Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 05/PJ.5/1995

Kategori : PPN

Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (Seri PPN 4 - 95)


15 Februari 1995


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 05/PJ.5/1995

TENTANG

PENGUSAHA KECIL PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SERI PPN 4 - 95)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 648/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, maka untuk pelaksanaannya diberikan penjelasan sebagai berikut :

1. Pengertian Pengusaha Kecil
1.1. Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan nilai peredaran bruto tidak lebih dari Rp 240.000.000,- (dua ratus empat puluh juta rupiah), atau melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan nilai peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah).
1.2. Dalam hal Pengusaha melakukan penyerahan baik Barang Kena Pajak maupun Jasa Kena Pajak, maka batas nilai peredaran bruto yang harus diterapkan untuk menentukan apakah Pengusaha tersebut Pengusaha Kecil atau bukan adalah sebagai berikut :
  1. Batas nilai peredaran bruto Rp 240.000.000,- (dua ratus empat puluh juta rupiah) jika nilai peredaran Barang Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh nilai peredaran bruto; atau
  2. Batas nilai peredaran bruto Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah), jika nilai peredaran Jasa Kena Pajak lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh nilai peredaran bruto; atau
  3. Batas nilai peredaran bruto Rp 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah), jika nilai peredaran Jasa Kena Pajak adalah 50% (lima puluh persen); dan peredaran Barang Kena Pajak juga 50% (lima puluh persen), dari jumlah nilai peredaran bruto.
Contoh :
  1. Seluruh nilai peredaran bruto seorang Pengusaha selama satu tahun buku adalah Rp 210.000.000,- Nilai peredaran bruto penyerahan Barang Kena Pajak adalah Rp 110.000.000-. Sesuai dengan penjelasan pada butir 1.2.a, maka batas nilai peredaran bruto yang harus diterapkan terhadap seluruh nilai peredaran bruto Rp 210.000.000,- adalah batas nilai Rp 240.000.000,-karena nilai peredaran bruto penyerahan Barang Kena Pajak lebih dari 50% dari seluruh nilai peredaran bruto. Pengusaha tersebut dengan demikian termasuk Pengusaha Kecil, karena seluruh nilai peredaran brutonya, yaitu Rp 210.000.000,- belum melebihi batas nilai peredaran bruto untuk penyerahan Barang Kena Pajak Rp 240.000.000,-
  2. Seluruh nilai peredaran bruto seorang Pengusaha selama satu tahun buku adalah Rp 210.000.000,-. Nilai peredaran bruto penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Rp 110.000.000,-. Sesuai dengan penjelasan pada butir 1.2.b, maka batas nilai peredaran bruto yang harus diterapkan terhadap seluruh nilai peredaran bruto Rp 210.000.000,- adalah batas nilai Rp 120.000.000,-, karena nilai peredaran bruto penyerahan Jasa Kena Pajak lebih dari 50% dari seluruh nilai peredaran bruto. Pengusaha tersebut dengan demikian bukan Pengusaha Kecil, melainkan Pengusaha Jasa Kena Pajak, karena seluruh nilai peredaran brutonya, yaitu Rp 210.000.000,- telah melebihi batas nilai peredaran bruto untuk penyerahan Jasa Kena Pajak Rp 120.000.000,-
  3. Seluruh nilai peredaran bruto seorang Pengusaha selama satu tahun buku adalah Rp 210.000.000,-. Nilai peredaran bruto penyerahan Barang Kena Pajak adalah sama dengan nilai peredaran bruto penyerahan Jasa Kena Pajak, yaitu masing-masing Rp 105.000.000,-. Sesuai dengan penjelasan pada butir 1.2.c, maka batas nilai peredaran bruto yang harus diterapkan terhadap seluruh nilai peredaran bruto Rp 210.000.000,- adalah batas nilai Rp 120.000.000,-. Pengusaha tersebut dengan demikian bukan Pengusaha Kecil, melainkan Pengusaha Jasa Kena Pajak, karena seluruh nilai peredaran brutonya, yaitu Rp 210.000.000,-, telah melebihi batas nilai peredaran bruto untuk Penyerahan Jasa Kena Pajak Rp 120.000.000,-
1.3. Yang dimaksud dengan nilai peredaran bruto adalah seluruh nilai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, termasuk penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh cabang-cabang perusahaannya, tidak termasuk penyerahan barang yang bukan merupakan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan jasa yang bukan merupakan Jasa Kena Pajak.
1.4. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh Pengusaha Kecil, dibebaskan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu Pengusaha tersebut tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP.
1.5. Dalam hal Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan menjadi PKP, maka semua ketentuan mengenai hak dan kewajiban sebagai PKP berlaku sepenuhnya untuk Pengusaha tersebut.  
2. Saat Pengusaha wajib melaporkan usahanya
2.1. Apabila terhitung sejak bulan pertama tahun buku sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku yang sama seluruh nilai peredaran bruto Pengusaha Kecil melebihi batas nilai peredaran bruto sebagaimana dimaksud dalam butir 1, maka Pengusaha tersebut harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP dan kepadanya diberikan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilampauinya batas nilai peredaran bruto. Dalam hal Pengusaha tersebut tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, maka KPP yang bersangkutan dapat menerbitkan Keputusan pengukuhan menjadi PKP dan memberi Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. Pengertian suatu bulan dalam tahun buku adalah sebagai berikut :
  1. Bulan Desember 1994, untuk tahun buku yang berawal pada bulan Januari 1994.
  2. Bulan Desember 1994 atau bulan-bulan sesudahnya, untuk tahun buku-tahun buku berjalan yang berawal pada bulan sesudah Januari 1994.
Contoh : Bagi Pengusaha yang tahun bukunya 1 April 1994 s.d 31 Maret 1995, maka yang dimaksud dengan suatu bulan dalam tahun buku adalah Desember 1994, Januari 1995, Februari 1995, atau Maret 1995.
2.2. Keputusan pengukuhan PKP mulai berlaku sejak tanggal pengusaha melaporkan usahanya untuk dikukuhkan, namun apabila Keputusan Pengukuhan menjadi PKP tersebut berdasarkan pengukuhan secara jabatan, maka mulai berlakunya adalah sejak tanggal Pengukuhan.
3. Pencabutan Pengukuhan sebagai PKP
3.1.

Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila peredaran bruto selama satu tahun buku penuh ternyata tidak melebihi batas nilai peredaran bruto untuk Pengusaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam butir 1.

3.2.

Terhadap permohonan pencabutan pengukuhan PKP harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan, dan berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diambil keputusan untuk disampaikan kepada PKP yang bersangkutan.

3.3.

Apabila peredaran bruto PKP selama satu tahun buku penuh ternyata tidak melebihi batas nilai peredaran bruto untuk Pengusaha Kecil, tetapi Pengusaha Kena Pajak tersebut tidak mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP, maka Pengusaha tersebut dianggap tetap memilih menjadi PKP. Proses pencabutan pengukuhan PKP baru dilaksanakan setelah ada permohonan dari PKP yang bersangkutan.

3.4.

Mengingat bahwa permulaan diberlakukannya UU PPN yang baru ini ditandai dengan kenaikan batas nilai peredaran bruto dalam menentukan Pengusaha Kecil, maka sangat mungkin akan banyak kasus pencabutan pengukuhan PKP pada awal pelaksanaan ketentuan mengenai Pengusaha Kecil dalam undang-undang baru. Namun bagi Pengusaha-pengusaha yang semula melakukan kegiatan yang tidak terutang PPN berdasarkan undang-undang lama tetapi menjadi terutang PPN berdasarkan Undang-undang baru, misalnya Pedagang Eceran yang bukan Pedagang Eceran Besar, penerapan ketentuan mengenai Pengusaha Kecil berguna untuk menentukan perlu atau tidaknya Pedagang Eceran tersebut dikukuhkan menjadi PKP.

4. Ekstensifikasi PKP sehubungan dengan batas nilai peredaran bruto untuk Pengusaha Kecil
4.1. Sesuai data SPT PPh terakhir, atau keterangan lain, kepada Pengusaha yang nilai peredaran brutonya telah melampaui batas nilai peredaran bruto Pengusaha Kecil, supaya disampaikan pemberitahuan bahwa Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan sebagai PKP dan diminta untuk melaporkan usahanya.
4.2. Terhadap PKP yang menurut data nilai peredaran brutonya telah melampaui batas nilai tersebut akan tetapi tidak melaporkan usahanya supaya dilakukan pemeriksaan. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, ditentukan apakah Pengusaha yang bersangkutan perlu atau tidak dikukuhkan secara jabatan menjadi PKP.
5. Lain-lain.
Manfaat dari ketentuan-ketentuan bahwa Pengusaha Kecil dapat memilih dikenakan PPN supaya diinformasikan, misalnya kepada Pengusaha Kecil barang-barang kerajinan tangan (handicraft) yang bermaksud mengekspor barang-barang hasil produksinya.

Demikian untuk diketahui, disebarluaskan dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER