Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 06/PJ.41/1991

Kategori : PPh

Pengaturan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Direktorat Jenderal Pajak, Bulog Dan Gapegti, Dalam Rangka Kewajiban Spt Tahunan PPh 1990


24 Januari 1991


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 06/PJ.41/1991

TENTANG

PENGATURAN LEBIH LANJUT PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, BULOG DAN GAPEGTI, DALAM RANGKA KEWAJIBAN SPT TAHUNAN PPh 1990

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan akan berakhirnya tahun pertama perjanjian kerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak, BULOG dan GAPEGTI mengenai pemungutan dan pembayaran PPh atas penyaluran tepung terigu dan atau gula pasir (gusir), dengan ini disampaikan pengaturan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Sesuai dengan Perjanjian Kerjasama Direktorat Jenderal PaJak, Bulog dan Gapegti tanggal 15 Februari 1990 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.41/1990 tanggal 16 Maret 1990 ditentukan bahwa :
    - Perjanjian kerjasama berlaku untuk masa bulan Januari 1990 sampai dengan Desember 1990.
    - Surat Setoran Pajak (KP.PDIP.5-1) dibuat oleh penyalur dua macam yaitu untuk dan atas nama penyalur sendiri dan untuk grosir.
    - Surat Setoran Pajak tersebut dibuat pada saat menebus jatah tepung terigu dan atau gula pasir di Bulog. 

    Sebagai akibat terjadinya perbedaan waktu antara tanggal perjanjian kerjasama (15 Februari 1990) dengan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerjasama (1 Januari 1990) seperti tersebut diatas, akan menimbulkan beberapa masalah, yaitu :
    1. Pada awal tahun 1990 penyalur atau grosir masih membayar angsuran PPh Pasal 25-nya menurut ketentuan yang umum, yaitu sebesar 1/12 dari pajak yang terhutang pada tahun pajak sebelumnya, sedangkan yang seharusnya dibayar adalah sebesar yang telah ditentukan dalam setiap penebusan alokasi tepung terigu dan gula pasir sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama. Hal-hal yang perlu dilaksanakan dalam kaitan ini adalah :
      1. Dalam hal terdapat kekurangan pembayaran angsuran PPh Pasal 25, maka atas kekurangan tersebut penyalur harus menyetor secara berimbang antara kewajiban penyalur dengan grosir sesuai perjanjian kerjasama paling lambat tanggal 31 Maret atau tanggal sebelum dimasukannya SPT Tahunan PPh 1990. Atas kekurangan setoran ini tidak dikenakan sanksi administrasi.
      2. Dalam hal jumlah angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar sama dengan yang seharusnya disetor berdasarkan perjanjian kerjasama, maka penyalur mengajukan permohonan ke KPP setempat agar segi pembayarannya dipecah secara berimbang atas namanya sendiri dan atas nama grosir. Selanjutnya KPP dalam menanggapi permohonan penyalur juga harus menyampaikan tembusan kepada grosir sebagai bukti.
      3. Dalam hal jumlah angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan perjanjian kerjasama melebihi jumlah yang seharusnya maka atas kelebihan tersebut tidak dapat diminta kembali oleh penyalur. Namun penyalur tetap harus mengajukan permohonan pemindah bukuan segi pembayaran pajak sebagaimana tersebut pada butir 2 di atas.

       

    2. Penyalur menyetor angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan perjanjian kerjasama akan tetapi dalam satu SSP saja. Dalam hal ini pembayaran tersebut terlebih dahulu harus dipecah menjadi dua SSP yaitu atas nama penyalur dan grosir secara berimbang sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf b perjanjian kerjasama. Untuk keperluan ini penyalur yang bersangkutan mengajukan permintaan pemecahan SSP ke KPP setempat dimana ia berdomisili dengan melampirkan Surat Perintah Setor (SPS) dari Bulog/Dolog setempat. Selanjutnya KPP dalam menanggapi permohonan penyalur juga harus menyampaikan tembusan kepada grosir sebagai bukti.

     

  2. Penyampaian SPT Tahunan 1990.Berdasarkan Pasal 3 ayat 2 Perjanjian Kerjasama ditentukan bahwa penyalur yang mempunyai NPWP tetap diwajibkan menyampaikan SPT Tahunan PPh 1990 sebagaimana mestinya.Penyampaian SPT Tahunan ini adalah untuk melengkapi kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak tersebut sebagai pertanggung jawaban terhadap pembayaran PPh dari penghasilan yang diterima atau diperoleh atas kegiatan sebagai penyalur tepung terigu dan atau gula pasir dalam tahun 1990.
    1. Penyalur yang mempunyai NPWP yang semata-mata di bidang usahanya sebagai penyalur tepung terigu dan atau gula pasir, maka PPh Pasal 25 yang dibayar berdasarkan Perjanjian kerjasama seperti tertera dalam SPT Tahunan adalah sama besarnya dengan jumlah PPh terhutang tahun 1990.
    2. Penyalur yang mempunyai NPWP yang bidang usahanya tidak semata-mata sebagai penyalur tepung terigu dan atau gula pasir, maka penghasilan baik dari usaha tepung terigu dan atau gula pasir maupun dari usaha lainnya di jumlahkan dalam SPT Tahunan PPh, kemudian dikenakan pajak sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983.

     

  3. Lain-lain
    1. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dalam hal ada penundaan penebusan alokasi jatah (penundaan prinlog). Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf b Perjanjian kerjasama, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 oleh penyalur dilakukan setiap kali ada penebusan alokasi tepung terigu dan atau gula pasir. Dengan demikian, apabila karena sesuatu sebab terjadi penundaan penebusan alokasi tepung terigu dan atau gula pasir tersebut, maka saat pembayaran angsuran PPh Pasal 25 disesuaikan dengan saat penebusannya.
    2. Selanjutnya diminta perhatian Saudara, agar pelaksanaan Pasal 3 ayat 3 Perjanjian kerjasama yaitu bimbingan dan petunjuk mengenai administrasi perpajakan kepada penyalur sudah seharusnya terlaksana dengan baik, sehingga administrasi penyalur dan grosir pada awal tahun 1991 sudah mulai tertib berupa penyalur telah menyelenggarakan pembukuan dengan benar dan grosir telah mempunyai NPWP. Dengan demikian perjanjian kerjasama ini akan berakhir pada akhir tahun 1991 yang akan datang.

     

Demikian untuk dimaklumi.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

ttd

 

MAR'IE MUHAMMAD