Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 88/KMK.01/1995

Kategori : PPh, PPN

Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 855/KMK.01/1993 Tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (Epte)


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88/KMK.01/1995

TENTANG

PENYEMPURNAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 855/KMK.01/1993
TENTANG ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang :

 

bahwa dalam rangka meningkatkan investasi dan kelancaran pemberian ijin EPTE, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Menteri keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993;

 

Mengingat :

 

  1. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993 tentang Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) sebagaimana telah disempurnakan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 293/KMK.01/1994;

 

 

MEMUTUSKAN :

 

Menetapkan :

 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYEMPURNAAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 855/KMK.01/1993 TENTANG ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)

 

 

Pasal I

 

Menyempurnakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 855/KMK.01/1993 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor 293/KMK.01/1994, sebagai berikut :

 

1.

Menambah Pasal baru antara Pasal 6 dan Pasal 7, yang berbunyi sebagai berikut :

 

"Pasal 6 a

  1. Permohonan ijin EPTE bagi perusahaan yang berlokasi di Kawasan Industri dapat diajukan sebelum fisik bangunan pabrik berdiri dengan menggunakan formulir EPTE I-A sebagaimana contoh dalam Lampiran I-A, dengan melampirkan
    1. Foto copy Surat Persetujuan Prinsip (SPP)/Surat Persetujuan Penanaman Modal (SPPM) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Persetujuan Prinsip/Ijin Usaha Industri dari Menteri teknis terkait;
    2. Foto copy akte pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;
    3. Foto copy penetapan sebagai PKP serta foto copy SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib;
    4. Rencana penggunaan barang dan/atau bahan beserta hasil olahannya;
    5. Keterangan tertulis dari Pemilik Kawasan bahwa perusahaan tersebut berlokasi di Kawasan Industri yang bersangkutan disertai peta lokasi dan tata letak bangunan;
  2. Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.
  3. Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, Direktur Jenderal Bea dan Cukai meneruskan permohonan kepada Menteri Keuangan.
  4. Persetujuan atau penolakan ijin EPTE dengan menggunakan Formulir EPTE-2 (untuk persetujuan) sebagaimana contoh dalam Lampiran II atau EPTE-3 (untuk penolakan) sebagaimana contoh dalam Lampiran III diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
  5. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui, Menteri Keuangan belum memberikan Keputusan, permohonan ijin EPTE dianggap disetujui.
  6. Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah memperoleh izin EPTE, apabila fisik bangunan telah selesai dan perusahaan siap operasi, meminta Kantor Inspeksi Bea dan Cukai setempat untuk melakukan pemeriksaan fisik siap operasi.
  7. Apabila dari hasil pemeriksaan fisik ternyata perusahaan EPTE tersebut telah memenuhi persyaratan untuk operasional, Kepala Kantor Inspeksi menempatkan petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengawasi operasional EPTE yang bersangkutan.
 

 

2.

Bentuk formulir EPTE-IA adalah sebagaimana contoh dalam Lampiran Keputusan ini.

 

 

Pasal II

 

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di JAKARTA
pada tanggal 14 Pebruari 1995
MENTERI KEUANGAN

ttd

MAR'IE MUHAMMAD