Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 04/PJ.53/1995

Kategori : PPN

Formulir Baru Spt Masa PPN (Seri PPN 3-95)


6 Februari 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 04/PJ.53/1995

TENTANG

FORMULIR BARU SPT MASA PPN (SERI PPN 3-95)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-12/PJ/1995 tanggal 6 Februari 1995 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) dan SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran Yang Menggunakan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, Keterangan dan Dokumen Yang Harus Dilampirkan, Serta Buku Petunjuk Pengisiannya, bersama ini diberikan petunjuk dan penegasan sebagai berikut :

1. SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195,
1.1. Formulir ini mulai digunakan untuk Masa Pajak Januari 1995.
1.2.

Dalam hal PKP melakukan pembetulan atas SPT Masa PPN, maka diwajibkan untuk menyatakan pembetulan tersebut dilakukan untuk yang keberapa kalinya dan memberikan tanda (P) pada kolom Pembetulan.

1.3.

PKP (hanya Wajib Pajak orang pribadi) yang diperbolehkan menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan karena memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto wajib memberitahukan dengan cara memberi tanda X pada kotak yang telah disediakan.

1.4.

Fasilitas PPN tidak dipungut/ditunda/ditangguhkan/ ditanggung Pemerintah (DTP) yang sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 masih tetap diberlakukan, perlu ditampung dalam SPT Masa PPN. Sedangkan fasilitas PPN Dibebaskan adalah fasilitas baru berdasarkan ketentuan Pasal 16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994.

1.5.

Istilah Penyerahan kepada Pemungut Pajak Eks Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 diganti dengan penyerahan kepada pemungut PPN sesuai ketentuan Pasal 1 huruf X Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994.

1.6. Penyerahan dengan Tarif Efektif (Kode B.1.3.5 Formulir 1195) digunakan untuk melaporkan PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP bagi :
  1. PKP tertentu yang Menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994. PKP tertentu dimaksud adalah sebagai berikut :
    a.1. Pengusaha yang menghasilkan media rekaman suara atau gambar;
    a.2. Pengusaha yang menghasilkan film cerita;
    a.3. Pengusaha jasa biro perjalanan/pariwisata;
    a.4. Pengusaha jasa pengiriman paket.
    Bagi pengusaha sebagaimana dimaksud pada huruf a.1 dan a.2 Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan BKP tersebut dapat dikreditkan, sedangkan bagi pengusaha sebagaimana dimaksud pada huruf a.3 dan a.4 Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan JKP tersebut tidak dapat dikreditkan.
  2. Dasar Pengenaan Pajak bagi Pengusaha yang menghasilkan tembakau buatan dalam negeri (pabrik rokok) tetap mengacu pada ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 605/KMK.04/1990 tanggal 25 Mei 1990.
1.7.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 643/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994, maka dalam hal suatu Tahun Buku atau Bagian Tahun Buku, PKP melakukan kegiatan sebagai berikut :

  1. Menggunakan BKP/JKP (yang dapat berupa barang modal maupun bukan barang modal) secara bersama-sama untuk kegiatan usaha yang atas penyerahannya terutang PPN dan tidak terutang PPN (termasuk penyerahan yang PPN-nya dibebaskan/ditanggung Pemerintah), dan/atau
  2. Mengalihkan penggunaan Barang Modal untuk kegiatan lain yang tidak terutang PPN, PKP tersebut harus menghitung kembali Pajak Masukan yang telah Dikreditkan/Tidak Dipungut/Ditangguhkan/ Dibebaskan. Penghitungan kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan/Tidak Dipungut/Ditangguhkan/ Dibebaskan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan Lampiran Pajak Masukan III Hasil Penghitungan Kembali Pajak Masukan (PM) Yang Telah Dikreditkan/Tidak Dipungut/Ditangguhkan/ Dibebaskan (bentuk Formulir 1195 B3), dan melampirkannya pada SPT Masa PPN Formulir 1195 dari suatu Masa Pajak yang dipilih diantara 3 (tiga) Masa Pajak berikutnya setelah berakhirnya Tahun Buku. Hasil penghitungan kembali tersebut di atas diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
1.8.

Dalam hal PKP melakukan kegiatan membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan, maka PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut juga harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN, dengan cara melampirkan lembar ke-3 SSP bukti penyetoran PPN untuk kegiatan membangun sendiri pada Masa Pajak terjadinya penyetoran PPN tersebut.

1.9.

Dalam hal PKP melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, maka PPN yang terutang atas penyerahan aktiva tersebut juga harus dilaporkan dalam SPT Masa PPN, dengan cara melampirkan lembar ke-3 SSP bukti penyetoran PPN yang terutang.

2. SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195 PE
2.1.

Formulir ini mulai digunakan untuk Masa Pajak Januari 1995 dan hanya digunakan oleh PKP Pedagang Eceran yang menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

2.2.

PKP Pedagang Eceran yang tidak menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dan wajib mengisi SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195.

2.3.

Dalam hal PKP Pedagang Eceran melakukan kegiatan usaha lainnya dan nilai peredaran (omzet) kegiatan usaha lainnya tersebut tidak melebihi 50% (lima puluh persen) dari seluruh nilai peredaran barang dan jasa, maka PKP yang bersangkutan wajib menggunakan SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195 PE dan PPN yang harus dibayar oleh PKP Pedagang Eceran yang bersangkutan adalah sebesar 2% x jumlah seluruh nilai peredaran barang dan jasa.

2.4.

