butir 2 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 menentukan bahwa penyerahan Jasa Perbankan, Asuransi, Lembaga Keuangan Bukan Bank dan Financial Leasing, dikecualikan dari pengenaan PPN. Contoh mengenai hal ini adalah penegasan Direktur Jenderal Pajak kepada PT. MULTICOR dengan surat Nomor: S-903/PJ.5.1/1990 tanggal 5 Juli 1990 yang menegaskan bahwa atas penyerahan jasa brokerage yang dilakukan oleh PT. MULTICOR (LKBB) terutang PPN. Untuk jelasnya copy surat tersebut dilampirkan bersama ini.

  6. Sehubungan dengan itu, diminta agar Saudara memberikan perhatian terhadap hal-hal sebagai berikut:
    6.1.

    Jasa Perantara Perdagangan Efek yang dilakukan oleh siapapun baik oleh Bank maupun Non Bank merupakan Jasa Kena Pajak. Permasalahan ini adalah serupa dengan jasa broker asuransi yang merupakan Jasa Kena Pajak walaupun kegiatan usaha asuransinya sendiri bukan merupakan Jasa Kena Pajak (lihat SE-17/PJ.32/1990 tanggal 10 April 1990/Seri PPN - 163).

    6.2.

    Dasar Pengenaan Pajak bagi Perantara Perdagangan Efek adalah seluruh komisi/provisi atau fee yang diterima atau seharusnya diterima oleh Perantara Perdagangan Efek baik dari penjual maupun dari pembeli (pemberi amanat).

    6.3.

    Pajak Masukan yang boleh dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 1441b/KMK.04/1989 adalah Pajak Masukan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha selaku Perantara Perdagangan Efek sepanjang tidak termasuk kedalam kategori Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN 1984.

    6.4.

    Melakukan pendekatan kepada Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, dan Bentuk-bentuk Usaha Perantara Perdagangan Efek lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 24 Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 860/KMK.01/1987 tanggal 23 Desember 1987 di wilayah Kantor Wilayah, atau KPP masing-masing agar mereka segera melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP. Copy Keputusan Menteri Keuangan tersebut dilampirkan bersama ini. 

    Apabila setelah pemberitahuan dan himbauan tersebut, mereka tidak juga melaporkan usahanya, maka setelah dilakukan verifikasi lapangan dan atau pemeriksaan, mereka harus dikukuhkan sebagai PKP, sejak tanggal 1 April 1989 atau sejak tanggal kegiatan usahanya yang sesungguhnya dimulai. Terhadap mereka diterapkan sanksi dengan menghitung besarnya pajak yang terutang beserta sanksinya menurut ketentuan Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang PPN 1984.

    6.5.

    Hasil pendekatan tersebut hendaknya sudah terlihat dalam Laporan Perkembangan PKP Triwulan IV Tahun 1990/1991 dari masing-masing Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. Para Kepala Kantor Wilayah diminta segera melakukan koordinasi dengan para Kepala KPP yang di wilayah masing-masing terdapat kegiatan para pialang/brokerage/perantara perdagangan efek.

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd

 

Drs. MAR'IE MUHAMMAD