Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 09/PJ.10/1994

Kategori : KUP, PPh

Restitusi Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Ketentuan Dalam Pppb


6 Juni 1994


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 09/PJ.10/1994

TENTANG

RESTITUSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 SEHUBUNGAN DENGAN KETENTUAN DALAM PPPB

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sebagaimana diketahui bahwa dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (PPPB) antara RI dengan negara-negara lain, terdapat ketentuan tentang pembebasan atau penurunan tarif PPh Pasal 26 yang dikenakan di Indonesia atas beberapa jenis penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak dalam negeri (resident taxpayer) mereka (Wajib Pajak Luar Negeri bagi Indonesia) dari Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, terdapat pemotong pajak (pihak yang melakukan pembayaran) yang, karena suatu hal, melakukan pemotongan atas penghasilan yang diterima/diperoleh Wajib Pajak luar negeri tersebut diatas tarif sebagaimana diatur dalam PPPB yang bersangkutan, sehingga mengakibatkan adanya kelebihan pembayaran. Atas kelebihan pembayaran tersebut, Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan restitusi.

Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dalam penyelesaian permohonan restitusi tersebut diatas, dengan ini diberikan petunjuk pelaksanaan sebagai berikut :

1. Pengajuan permohonan :
1.1.  Permohonan restitusi diajukan secara tertulis oleh pihak yang menerima pembayaran (Wajib Pajak dalam negeri negara treaty partner) atau pihak lain yang diberi kuasa kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana pemotong pajak (pihak yang melakukan pembayaran) terdaftar, dengan menggunakan bentuk sebagaimana contoh terlampir (dilengkapi dengan nomor rekening bank kemana kelebihan pembayaran pajak dipindahkan)

1.2. 

Permohonan dilampiri Surat Keterangan Tarif (SKT) atau Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 26 atas obyek pajak yang diajukan permohonan restitusi;
1.3.

Dalam hal tidak ada SKT atau SKB, permohonan dilampiri :

  1. Surat Keterangan yang ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang (Competent Authority) atau pejabat yang ditunjuk dari negara treaty partner, yang menyatakan bahwa pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut pada saat penghasilan diterima betul-betul Wajib Pajak dalam negeri di negara treaty partner yang bersangkutan.
  2. Apabila pengurusan restitusi tersebut dilakukan oleh pihak lain, maka harus dilampiri juga Surat Kuasa (Power of Attorney yang khusus untuk pengurusan restitusi itu).

    Surat Kuasa tersebut harus bermeterai cukup. Untuk Surat Kuasa yang dibuat di luar negeri, pada saat digunakan harus telah dilunasi Bea Meterai yang terutang dengan cara pemeteraian kemudian oleh Pejabat Pos;

  3. Bukti pemotongan PPh Pasal 26 asli yang dikeluarkan oleh pemotong pajak;
  4. Dokumen pendukung lainnya yang berkaitan dengan jenis pembayaran :
    i. Untuk bunga (interest) :

    • Loan agreement;
    • Notice of interest computation.

    ii. Untuk dividen

    • Dividend declaration dari perseroan yang membayar dividen;
    • Surat Keterangan dari pembayar dividen yang menyatakan bahwa pemohon adalah pemegang saham yang berhak menerima dividen.

    iii. Untuk sewa, royalti, dan penghasilan lain karena penggunaan harta:

    • Rental agreement/Licencing agreement, dan
    • Notice of Royalty/Rent Computation.

    iv. Untuk imbalan jasa baik yang dilakukan oleh individu maupun oleh badan :

    • Service agreement,
    • Surat pernyataan dari Wajib Pajak luar negeri tersebut menyatakan bahwa perusahaannya tidak mempunyai suatu tempat usaha tertentu (fixed place of bussiness) di Indonesia dan
    • Surat pernyataan dari pihak penerima jasa yang menyatakan bahwa jasa tersebut diselesaikan dalam kurun waktu yang kurang dari jangka waktu yang ditetapkan dalam PPPB antara RI dengan negara treaty partner yang bersangkutan.

2. Proses yang dilakukan oleh KPP dimana Pemotong Pajak terdaftar :
2.1.  Meneliti dokumen tersebut pada butir 1.2 atau 1.3 untuk meyakini apakah WP Luar Negeri, objek pajak dan tarif PPh Pasal 26 dimaksud, ada pada ruang lingkup PPPB antara RI dengan negara Tax Treaty berkenaan;
2.2. Cek pada SPT Masa PPh Pasal 23 dan Pasal 26 berkenaan apakah Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 yang diajukan benar telah diberitahukan dalam SPT tersebut dan pajak telah disetor;
2.3.  Apabila hasil penelitian pada butir 2.1 dan 2.2, "ya" maka permohonan diproses selanjutnya tetapi apabila jawabannya "tidak", maka permohonan ditolak dengan cara memberitahu secara tertulis disertai alasannya;
2.4. Proses selanjutnya dilaksanakan dengan menerbitkan SKKPP Pajak Yang Seharusnya Tidak Terhutang (Kep. Dirjen No. : 09/PJ/1992 tanggal 22 Januari 1992, bentuk KP PPh 3.46), SKPKPP dan SPMKP atas nama Wajib Pajak Luar Negeri tersebut dengan catatan bahwa pada SPMKP kelebihan pembayaran pajak dapat dipindahkan ke rekening bank pihak yang diberi kuasa;
Penerbitan SPMKP hendaknya Saudara selesaikan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan restitusi yang sudah lengkap seperti dimaksud pada butir 1 diatas;
2.5. Mengembalikan dokumen pendukung loan agreement, rental agreement, service agreement yang asli, setelah di foto copy;
2.6. Apabila ternyata pemotongan PPh Pasal 26 dimaksud belum disetor oleh pemotong pajak, permohonan restitusi ditolak dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak atas nama pemotong pajak sebesar PPh Pasal 26 yang seharusnya terutang ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila SPT Masa PPh Pasal 23/26 sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. diatas ternyata belum disampaikan, agar dilakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan 4 Surat Edaran Nomor : SE-08/PJ.22/1989 tanggal 31 Januari 1989.

Demikian, agar surat edaran ini disebar luaskan kepada Wajib Pajak di wilayah kantor Saudara.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

ttd


FUAD BAWAZIER