Dalam hal kegiatan usaha lainnya mencapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh nilai peredaran, maka PKP yang bersangkutan wajib menggunakan SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195.

2.5.

Penghitungan besarnya persentase nilai peredaran kegiatan usaha lainnya sebagaimana dimaksud pada butir 2.3 dan 2.4 ditentukan berdasarkan perbandingan antara nilai peredaran dari kegiatan usaha lainnya dengan seluruh nilai peredaran dalam 1 (satu) Tahun Buku.
Contoh :
(Tahun Buku : Januari s.d Desember)

  1. Tahun 1995 :
    Misalnya pengusaha dalam tahun 1994 melakukan kegiatan usaha perdagangan eceran, dengan nilai penyerahan BKP dalam 1 (satu) tahun lebih dari Rp.240 juta Maka pengusaha yang bersangkutan wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan melaporkan pemenuhan kewajiban PPN-nya dengan menggunakan SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195 PE.

  2. Tahun 1996 :
    PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada contoh I dalam tahun 1996 selain melakukan kegiatan usaha perdagangan eceran juga menyewakan ruangan dan melakukan kegiatan sebagai pemborong bangunan. Sampai dengan bulan Juni 1996, besarnya nilai peredaran adalah sebagai berikut :
    - Perdagangan eceran Rp. 750 juta
    - Persewaan ruangan Rp. 150 juta
    - Pemborong bangunan Rp. 650 juta
    Dengan demikian persentase nilai kegiatan usaha lainnya sampai dengan bulan Juni 1996 adalah :
    150 + 650
    ---------------------------- x 100% = 51,61%
    750 + 150 + 650
    Sampai dengan bulan Desember 1996, besarnya nilai peredaran adalah :
    - Perdagangan eceran Rp. 1,5 milyar
    - Persewaan ruangan Rp. 300 juta
    - Pemborong bangunan Rp. 650 juta
    Dengan demikian persentase nilai kegiatan usaha lainnya dalam Tahun Buku yang bersangkutan adalah :
    300 + 650
    ------------------------------- x 100% = 38,78%
    1.500 + 300 + 650
    Walaupun persentase nilai kegiatan usaha lainnya sampai dengan bulan Juni 1996 telah melebihi 50% dari seluruh nilai peredaran, namun karena sampai dengan Desember 1996 (selama satu Tahun Buku) persentase nilai kegiatan usaha lainnya hanya 38,78% dari seluruh nilai peredaran dalam Tahun Buku tersebut, maka baik untuk Masa Pajak dalam tahun 1996 maupun untuk Masa Pajak dalam tahun 1997, PKP yang bersangkutan masih harus menggunakan SPT Masa PPN bentuk Formulir 1195 PE.

  3. Seperti halnya pada contoh II, akan tetapi besarnya nilai peredaran sampai dengan Desember 1996 pada contoh II ini adalah sebagai berikut :
    - Perdagangan eceran Rp. 1,5 milyar
    - Persewaan ruangan Rp. 300 juta
    - Pemborong bangunan Rp. 1,5 milyar
    Dengan demikian persentase nilai kegiatan usaha lainnya dalam Tahun Buku yang bersangkutan adalah :
    300 + 1.500
    -------------------------------------- x 100% = 54,55%
    1.500 + 300 + 1.500
    Karena prosentase nilai kegiatan usaha lainnya dalam tahun Buku 1996 telah melebihi 50% dari seluruh nilai peredaran, maka mulai Masa Pajak Januari 1997 PKP yang bersangkutan harus menggunakan SPT Masa PPN bentuk formulir 1195.

2.6.

Dalam hal PKP Pedagang Eceran melakukan kegiatan membangun sendiri dan/atau melakukan penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, maka PKP yang bersangkutan wajib melaporkan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri dan/atau penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan tersebut, dan melampirkan lembar ke-3 SSP bukti penyetoran PPN yang terutang tersebut.

3. Dalam masa peralihan ini, diberikan kemudahan-kemudahan sebagai berikut :
  1. SPT Masa PPN untuk Masa Pajak Januari 1995 diperkenankan disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT Masa PPN bulan Februari 1995, sepanjang jumlah pajak yang seharusnya terutang telah disetorkan. Untuk menghitung PPN yang terutang sementara, PKP dapat menggunakan SPT Masa PPN bentuk lama (Formulir 1485), akan tetapi tidak perlu menyampaikan SPT Masa PPN bentuk lama tersebut ke KPP yang bersangkutan. Jika terdapat selisih antara PPN yang disetor berdasarkan Formulir SPT Masa PPN bentuk lama dan PPN yang harus disetor berdasarkan Formulir 1195 atau Formulir 1195 PE, maka dalam hal selisih tersebut mengakibatkan PKP harus melakukan setoran tambahan, atas setoran tambahan tersebut tidak dikenakan sanksi administrasi.
  2. Atas kesalahan tulis, kurang melampirkan lampiran, atau kelambatan penyampaian SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 1995 tidak dikenakan sanksi administrasi.
  3. Pengisian dan penyampaian SPT Masa PPN mulai Masa Pajak April 1995 dan seterusnya harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Formulir 1195, Formulir 1195 PE, dan Buku Petunjuk Pengisiannya untuk pertama kalinya dicetak oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Pencetakan selanjutnya dilakukan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
5. Diminta agar Saudara segera menyebarluaskan isi Surat Edaran ini kepada masyarakat di wilayah kerja Saudara masing-masing.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER