Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 22/PJ.41/1993

Kategori : PPh

Pemanfaatan Data Penyertaan Modal Yang Berasal Dari Kapitalisasi Laba Yang Ditahan (Seri Pemanfaatan Data 23)


27 September 1993


SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 22/PJ.41/1993

TENTANG

PEMANFAATAN DATA PENYERTAAN MODAL YANG BERASAL DARI KAPITALISASI LABA YANG DITAHAN
(SERI PEMANFAATAN DATA 23)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Dalam rangka pemanfaatan data penyertaan modal yang berasal dari kapitalisasi laba yang ditahan, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak secara bertahap akan mengirimkan data dimaksud ke Kantor Pelayanan Pajak dengan petunjuk penanganan sebagai berikut :

I. Yang dimaksud dengan kapitalisasi laba yang ditahan adalah pemindahan jumlah laba yang ditahan menjadi modal, yang kemudian dibagikan kepada para pemegang saham dengan cara pencatatan tambahan modal atau pemberian saham bonus.
Saham bonus semacam ini dinamakan saham dividen dan merupakan objek Pajak Penghasilan dan PPh Pasal 23/26 berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPh 1984.
Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan oleh perseroan adalah merupakan objek PPh. Dalam penjelasannya disebutkan antara lain bahwa pencatatan tambahan modal atau pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang tidak berasal dari penilaian kembali harta perusahaan, termasuk dalam pengertian dividen. Dengan demikian yang dibagikan dalam bentuk pencatatan tambahan modal atau pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi laba yang ditahan dimaksud adalah merupakan objek PPh bagi Wajib Pajak yang menerima/memperolehnya.
2.

Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang PPh 1984
Tidak termasuk sebagai objek PPh adalah :

  1. Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 (berlaku 1984 s/d 1991).Dividen yang diterima oleh perseroan dalam negeri, selain bank atau lembaga keuangan lainnya, dari perseroan lain di Indonesia dengan syarat, bahwa perseroan yang menerima dividen tersebut paling sedikit memiliki 25 % dari nilai saham yang disetor dari badan yang membayar dividen dan kedua badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis dalam jalur usahanya. Pengertian hubungan ekonomis dalam jalur usahanya tersebut adalah sesuai dengan penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-13/PJ.313/1992 tanggal 19 Mei 1992 yaitu jalur usaha vertikal, baik ke bawah (distribusi/pemasaran hasil produksi) maupun ke atas (pengumpulan/pembelian bahan baku/pembantu), dengan ketentuan bahwa dividen yang diterima bukan termasuk penghasilan yang dikenakan PPh apabila perseroan yang menerima dividen menguasai paling sedikit 50% dari nilai peredaran barang/jasa perseroan yang memberikan dividen, atau sebaliknya.
  2. Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 (berlaku mulai th. 1992).Dividen atau bagian keuntungan yang diterima atau diperoleh Perseroan Terbatas dalam negeri, koperasi, atau BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada Badan usaha yang didirikan Di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pasal 33 Undang-Undang PPh 1984.
Dividen dari perseroan dalam negeri, dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf g Undang-Undang PPh 1984 dan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1993, yang dibayarkan atau yang terutang oleh Badan Pemerintah, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun atau Wajib Pajak Badan dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak Dalam negeri selain bank dan lembaga keuangan lainnya, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% dari jumlah bruto.
4. Pasal 26 Undang-Undang PPh 1984
Dividen dari perseroan dalam negeri yang dibayarkan atau yang terutang oleh Badan Pemerintah, BUMN/BUMD atau oleh Wajib Pajak dalam negeri lainnya kepada Wajib Pajak Luar Negeri, dipotong pajak yang bersifat final sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tarif yang berlaku dalam Tax Treaty.
5. Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1993.
Dividen dari sekuritas yang diperdagangkan di Pasar Modal yang diterima atau diperoleh oleh Subyek Pajak dalam negeri perseorangan, yang jumlahnya tidak melampaui suatu batas jumlah tertentu (sama dengan besarnya PTKP untuk diri Wajib Pajak) tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 23.
II. PELAKSANAAN PEMANFAATAN DATA YANG BERASAL DARI KAPITALISASI LABA YANG DITAHAN.
Data saham dividen yang diterima agar dimanfaatkan untuk memastikan :
- Apakah Pemotong PPh Pasal 23/26 telah memotong dan menyetor PPh Pasal 23/26atas saham dividen yang dibagikan kepada pemegang saham;
-

Apakah pemegang saham yang menerima saham dividen telah melaporkan dalam SPT Tahunan.


Tata cara pemanfaatan data tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1.

Bagi Pemotong PPh Pasal 23/26

a. Apabila Pemotong PPh Pasal 23/26 tidak dikenal, dilakukan Verifikasi Lapangan;
b. Apabila Pemotong PPh Pasal 23/26 dikenal, dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah Pemotongan Pajak telah melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23/26 nya, dengan berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.22/1989 tanggal 31 Januari1989, yaitu :
b.1 Apabila SPT Masa PPh Pasal 23/26 telah disampaikan dan data dimaksud sudah dilaporkan, maka data tersebut dimasukkan ke file data dan jika data dimaksud belum atau belum sepenuhnya dilaporkan, dikirimkan surat teguran dengan diberi batas waktu.
b.2 Apabila Pemotong Pajak tidak memenuhi surat teguran, maka diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) ditambah dengan sanksi 100% sesuai dengan Pasal 13 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan denda administrasi Rp. 10.000,00 sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
b.3 Apabila setelah menerima Surat Teguran kemudian Pemotong Pajak menyetor dan melaporkan PPh Pasal 23/26, maka jika Pemotong Pajak belum melunasi sanksi bunga karena terlambat membayar, KPP harus menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas sanksi bunga ex Pasal 9 ayat (1) Jo. Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983.
c. Apabila Pemotong Pajak telah membayar PPh Pasal 23/26 atau sudah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak maka Pemotong Pajak dapat membuatkan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 dan menyerahkan kepada penerima Saham Dividen.
2.

Bagi Wajib Pajak yang menerima Saham Dividen
Bagi Wajib Pajak yang menerima saham dividen dilakukan pengecekan untuk mengetahui apakah Wajib Pajak telah melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunannya, dengan berpedoman pada Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-19/PJ.42/1992 tanggal 7 Juli 1992 dan No. SE-23/PJ.41/1992 tanggal 22 Agustus 1992 yaitu :

a. Apabila Wajib Pajak tidak dikenal, dilakukan Verifikasi Lapangan;
b. Apabila Wajib Pajak dikenal, dilakukan pengecekan pemenuhan kewajiban PPh yaitu :
b.1 Apabila SPT Tahunan telah disampaikan dan data dimaksud sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan, maka data tersebut dimasukan ke filedata dan jika data dimaksud belum atau belum sepenuhnya dilaporkan,dilakukan himbauan dengan diberikan batas waktu. Dalam hal tidak ada tanggapan dilakukan Verifikasi Lapangan dana pabila ada tanggapan dilakukan Verifikasi Kantor.
b.2 Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dan Wajib Pajak belum ditegur, dilakukan teguran agar Wajib Pajak memasukan SPT Tahunan. Dalam hal tidak ada tanggapan dilakukan Verifikasi Lapangan dan apabila ada tanggapan dilakukan Verifikasi Kantor.
b.3 Apabila Wajib Pajak mengajukan penundaan penyampaian SPT Tahunan sedangkan batas waktu penundaan telah lewat, dilakukan Verifikasi Lapangan.
c. Apabila terhadap Wajib Pajak telah diterbitkan surat ketetapan pajak, tetapi Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26 seperti tersebut pada butir II.1.c belum diperhitungkan, agar surat ketetapan pajak tersebut dibetulkan dengan kuasa Pasal 16 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Namun apabila SPT Tahunan PPh sudah dimasukkan dan belum diterbitkan surat ketetapan pajak, maka Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan PPhnya untuk mengkreditkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 tersebut.

Demikian untuk dimaklumi dan dilaksanakan.





DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

ttd

 

FUAD BAWAZIER