Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 28/PJ.43/1995

Kategori : PPh

Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Bunga Obligasi Dan Dividen Yang Diterima Wajib Pajak Orang Pribadi (Seri PPh Pasal 23/ Pasal 26 Nomor 6)


22 Mei 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 28/PJ.43/1995

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 ATAS BUNGA OBLIGASI DAN DIVIDEN YANG DITERIMA
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (SERI PPh PASAL 23/ PASAL 26 NOMOR 6)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 dan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1994, maka :

- Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991 yang berbunyi "Bunga dan dividen tertentu yang tidak melampaui suatu jumlah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, dikecualikan dari pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)", telah dihapus.
- Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1985 tentang pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1993 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka perlu diberikan penegasan sebagai berikut :

1. Bunga obligasi dan dividen, baik yang berasal dari saham atau sekuritas, baik yang diperdagangkan di pasar modal maupun yang tidak, yang terutang atau dibayarkan kepada Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi dalam tahun 1995 dan seterusnya, dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.

2. Dengan demikian atas bunga obligasi dan dividen (interim atau final) dari saham atau sekuritas baik yang diperdagangkan di pasar modal ataupun tidak, yang dibayarkan atau terutang pada tanggal 1 Januari 1995 dan seterusnya oleh badan pemberi hasil (emiten) kepada Wajib Pajak orang pribadi, wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 tanpa memperhatikan tahun obligasi diterbitkan, tahun laba sesudah pajak yang dibagikan, ataupun besar kecilnya jumlah bunga atau dividen yang dibayarkan/ terutang.

Contoh :
a. PT. A (perusahaan Go Public) dalam tahun 1994 menerbitkan obligasi dengan tingkat bunga 12% (dua belas persen) setahun, yang dibayarkan setiap satu semester.
Tuan X pemegang 60 lembar obligasi PT.A @ Rp. 100.000,- nilai seluruhnya : = 60 x Rp. 100.000,- = Rp. 6 juta.

Bunga yang diterima X sebagai berikut :
- Bunga semester I diterima bulan Agustus 1994 sebesar x 12% x Rp. 6 juta = Rp. 360.000,-.
Atas pembayaran bunga tersebut PT. A tidak wajib memotong PPh Pasal 23 karena jumlahnya tidak melebihi batas pengecualian pemotongan PPh Pasal 23 (1/2 x Rp. 1.728.000,- = Rp. 864.000,-).
- Bunga semester II diterima bulan Pebruari 1995 sebesar Rp. 360.000,-Atas pembayaran bunga tersebut PT. A wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp. 360.000,-= Rp. 54.000,-, karena sesuai ketentuan tersebut pada butir 1 sejak 1 Januari 1995 sudah tidak ada lagi batas pengecualian pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga obligasi atau dividen yang terutang/ dibayarkan.
b.

Tuan Y pemegang 10.000 lembar saham PT. XYZ (perusahaan Go Public), pada bulan Agustus 1994 menerima dividen interim sebesar Rp. 100,- per lembar saham. Bulan Juni 1995, tuan Y menerima dividen final sebesar Rp. 70,- per lembar saham.

Jumlah dividen interim yang dibayarkan oleh PT. XYZ kepada Tuan Y : = 10.000 x Rp. 100,- = Rp. 1.000.000,-.

Atas dividen interim yang dibayarkan tersebut PT. XYZ wajib memotong PPh Pasal 23 dari jumlah bruto, karena jumlahnya melebihi batas pengecualian pemotongan PPh Pasal 23 (1/2 x Rp. 1.728.000,- = Rp. 864.000,-).

Jumlah dividen final yang dibayarkan oleh PT. XYZ kepada Tuan Y : = 10.000 x Rp. 70,- = Rp. 700.000,-.

Atas dividen final yang dibayarkan tersebut wajib dipotong oleh PT. XYZ PPh Pasal 23 dari jumlah bruto, karena pembayaran dividen tersebut dilakukan dalam tahun 1995, dimana sudah tidak ada lagi batas pengecualian pemotongan PPh Pasal 23.

3. Perlu ditegaskan bahwa penghasilan berupa bunga obligasi atau dividen yang diterima dalam tahun 1994 atau sebelumnya meskipun tidak dipotong PPh Pasal 23 karena dibawah batas pengecualian dari pemotongan, namun tetap wajib digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Demikian untuk dilaksanakan, dan Surat Edaran ini agar disebarluaskan kepada para Wajib Pajak khususnya kepada para Emiten dan Biro Administrasi Effek Indonesia




DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER